Mau Jadi Apa Negara Ini jika Moral Ibu Telah Rusak?
Oleh Iin Indrawati
Nasib pilu dialami
seorang remaja perempuan T (13) di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Dia
dicabuli kepala sekolahnya berinisial J (41), seorang PNS. Ironisnya, perbuatan
bejat ini disetujui dan diketahui ibu kandungnya yang berinisial E (41). J sang
kepala sekolah ternyata menjalin hubungan asmara dengan E yang berstatus
sebagai guru TK. Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, menyatakan bahwa
kepala sekolah dan ibu korban telah diamankan polisi (KumparanNEWS, 1 September
2024).
Kasus ini pertama kali
dilaporkan ke polisi tanggal 26 Agustus 2024 oleh ayah korban, saat ayah korban
mendapat informasi bahwa anaknya diantar ibunya ke rumah kepala sekolah, dan di
sana korban dicabuli oleh kepala sekolah tersebut. Bahkan, korban juga pernah
diperkosa dan dicabuli di salah satu hotel. Saat diinterogasi, E mengaku
sengaja menyuruh anaknya melakukan hubungan seksual dengan J agar ia
mendapatkan uang serta motor seperti dijanjikan oleh J.
Berdasarkan hasil interogasi
yang dilakukan Resmob Polres Sumenep, J mengaku telah melakukan pencabulan
terhadap korban sebanyak 5 kali. Widiarti mengatakan, berdasarkan hasil
komunikasi dengan bapak kandung korban, kini korban mengalami trauma psikis.
Memori buruk akibat
kejadian tersebut sudah tentu akan sangat mempengaruhi perkembangan dan
psikologi anak. Trauma yang dialami anak akan terbawa dalam kehidupannya. Seharusnya
negara wajib mengambil langkah-langkah rehabilitatif untuk membantu anak yang
menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual.
Begitulah jika akal dan
naluri dikalahkan oleh desakan hawa nafsu. Ketika pandangan seseorang sudah
tidak lagi distandarkan pada keimanan dan nilai luhur kemanusiaan, fitrah
seorang ibu bisa jadi menyimpang. Yang seharusnya merawat dan menjaga anaknya,
berubah menjadi memanfaatkan dan mengorbankannya.
Penyimpangan fitrah ini wajar
dalam negara dan masyarakat sekuler yang aturan kemasyarakatannya tidak
berpijak pada Islam. Ide sekulerisme yang memandang agama bukan sebagai
pengatur urusan kehidupan publik telah mempengaruhi cara pandang masyarakat yang
mayoritas muslim di negeri ini. Ide ini telah diaruskan secara sistematis baik
melalui sistem pendidikan maupun sanksi.
Sistem pendidikan
sekuler yang diterapkan di negeri ini menyebabkan masyarakat jauh dari sosok
kepribadian Islam, sehingga mereka menstandarkan segala sesuatu bukan pada
halal dan haram, tetapi pada pencapaian materi. Tak heran ditemukan seorang ibu
yang tega menyerahkan kehormatan anak gadisnya karena iming-iming materi.
Negara sendiri pun
membiarkan kebebasan dalam berperilaku. Lalu sistem sanksi soal perzinaan dan
kekerasan seksual tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya walaupun solusi
penyelesaian terhadap kekerasan dan kejahatan anak sudah ditempuh oleh negara,
yang salah satunya melalui program Kota Layak Anak (KLA). Solusi tersebut tidak
menyentuh akar permasalahan. Sebab sistem pendidikan dan sanksi disandarkan
pada sistem sekuler kapitalis.
Penerapan sistem
kapitalisme ini telah menghilangkan peran negara sebagai junnah (pelindung)
bagi rakyatnya. Ideologi kapitalisme sekuler menjadikan perempuan sebagai
‘ardlun, yaitu barang yang bisa ditukar dan diperjualbelikan.
Sementara Ideologi Islam
memposisikan perempuan sebagai ‘irdlun (kehormatan-kemuliaan) yang wajib
dijaga. Di dalam Islam perzinaan adalah perbuatan yang diharamkan. Bahkan
mendekatinya saja dilarang dan disebut sebagai fasaa-a sabiila (jalan yang
buruk), dan pelaku zina dihukum berat bahkan sampai hukuman mati.
Tetapi, karena negara
sekuler tidak mempunyai konsep dan hukum yang menjauhkan rakyatnya dari zina,
tak aneh jika kejahatan seksual marak dan merebak. Dalam masyarakat sekuler,
pemahaman tentang penjagaan kehormatan dan kemuliaan diri seorang wanita
dihilangkan.
Islam memiliki paradigma
yang khas dalam penyelesaian kasus ini. Dalam Islam, banyak sekali hukum-hukum
syara’ yang wajib diterapkan untuk menjaga seorang perempuan dari keburukan dan
menjaga kemuliaannya. Mulai dari hukum yang mewajibkan orang tua untuk menjaga
kehormatan anaknya sampai kebutuhan ekonomi yang wajib dipenuhi oleh kepala
keluarga, sehingga istri tidak akan selingkuh karena nafkah lahir-batin
dipenuhi suaminya dan ibu tidak akan menjual anaknya demi uang. Wallahu a’lam.
.png)
Komentar
Posting Komentar