Impor Jalan Terus, Bagaimana Nasib Petani Indonesia?
Oleh: Ratna Juwita
Derita para petani cabai makin terasa. Di tengah pandemi yang belum usai, luka ini kian menganga. Baru-baru ini beredar video viral di akun Instagram @andreli48, Rabu (4/8) lalu,yang memperlihatkan seorang petani cabai mengamuk dan merusak kebun cabai miliknya. Kemarahan petani diduga akibat harga cabai di pasaran turun.
Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menanggapi video viral tersebut.Slamet mengatakan, harga cabai yang anjlok di pasaran menandakan adanya masalah yang seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah harus hadir melindungi petani indonesia. Jangan hanya berpikir impor terus, sementara nasib petani kita semakin sengsara, ujarnya, Jumat (27/8) lalu.
Dalih pemerintah bahwa impor untuk menstabilkan harga hanya alasan untuk lepas tanggung jawab mengurusi petani.Para petani yang sudah bersusah payah merawat kebun mereka, mengharap keuntungan dari kebun cabai untuk memenuhi kebutuhan perut nyatanya harus menelan pil pahit melihat kenyataan harga cabai yang turun drastis disebabkan tergilas harga impor. Padahal kualitas cabai nasional tidak diragukan,subur dan melimpah.
Anjloknya harga cabai disebabkan sepinya pasar (akibat PPKM) yang diberlakukan pemerintah guna menangani Covid-19 yang belum usai dan impor komoditas yang sudah dilegalkan pemerintah.
Ini menunjukkan betapa pemerintah memang tidak berpihak kepada para petani.Nasib petani Indonesia kian buruk dengan terus berlangsung nya impor.Banyak pihak yang mempertanyakan kebijakan pemerintah yang malah mengimpor cabai padahal data produksi aneka cabai nasional masih surplus.
Terbukti, demokrasi gagal mengurus pemenuhan kebutuhan rakyat.Kasus petani merana hanya salah satu contoh, diantara banyak kasus yang menimpa rakyat ditengah kepemimpinan demokrasi kapitalisme.Perlu berapa banyak fakta lagi agar membuat mata kita terbuka bahwa segala permasalahan yang terjadi adalah kesalahan sistematis. Sistemnya lah yang harus diganti.
Rezim demokrasi menggantungkan pemenuhan kebutuhan rakyat kepada impor. Impor yang terlalu besar menjadikan pemerintah ketergantungan terhadap stok barang di negara lain dan tentunya cenderung mematikan produsen dalam negeri jika tidak dilakukan antisipasi atau proteksi terhadap produk lokal. Geliat ekonomi di dalam negeri juga bisa turun jika terus-menerus mengandalkan impor.
Penerapan sistem demokrasi kapitalisme yaitu orientasi kekuasaan bukan untuk mengurus pemenuhan kebutuhan rakyat, akan tetapi lebih berorientasi untuk mengembalikan modal politik dan mempertahankan kursi. Jiwa para pemimpin kosong dari keinginan me-riayah (mengurusi) rakyat. Sistem sekuler ini tidak menjamin kebutuhan dasar rakyat, baik pangan, pendidikan, maupun kesehatan. Semua harus dibayar dengan biaya yang mahal.
Berbeda dengan sistem Islam kafah. Pemimpinnya bertanggung jawab memberikan pelayanan penuh kepada rakyat untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Hal ini juga terkait dengan cara memilih pemimpin dalam sistem Islam yang murah dan tidak berbelit-belit. Di bawah kepemimpinan Islam, insya Allah para petani sejahtera karena sudah terbukti sistem Islam yang pernah diterapkan 13 abad lamanya berhasil mensejahterakan rakyat.
Wallahu'alam bi shawab.
Komentar
Posting Komentar