Banjir kabupaten Bandung Tak Juga Kelar, Solusi Tak Mengakar

Rengganis Santika A,STP

Sejak hari jum’at (7-3-2025), hujan dengan intensitas tinggi terus mengguyur wilayah kabupaten Bandung. Beberapa wilayah langganan banjir di Kabupaten Bandung, seperti di kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, Bojongsoang dan Margahayu siaga satu. Hingga hari sabtu dan ahad, air setinggi rata-rata 1 meter masih menggenang, memutus akses jalan Dayeuhkolot dan Bojongsoang ke arah kota Bandung (Bandung, 8-3-2025,KOMPAS.com). Banjir di daerah tersebut sudah sangat akut dan kronis. Permasalahan banjir ini tak kunjung ‘kelar’. Silih berganti pemimpin, namun belum ada solusi tuntas. Masyarakat disana sudah akrab dengan banjir setiap kali musim hujan. Walaupun sudah terbiasa dengan banjir, bukan berarti mereka pasrah, mereka tetap menunggu dan berharap solusi konkrit pemerintah. Mengapa masalah banjir limpahan Sungai Citarum ini masih juga belum kelar? Padahal berbagai upaya telah digelar. Apa penyebabnya? 

Mencari Akar Masalah 

Kerugian sudah tak terhitung, banyak rumah rusak, harta benda dan barang berharga tak terselamatkan. Sekolah, kantor, tempat ibadah lumpuh terdampak banjir. Bahkan sampai menelan korban jiwa. Terlebih banjir kali ini terjadi di bulan Ramadhan, disaat masyarakat seharusnya tenang menjalankan ibadah shaum. Proyek Citarum Harum yang telah dimulai sejak 7 tahun yang lalu atau sekitar tahun 2018, untuk merevitalisasi Sungai Citarum, belum berhasil. 1,37 T telah digelontorkan bagi proyek Citarum harum, yang berasal dari dana pusat dan daerah. Normalisasi sungai Citarum juga telah berjalan. Dengan melakukan pengerukan dan pembersihan sungai. Dibangun pula rumah pompa untuk mengatasi genangan air saat banjir di wilayah Baleendah. Selain itu ada danau retensi, sodetan (kanal) guna menampung limpahan air sungai saat terjadi luapan. Tapi banjir masih kerap terjadi, bahkan bertambah titik-titik baru banjir, seperti banjir bandang di kecamatan Banjaran baru lalu.  

Apabila kita cermati problem banjir bukan sekedar masalah teknis atau akibat curah hujan yang tinggi. Banjir adalah persoalan sistemik. Ada tiga faktor yang saling terkait. Yaitu faktor alam, manusia dan institusi negara. Selama ini penanganan banjir lebih banyak menyentuh aspek teknis saja. Seperti pengerukan, membuat danau retensi, atau rencana mengatur daerah lingkar Majalaya dll. Hal ini hanya mengatasi akibat, namun tidak menyelesaikan sebabnya. Coba kita urai satu persatu secara singkat, Faktor alam meliputi kondisi geografis dari mulai hulu Sungai sampai ke hilir. Ketika wilayah hulu rusak, gundul maka curah hujan tak tertahan. Kondisi tata ruang wilayah tak terkendali, banyak pemukiman melabrak tata ruang. Alih fungsi lahan hijau/daerah resapan secara masif. 

Faktor alam tidak terlepas juga dari karakteristik cuaca, Perlu Upaya mitigasi dan antisipasi iklim dan cuaca untuk mengurangi resiko. Kedua faktor manusia, yaitu kesadaran akan perannya dalam menjaga alam. Peduli sungai, sebagai urat nadi kehidupan. Sungai terpanjang di Jawa Barat ini, dari generasi ke generasi telah ‘menghidupi’ sawah ladang tatar pasundan. Sungai adalah anugrah Ilahi ia adalah kepemilikan umum. Keserakahan manusia di alam kapitalisme saat ini, telah mengubah Sungai menjadi tempat sampah dan limbah raksasa. Terakhir adalah faktor peran negara, untuk membuat regulasi tegas tepat demi menjaga kelestarian sungai. Negara memiliki otoritas menerapkan sanksi tegas bagi perusak alam. Apabila Ketiga faktor ini berjalan diatas landasan kapitalisme sekuler yang kosong dari nilai iman, apalagi ditambah minimnya kesadaran manusia, maka alam menjadi korban. Pola pikir kapitalisme yang azasnya manfaat tak peduli halal haram, ‘profit oriented’. Maka lihatlah kerusakan alam hari ini. Alam dieksploitasi habis-habisan, alih fungsi lahan massif. Hutan rusak, sawah kebun habis dibeton, pemukiman padat dengan drainase buruk, daerah aliran Sungai rusak. Parahnya lagi penguasa dapat disogok sehingga melabrak peraturan. Inilah fakta di kabupaten Bandung. Atas nama Pembangunan lingkungan rusak. Butuh Solusi komprehensif dari semua faktor diatas. Tentu dengan menerapkan syariat secara kaffah. Rakyat sadar bahwa merusak alam sebagai kepemilikan umum adalah dosa. 

Kembalikan Alam Pada Aturan Allah

“Telah Nampak kerusakan di darat , laut, akibat ulah tangan manusia, Allah hendak merasakan pada manusia sebagian hukumanNya. Agar manusia Kembali (kepada Allah) (QS Ar Ruum ‘ 41). Dari ayat ini kita bisa melihat fakta hari ini alam sudah rusak, dan Allah menurunkan bencana agar manusia sadar. Kemudian Kembali pada syariatnya. Yaitu mengembalikan tata Kelola alam ini dengan hukum sang pemilik alam yaitu syariat islam. Hukum Islam terwujudn lewat tiga pilar, 1) ketakwaan individu, membuang sampah ke Sungai tak berani apalagi lebih dari itu, 2) Kontrol Masyarakat, Bersama menjaga alam, 3) negara, mengatur, menjaga rakyat dari bencana lewat regulasi ketat tegas tanpa pandang bulu dengan hukum Allah. Keterikatan Masyarakat pada syariat juga menjadi washilah alam akan bersahabat dengan kita. Wallahu’alam.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter