Solusi Dua Negara, Tidak Adil dan Tidak Realistis

 Oleh :Eli Maryati

Presiden RI Bpk Prabowo Subianto sudah tiga kali membahas solusi dua negara ( Two - State - Solution ) terkait konflik Zionis - Palestina secara eksplisit. Ketiga momen tersebut yang pertama : Pidato di LLSS Shangria - La pada hari Sabtu ( 01/06/2024 ). Prabowo saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI. Kedua : Pernyataan Prabowo saat bertemu presiden Perancis Emmanuel Macron beserta istrinya Brigitte Macron di Istana Merdeka, pada hari Rabu ( 28/05/25 ). Ini dalam rangka kunjungan kenegaraan 75 th hubungan diplomatik antara Perancis dan Indonesia. Ketiga : Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk penyelesaian damai atas masalah Palestina dan implementasi,  yang digelar di gedung Majelis Umum PBB, New York AS, pada hari Senin ( 22/09/25 ).


Ketiga momen tersebut Prabowo mengatakan bahwa, Indonesia mendukung terwujudnya Two - State - Solution sebagai satu - satunya jalan perdamaian abadi bagi Palestina dan Israel. Prabowo juga menjanjikan, siap mengirimkan pasukan perdamaian di kawasan yang terdampak konflik Israel dan Palestina. Sementara secara global, negara yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara terus bertambah,  seperti : Perancis, Malta, Andora, Canada, Australia, Inggris, Portugal, dan lain sebagainya. Mereka mendeklarasikan pengakuan resmi terhadap Palestina. Dengan demikian, jumlah negara yang mengakui Palestina kini menjadi 156 ( mengutip Lemonde.Fr ).


Kondisi Gaza semakin memburuk akibat agresi Zionis yang didukung oleh AS semakin membrutal. Zionis AS terus meningkatkan serangan untuk mengosongkan Gaza. Tidak ada satupun negara yang berdiri tegak di sisi Gaza, semua mengambil posisi aman dengan AS. AS seakan menjadi penggung nyata dunia internasional. Bahkan negara besar lebih memilih bersembunyi di balik jargon perdamaian semu, yang ditawarkan oleh AS melalui solusi dua negara.


Jika ditelusuri lebih dalam, usulan dua negara sejatinya merupakan bentuk keputusasaan AS atas keteguhan rakyat Gaza dan para Mujahidin yang terus berjuang mempertahankan tanah air nya. Gaza tidak pernah tunduk, meski diserang tanpa henti. Bahkan memberikan serangan balik yang menjadikan penjajah Zionis tidak pernah merasa aman. Karena itu, agar perlawanan kaum muslimin dapat dilemahkan dan dapat diarahkan ke jalur politik yang jauh dari spirit jihad, maka AS mengajukan solusi kompromi melalui solusi dua negara.


Solusi dua negara bermakna, mengakui berdirinya negara Palestina sekaligus mengakui berdirinya negara Israel. Padahal, berdirinya negara Israel dilakukan dengan menduduki wilayah Palestina, menjajah, merampas, mengusir, bahkan melakukan genosida terhadap rakyat Palestina. Menerima, mengakui negara Israel sama saja dengan menerima dan mengakui keberadaan penjajah di tanah yang di jajah dan di rampas. 


Disamping itu, kalau mengakui keberadaan dua negara pasti akan bermasalah dengan batas - batas wilayah kedua negara tersebut. Begitu juga Palestina, mereka akan kesulitan mendapatkan keadilan, jika di paksa harus menyerahkan wilayah mereka kepada Israel, yang selama puluhan tahun sudah berusaha dipertahankan. Artinya tawaran solusi dua negara sama sekali tidak punya landasan, tidak adil,  tawaran ilusi, melangit, tidak realistis, dan tidak akan pernah terealisasi.


Sayangnya, dukungan solusi dua negara tidak hanya datang dari Barat, Indonesia dan para pemimpin negeri - negeri Muslim ikut menyuarakan hal yang sama. Padahal, langkah tersebut semakin menjauhkan umat dari cita - cita sejati pembebasan Palestina. Hal ini juga bertentangan dengan arus global,  yang sedang menggaungkan HAM dan menentang kebiadaban dan penjajahan.


Sesungguhnya solusi strategis untuk mengusir penjajah di Palestina dengan cara yang dikenal oleh Zionis, yakni bahasa kekerasan. Dalam agama Islam, cara ini disebut " Jihad ". Jihad adalah ajaran Islam berupa perang melawan kaum kafir dalam menegakkan agama Allah SWT. Ketika saudara - saudara kita diperangi, maka kita wajib membela dan menolong mereka. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam TQS Al-Baqarah : 191 yang berbunyi " Perangilah mereka dimana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian ". 


Untuk melakukan Jihad umat Islam harus memiliki kekuatan. Untuk memiliki kekuatan, harus ada Institusi yang menyatukan umat Islam di seluruh dunia yaitu Khilafah Islamiyyah. Karena itu, wajib bagi para penguasa Muslim di Arab dan dunia Islam lainnya, mengirimkan tentara mereka untuk berjihad bersama para Mujahidin di Palestina. 


Sunguh tidak pantas para tentara Muslim hanya berdiam diri dan berpangku tangan, apalagi yang dihadapi umat Islam dalam persoalan Palestina hari ini bukan sekedar entitas Zionis, tetapi AS dan sekutu Eropa. Persoalan ini tidak cukup dengan mengirimkan bantuan kemanusiaan, karena tidak akan menghentikan kejahatannya. Demikian halnya, dengan usulan kerangka perdamaian barat atau solusi dua negara, yang justru berujung kepada pengakuan eksistensi penjajahan Yahudi seolah menjadi sebuah negara yang legal. 


Hanya dengan Jihad Fisabilillah, persoalan Palestina dapat diselesaikan. Kaum Muslimin dengan potensi yang dimilikinya mampu memenangkan perang hanya dalam waktu satu hari saja. Umat harus sadar hanya dengan bersatu, memiliki pemimpin yang satu, dan berjuang dalam satu komando, umat Islam tidak hanya di Palestina, tetapi di seluruh dunia akan hidup penuh ketenangan dan kebahagiaan.


Peristiwa yang berlangsung di Gaza Palestina, serta di negara - negara yang umat Islamnya tertekan karena keyakinannya, seharusnya menyadarkan kita akan pentingnya perjuangan untuk mengembalikan negara dan  kepemimpinan  yang satu di tengah umat,  yakni Khilafah  Islamiyyah. Khilafah akan menabuh genderang perang terhadap siapa saja yang menindas rakyatnya, dan akan mengembalikan kemuliaan umat sebagaimana mestinya. 


Wallahu Allam bii ashwab.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter