Ketahanan Keluarga Ala Feminisme, Mampukah Menjadi Solusi?

 

Rengganis Santika A, STP

Ketahanan Keluarga kembali menjadi isu penting, disaat problem sosial kini berada dititik mengkhawatirkan. Krisis adab pada anak-anak dan remaja, terutama dikalangan gen Z sudah menjadi berita sehari-hari, bahkan ada yang berujung kriminal. Disharmoni dalam keluarga, juga berdampak pada berbagai problem ditengah masyarakat hingga meluas menjadi problem akut dilevel negara. Tingginya angka perceraian, kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika, kekerasan seksual dll telah menjadi masalah dalam skala negara. Keluarga dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas timbulnya berbagai masalah sosial tesebut. Belum lama ini anggota DPRD provinsi Jawa Barat, dari komisi 3 ibu Tia Fitriani melakukan sosialisasi perda yang telah digulirkan sejak tahun 2014. Perda tersebut menegaskan pentingnya penguatan institusi keluarga dalam pembangunan daerah (TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG). 

Keluarga Ditengah Gempuran Ide Kapitalisme

Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosperda) Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga, telah dilaksanakan di Desa Ciheulang, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, (TribunJabar, Rabu 16/4/2025). Sebelas tahun perda ketahanan keluarga telah digulirkan, namun kehadirannya belum menjadi solusi bagi berbagai persoalan keluarga dan masyarakat. Bahkan baru tersosialisasi, padahal ketok palu pengesahan sebuah perda, tidaklah murah apalagi di alam demokrasi dengan ciri khas transaksionalnya. Sebagai wakil rakyat, untuk duduk dikursi empuk DPRD/DPR berbiaya tinggi, mereka dibayar untuk sebuah perda. Biaya perumusan sebuah perda paling tidak sekitar 300-500 juta rupiah tergantung daerah dan kompleksitasnya. Perunusan perda dari mulai perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan hingga pengundangan, berasal dari APBD. Tentu saja APBD adalah uang rakyat, maka bila perda sekedar disusun tanpa implementasi, jelas merugikan rakyat.

Mengapa perda ketahanan keluarga baru tersosialisasi?. Disatu sisi anggota DPRD menilai sosialisasi ini penting, tapi disisi lain nampaknya negara kurang 'concern' terhadap problem ketahanan keluarga. Sementara sebagai wakil rakyat tentu melihat merasakan bahwa problem keluarga kian marak. Fakta hari ini Keluarga berada di tengah gempuran gaya hidup bergelimang syahwat, dan hedonisme akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler. Gempuran ide-ide turunannya seperti materialisme dan feminisme juga kuat. Kebahagiaan keluarga dinilai dengan ukuran-ukuran materi. Kritik terhadap subtansi Perda, karena spiritnya kental ide kapitalisme sekuler dan feminis. 

Konsep pemberdayaan wanita diruang publik arahnya ekonomi bahkan cenderung eksploitatif. Wanita berdaya, adalah mandiri secara ekonomi sehingga bisa berkontribusi bagi keluarga. Pengasuhan anak mereduksi peran sejati ibu. Ditambah dorongan keluarga berencana, bahwa keluarga kecil adalah keluarga bahagia dengan pertimbangan materi. Jelas perda ini tidak akan mampu mengatasi maraknya perceraian, perselingkuhan dan KDRT sebaliknya justru memicu, karena persoalan muncul ketika wanita memiliki kemandirian materi lupa hak dan kewajiban dalam keluarga, ditambah fondasi keluarga yang rapuh.. Akar masalah keluarga dan sosial masyarakat tidak tersentuh.

Islam Mewujudkan Ketahanan Keluarga Hakiki 

Mewujudkan keluarga sakinah mawadah wa Rahmah dalam Islam harus berbasis aqidah. Ketahanan keluarga kokoh adalah ketika bangunan Keluarga memiliki fondasi yang kuat yaitu tiada lain aqidah Islam inilah keimanan yang kuat. Kemudian tiang-tiang bangunannya adalah syariat Islam yang berasal dari zat yang maha mengerti dan paling memahami yang terbaik bagi manusia dan keluarga. Hak dan kewajiban pasutri, pendidikan anak terikat dengan syariat dari Allah yang terpapar jelas dalam Al Qur'an dan Sunnah nabi Saw. Keluarga berjalan berawal dari sebuah filosofi surat Ar Ruum ayat 21. Bahwa keluarga diikat karena kuasa Allah dengan tujuan meraih ridho Allah, dan hukum asal sebuah keluarga hakekatnya sakinah mawadah wa rahmah. Dengan modal aqidah syariah pasangan Sholeh, jangankan benturan ekonomi atau jiwa, semua ujian dalam keluarga bisa diatasi bersama pasutri. Tidak mengambil jalan pintas cerai, selingkuh atau lainnya.

Dari keluarga seperti ini lahir generasi emas yang bersyakhsiyah islam berkepribadian Islam yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap Islam dengan dasar aqidah Islam. Inilah cikal bakal lahirnya peradaban emas Islam dahulu. Sejatinya inilah yang harus dibangun dalam mewujudkan ketahanan keluarga yang kokoh. Dan yang terpenting sistem kapitalisme harus dicampakkan diganti dengan penerapan Islam secara menyeluruh (kaffah) dilevel masyarakat dan negara sebab ketahanan sebuah keluarga dipastikan terkait dengan sistem hidup yang berlaku disekitar keluarga. Jangan harap keluarga tetap baik baik saja sementara lingkungan luar sangat rusak., Wallahu alam

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter