Menjadikan Ramadhan di Tengah Wabah Corona sebagai Momen Taubat
Oleh Riani A.
Ramadhan tahun ini harus dilewati umat Islam di
tengah pendemi virus Corona (COVID-19). Virus ini sendiri hingga 23 April 2020 telah
menginfeksi 2.627.630 orang di seluruh dunia dan menyebabkan 183.336 kematian (https://www.liputan6.com/global/read/4235165/update-corona-covid-19-23-april-2627630-orang-di-dunia-terinfeksi-kematian-tertinggi-dari-as).
Di samping itu, perekonomian global ikut terpengaruh hingga Presiden Bank
Dunia, David Malpass, menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan dunia akan mengalami
resesi dan downturn yang lebih dalam
(https://www.liputan6.com/bisnis/read/4230895/bank-dunia-sebut-ekonomi-dunia-berpotensi-alami-resesi-lebih-dalam-akibat-corona).
Di
balik musibah yang tengah dialami masyarakat di seluruh dunia khususnya umat Islam,
kita masih harus bisa mengambil hikmahnya. Salah satu hal yang menjadi
pelajaran adalah bahwasanya manusia tidak berdaya di hadapan Allah SWT, bahkan
nyawanya dapat direnggut oleh makhluk yang sangat kecil. Sesungguhnya
kekuasaan, status sosial, harta, dan kebanggaan-kebanggaan lain seorang manusia
tidak dapat menyelamatkannya dari kematian. Dengan demikian, situasi ini—apalagi
terjadi di bulan Ramadhan—dapat dijadikan momen taubat, bukan hanya taubat diri
secara pribadi tetapi juga taubat kolektif atas kemaksiatan manusia yang
mengabaikan penerapan hukum Allah.
Ramadhan adalah kesempatan emas
untuk meraih pahala dan ampunan dari Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari
di bulan Ramadhan, dan setiap muslim apabila dia memanjatkan doa maka pasti dikabulkan” (HR. Al Bazaar, dari Jabir bin ‘Abdillah. Al Haitsami
dalam Majma’ Az Zawaid (10/149) mengatakan bahwa perawinya tsiqoh (terpercaya).
Lihat Jaami’ul Ahadits, 9/224). Ampunan dari Allah inilah yang akan
menjadi solusi dan obat atas wabah yang sedang merebak. Allah yang menciptakan
virus ini; dengan begitu, Allah juga yang dapat menghilangkannya dari muka
bumi.
Bulan Ramadhan ini juga harus
dijadikan momen awal penerapan syari’at Islam secara menyeluruh. Penerapan
aturan Islam di segala bidang dalam institusi Khilafah akan membuahkan ridha
Allah karena dengannya manusia dapat menunaikan kewajibannya secara total dan
dapat dengan mudah menjauhi larangan-Nya.
Hal penting lain yang perlu
diingat adalah bahwasanya ketaatan kita di bulan Ramadhan tidak boleh luntur di
bulan-bulan berikutnya. Salah satu cara untuk menghindari hal ini adalah berada
di lingkungan masyarakat yang betakwa. Ironisnya, masyarakat yang bertakwa
tidak selalu ada. Sesungguhnya penyebab utama hilangnya ketakwaan manusia dan
ketaatannya pada aturan Allah adalah penerapan sistem kapitalisme yang sekuler
di hampir seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Sistem inilah yang
menjauhkan agama dari kehidupan, sehingga umat Islam taat hanya dalam
momen-momen tertentu seperti Ramadhan. Hal ini jugalah yang mengharuskan kita
untuk menegakkan kembali syari’at Allah di muka bumi karena jika tidak, murka
Allah akan kembali setelah berlalunya bulan suci ini. Naudzubillahi min dzalik.
Allah SWT berfirman, “Dan barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Q.S.
Al-Maidah: 44). Di dalam ayat lain Allah berfirman, “Apakah hukum jahiliyah
yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah
bagi orang-orang yang yakin?” (Q.S. Al-Maidah: 50). Wallahu’alam.
Komentar
Posting Komentar