Oligarki di Balik Penanganan Corona
Oleh Betiya
Dia menambahkan, anggaran infrastruktur fisik, anggaran belanja perjalanan dinas, anggaran bimbingan teknis, serta anggaran rapat di jajaran pemerintah seharusnya diprioritaskan untuk dipotong."Anggaran untuk bantuan seharusnya diperbesar, seperti anggaran untuk Program Indonesia Pintar (PIP) dan biaya pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah," ujarnya.
Sesuai Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, postur penerimaan dipangkas mencapai 21,1 persen, yaitu dari Rp2.233,2 triliun menjadi Rp1.760,88 triliun.
Kemudian, belanja negara turun 2,88 persen dari Rp2.540,4 triliun menjadi Rp2.613,81 triliun. Lalu, pembiayaan anggaran membengkak 180,9 persen dari Rp307,2 triliun menjadi Rp862,93 triliun. Kondisi ini membuat defisit anggaran yang semula diasumsikan hanya 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) kini meningkat menjadi 5,07 persen dari PDB.
Oligarki kekuasaan begitu kental terendus pada kebijakan yang di keluarkan di tengah pandemi
ini mereka para penguasa benar-benar tidak memiliki rasa empati sedikitpun
terhadap rakyatnya mereka bahkan sengaja memanfaatkan situasi pandemi ini untuk
mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya demi kepentingan perut mereka.
Kebijakan
anggaran Untuk hadapi covid, banyak menguntungkan pengusaha dan kroni rezim.
Tunjangan guru disunat sementara pengusaha Ruangguru.com yg merupakan stafsus
presiden mendapat proyek triliunan dari dana Kartu Prakerja. Demikian pula
porsi APBN untuk haji lebih dibidik dialihkan sbg dana penanggulangan wabah
dibanding dana belanja pemerintah.
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, memprotes
langkah pemerintah yang memotong tunjangan guru hingga Rp3,3 triliun lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54
Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2020.
Dalam lampiran Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, dia membeberkan, tunjangan guru
setidaknya dipotong pada tiga komponen yakni tunjangan profesi guru PNS daerah
dari yang semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, kemudian penghasilan
guru PNS daerah dipotong dari semula Rp698,3 triliun menjadi Rp454,2 triliun.
Terakhir, lanjutnya, pemotongan dilakukan terhadap tunjangan
khusus guru PNS daerah di daerah khusus, dari semula Rp2,06 triliun menjadi
Rp1,98 triliun.pada bantuan operasional museum dan taman budaya dipotong
sebesar Rp5,668 miliar, dari semula Rp141,7 miliar menjadi Rp136,032 miliar.
Fikri menyatakan, pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintah seharusnya lebih tepat sasaran. Menurutnya, pemotongan seharusnya dilakukan terhadap anggaran belanja modal yang berupa pembangunan fisik dan anggaran kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang.
Fikri menyatakan, pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintah seharusnya lebih tepat sasaran. Menurutnya, pemotongan seharusnya dilakukan terhadap anggaran belanja modal yang berupa pembangunan fisik dan anggaran kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang.
Dia menambahkan, anggaran infrastruktur fisik, anggaran belanja perjalanan dinas, anggaran bimbingan teknis, serta anggaran rapat di jajaran pemerintah seharusnya diprioritaskan untuk dipotong."Anggaran untuk bantuan seharusnya diperbesar, seperti anggaran untuk Program Indonesia Pintar (PIP) dan biaya pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah," ujarnya.
Sesuai Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, postur penerimaan dipangkas mencapai 21,1 persen, yaitu dari Rp2.233,2 triliun menjadi Rp1.760,88 triliun.
Kemudian, belanja negara turun 2,88 persen dari Rp2.540,4 triliun menjadi Rp2.613,81 triliun. Lalu, pembiayaan anggaran membengkak 180,9 persen dari Rp307,2 triliun menjadi Rp862,93 triliun. Kondisi ini membuat defisit anggaran yang semula diasumsikan hanya 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) kini meningkat menjadi 5,07 persen dari PDB.
Anggaran Penanggulangan wabah, Memihak
Korporasi,benarkah mari kita buktikan Defisit
APBN telah menjadikan pemerintah pontang-panting mencari sumber pendanaan dalam
upaya penanggulangan wabah ini. Pemangkasan demi pemangkasan terus dilakukan di
banyak sektor termasuk memotong tunjangan guru hingga sebesar 3,3 Triliun.
Sungguh tak mengenal empati, di saat kondisi pandemi gaji guru malah dipangkas.
Dilansir dari bisnis.com, bukan hanya gaji guru yang dipotong,
bahkan Sri Mulyani berencana menggunakan semua Dana Abadi Negara untuk
menanggulangi dampak Corona, termasuk Dana Abadi Pendidikan. Hal demikian
dilakukan untuk membiayai defisit anggaran yang diperkirakan mencapai 5,07
persen PDB atau sekitar Rp 853 triliun.
Bukan hanya sektor pendidikan, dana haji pun turut dibidik dalam
pemangkasan. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Demokrat Nanang Samodra
mengusulkan penggunaan dana haji karena hingga saat ini belum ada tanda-tanda
Arab Saudi membuka penyelenggaraan haji. (cnnindonesia.com 13/04) Bahkan
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, menyampaikan salah satu alasan pembebasan
35ribu narapidana adalah untuk penghematan dana, yaitu sebesar 260 miliar. Di
tengah kesulitan masyarakat terhadap pemenuhan hajat utamanya, pemerintah malah
memangkas dana yang hampir kesemuanya berhubungan dengan rakyat.
Sedangkan pemindahan ibu kota baru yang aroma bisnisnya lebih
kental daripada kebermanfaatan pada umat, sebesar 2 triliun tak disentuh.
Begitu pun anggaran infrastruktur sebesar 419,2 triliun hanya sedikit saja yang
dialokasikan pada penanggulangan wabah. Padahal belanja infrastruktur dan
pemindahan ibu kota bisa ditunda.
Dari sini bisa kita lihat bagaimana kebijakan pemerintah yang
cenderung berpihak pada korporasi. Lihat saja bagaimana Sri Mulyani mengizinkan
ekspor APD di tengah-tengah para tenaga medis yang kesulitan
mendapatkannya.Rakyat dibiarkan berjuang sendiri di tengah wabah yang entah
sampai kapan akan berakhir. Pemerintah lebih memperhatikan keselamatan
ekonomi daripada keselamatan nyawa rakyatnya.
Padahal, permasalahan utamanya adalah wabah corona. Adapun
perekonomian yang carut marut adalah dampak. Maka seharusnya, pemerintah
menyelesaikan permasalahan utamanya yaitu mengatasi penyebaran virus corona.
Setelah wabah ini berakhir, perekonomian pun akan kembali normal
Anggaran Penanggulangan Bencana dalam
Islam Berbeda halnya dengan Islam, yang seluruh
kebijakannya berfokus pada kemaslahatan umat. Keberadaan penguasa semata untuk
mengurusi kebutuhan umat, tak memandang apakah dia kaya ataupun miskin,
bermanfaat ataukah tidak. Karena setiap individu telah dijamin keberlangsungan
jiwanya.
Keselamatan nyawa adalah yang utama, jauh dibandingkan dengan
keselamatan ekonomi. Tentu, penguasa dalam Islam tidak akan membolehkan para
pengusaha mengekspor APD (Alat Perlindungan Diri) yang dibutuhkan para tenaga
kesehatan (nakes) dalam negeri. Walau benefit ekspor jauh lebih besar daripada
dipakai oleh nakes dalam negeri.
Anggaran pun akan memprioritaskan keselamatan jiwa dan sesuai
dengan syariat. Bukan dari utang yang mengandung riba atau memangkas dana
kemaslahatan umat, seperti gaji guru, dana haji dan lainnya.Dalam syariat
Islam, sudah diatur bagaimana negara Khilafah mendapatkan sumber pemasukan
untuk penanganan bencana, salah satunya adalah pos kepemilikan umum.
Barang tambang migas, mineral, batubara akan dikelola negara dan
hasilnya menjadi milik umum. Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan ini
sebagian akan dialokasikan untuk menangani bencana.
Selain pos kepemilikan umum, ada sumber lain yaitu fa’iy (harta
rampasan perang), kharaj (Pungutan atas tanah kharajiah) dan pos dharibah (pungutan atas kaum muslim). Dharibah berbeda dengan pajak dalam sistem
kapitalisme. Dharibah hanya
diambil dari warga yang kaya saja, berbeda dengan pajak yang dijadikan urat
nadi perekonomian bangsa. Bahkan nonmuslim tidak dipungut dharibah.
Melihat realitas Indonesia yang melimpah ruah
kekayaannya, kepemilikan umum seperti barang tambang, migas, mineral dan
batubara begitu melimpah, maka sumber pendanaan untuk menanggulangi wabah sudah
cukup dari pos kepemilikan umum ini, tanpa harus ada pungutan pada warga negara
yang kaya.
Kondisi ini hanya bisa direalisasikan jika tata kelola
negara secara keseluruhan sesuai dengan syariat Islam, yaitu sistem Khilafah
yang sesuai dengan metode kenabian.
Wallahu a’lam
Komentar
Posting Komentar