Oligarki di Balik Penanganan Corona

Oleh Betiya


      Oligarki kekuasaan begitu kental terendus  pada kebijakan yang di keluarkan di tengah pandemi ini mereka para penguasa benar-benar tidak memiliki rasa empati sedikitpun terhadap rakyatnya mereka bahkan sengaja memanfaatkan situasi pandemi ini untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya demi kepentingan perut mereka.
Kebijakan anggaran Untuk hadapi covid, banyak menguntungkan pengusaha dan kroni rezim. Tunjangan guru disunat sementara pengusaha Ruangguru.com yg merupakan stafsus presiden mendapat proyek triliunan dari dana Kartu Prakerja. Demikian pula porsi APBN untuk haji lebih dibidik dialihkan sbg dana penanggulangan wabah dibanding dana belanja pemerintah.
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, memprotes langkah pemerintah yang memotong tunjangan guru hingga Rp3,3 triliun lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.
Dalam lampiran Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, dia membeberkan, tunjangan guru setidaknya dipotong pada tiga komponen yakni tunjangan profesi guru PNS daerah dari yang semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, kemudian penghasilan guru PNS daerah dipotong dari semula Rp698,3 triliun menjadi Rp454,2 triliun.

Terakhir, lanjutnya, pemotongan dilakukan terhadap tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus, dari semula Rp2,06 triliun menjadi Rp1,98 triliun.pada bantuan operasional museum dan taman budaya dipotong sebesar Rp5,668 miliar, dari semula Rp141,7 miliar menjadi Rp136,032 miliar.

Fikri menyatakan, pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintah seharusnya lebih tepat sasaran. Menurutnya, pemotongan seharusnya dilakukan terhadap anggaran belanja modal yang berupa pembangunan fisik dan anggaran kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang.

Dia menambahkan, anggaran infrastruktur fisik, anggaran belanja perjalanan dinas, anggaran bimbingan teknis, serta anggaran rapat di jajaran pemerintah seharusnya diprioritaskan untuk dipotong."Anggaran untuk bantuan seharusnya diperbesar, seperti anggaran untuk Program Indonesia Pintar (PIP) dan biaya pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah," ujarnya.

Sesuai Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, postur penerimaan dipangkas mencapai 21,1 persen, yaitu dari Rp2.233,2 triliun menjadi Rp1.760,88 triliun.

Kemudian, belanja negara turun 2,88 persen dari Rp2.540,4 triliun menjadi Rp2.613,81 triliun. Lalu, pembiayaan anggaran membengkak 180,9 persen dari Rp307,2 triliun menjadi Rp862,93 triliun. Kondisi ini membuat defisit anggaran yang semula diasumsikan hanya 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) kini meningkat menjadi 5,07 persen dari PDB.
      Anggaran Penanggulangan wabah, Memihak Korporasi,benarkah mari kita buktikan Defisit APBN telah menjadikan pemerintah pontang-panting mencari sumber pendanaan dalam upaya penanggulangan wabah ini. Pemangkasan demi pemangkasan terus dilakukan di banyak sektor termasuk memotong tunjangan guru hingga sebesar 3,3 Triliun. Sungguh tak mengenal empati, di saat kondisi pandemi gaji guru malah dipangkas.
Dilansir dari bisnis.com, bukan hanya gaji guru yang dipotong, bahkan Sri Mulyani berencana menggunakan semua Dana Abadi Negara untuk menanggulangi dampak Corona, termasuk Dana Abadi Pendidikan. Hal demikian dilakukan untuk membiayai defisit anggaran yang diperkirakan mencapai 5,07 persen PDB atau sekitar Rp 853 triliun.
Bukan hanya sektor pendidikan, dana haji pun turut dibidik dalam pemangkasan. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Demokrat Nanang Samodra mengusulkan penggunaan dana haji karena hingga saat ini belum ada tanda-tanda Arab Saudi membuka penyelenggaraan haji. (cnnindonesia.com 13/04) Bahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, menyampaikan salah satu alasan pembebasan 35ribu narapidana adalah untuk penghematan dana, yaitu sebesar 260 miliar. Di tengah kesulitan masyarakat terhadap pemenuhan hajat utamanya, pemerintah malah memangkas dana yang hampir kesemuanya berhubungan dengan rakyat.
Sedangkan pemindahan ibu kota baru yang aroma bisnisnya lebih kental daripada kebermanfaatan pada umat, sebesar 2 triliun tak disentuh. Begitu pun anggaran infrastruktur sebesar 419,2 triliun hanya sedikit saja yang dialokasikan pada penanggulangan wabah. Padahal belanja infrastruktur dan pemindahan ibu kota bisa ditunda.
Dari sini bisa kita lihat bagaimana kebijakan pemerintah yang cenderung berpihak pada korporasi. Lihat saja bagaimana Sri Mulyani mengizinkan ekspor APD di tengah-tengah para tenaga medis yang kesulitan mendapatkannya.Rakyat dibiarkan berjuang sendiri di tengah wabah yang entah sampai kapan akan berakhir.  Pemerintah lebih memperhatikan keselamatan ekonomi daripada keselamatan nyawa rakyatnya.
Padahal, permasalahan utamanya adalah wabah corona. Adapun perekonomian yang carut marut adalah dampak. Maka seharusnya, pemerintah menyelesaikan permasalahan utamanya yaitu mengatasi penyebaran virus corona. Setelah wabah ini berakhir, perekonomian pun akan kembali normal
      Anggaran Penanggulangan Bencana dalam Islam Berbeda halnya dengan Islam, yang seluruh kebijakannya berfokus pada kemaslahatan umat. Keberadaan penguasa semata untuk mengurusi kebutuhan umat, tak memandang apakah dia kaya ataupun miskin, bermanfaat ataukah tidak. Karena setiap individu telah dijamin keberlangsungan jiwanya.
Keselamatan nyawa adalah yang utama, jauh dibandingkan dengan keselamatan ekonomi. Tentu, penguasa dalam Islam tidak akan membolehkan para pengusaha mengekspor APD (Alat Perlindungan Diri) yang dibutuhkan para tenaga kesehatan (nakes) dalam negeri. Walau benefit ekspor jauh lebih besar daripada dipakai oleh nakes dalam negeri.
Anggaran pun akan memprioritaskan keselamatan jiwa dan sesuai dengan syariat. Bukan dari utang yang mengandung riba atau memangkas dana kemaslahatan umat, seperti gaji guru, dana haji dan lainnya.Dalam syariat Islam, sudah diatur bagaimana negara Khilafah mendapatkan sumber pemasukan untuk penanganan bencana, salah satunya adalah pos kepemilikan umum.
Barang tambang migas, mineral, batubara akan dikelola negara dan hasilnya menjadi milik umum. Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan ini sebagian akan dialokasikan untuk menangani bencana.
Selain pos kepemilikan umum, ada sumber lain yaitu fa’iy (harta rampasan perang), kharaj (Pungutan atas tanah kharajiah) dan pos dharibah (pungutan atas kaum muslim). Dharibah berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme. Dharibah hanya diambil dari warga yang kaya saja, berbeda dengan pajak yang dijadikan urat nadi perekonomian bangsa. Bahkan nonmuslim tidak dipungut dharibah.
Melihat realitas Indonesia yang melimpah ruah kekayaannya, kepemilikan umum seperti barang tambang, migas, mineral dan batubara begitu melimpah, maka sumber pendanaan untuk menanggulangi wabah sudah cukup dari pos kepemilikan umum ini, tanpa harus ada pungutan pada warga negara yang kaya.
Kondisi ini hanya bisa direalisasikan jika tata kelola negara secara keseluruhan sesuai dengan syariat Islam, yaitu sistem Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian.  
Wallahu a’lam

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter