Ironis, Islam Dianggap sebagai Masalah Bangsa
Oleh Riani A.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengatakan
pada tim Blak-blakan detikcom bahwa
ada kelompok yang mereduksi agama sesuai kepentingannya sendiri yang tidak
selaras dengan nilai-nilai Pancasila. “Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila
dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jadi kalau kita
jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan,” ujarnya (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200212164219-20-474000/gp-ansor-kritik-kepala-bpip-benturkan-agama-dan-pancasila?).
Banyak pihak yang tidak setuju dan
menyayangkan pernyataan ini. Mereka menganggap bahwa berdirinya Indonesia
adalah karena didukung oleh orang-orang yang beragama kuat, bahkan Sekretaris
Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini meminta
secara tidak langsung untuk ditunjukkan di mana letak kesalahan agama hingga
menjadi musuh Pancasila (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200212111546-20-473855/nu-soal-ketua-bpip-tunjukkan-letak-agama-musuh-pancasila?). Di sisi lain, ketua DPP Partai Demokrat Jansen
Sitindaon menilai bahwa kerukunan di kalangan masyarakat menurun di
pemerintahan kali ini karena pemerintah lebih sering menghebohkan publik dengan
pernyataan-pernyataan kontroversial (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200213181001-20-474401/istana-bela-kepala-bpip-yudian-soal-agama-musuh-pancasila?).
Selain pernyataan ketua BPIP,
baru-baru ini Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga mengharuskan khatib untuk
bersertifikat dan memiliki komitmen kebangsaan karena posisinya sebagai
penceramah akan berpengaruh pada cara berpikir, bersikap, dan bertindak umat
Islam. Ia juga mengatakan, “Dakwah kita harus dalam bingkai kebangsaan dan
kenegaraan. Pancasila dan NKRI itu adalah kesepakatan. Oleh karena itu, kita
tidak boleh membawa sistem lain selain NKRI, gaduh, saya terus terang saja
misalnya Khilafah” (https://mediaindonesia.com/read/detail/290144-wapres-khatib-harus-diseleksi-dan-bersertifikat).
Meskipun
Yudian tidak mengatakan secara langsung bahwa agama yang dimaksud adalah Islam,
fakta-fakta bela ulama, bela Nabi, bela bendera tauhid, hijrah, dan lain-lain
yang dianggap radikal serta intoleran cukup menunjukkan bahwa Islamlah yang
disebut sebagai musuh negara. Ironisnya, para pendiri bangsa dan orang-orang
yang melawan penjajah banyak yang merupakan Muslim. Selain itu, Khilafah
merupakan ajaran Islam. Istilah Khilafah digunakan dalam hadits Nabi SAW
sebagaimana yang diriwayatkan Ahmad bin Hanbal, “Ada era kenabian di antara
kalian, dengan izin Allah akan tetap ada, kemudian ia akan diangkat oleh Allah,
jika Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Setelah itu, akan ada era Khilafah
yang mengikuti Manhaj Kenabian” (HR Ahmad). Kemudian jika kita bandingkan
dengan fakta-fakta parpol yang menghasilkan koruptor, kebrutalan kelompok nonmuslim di Minahasa yang menyerang mesjid, gerakan
“Save Babi”, serta adanya pegiat LGBT, seluruhnya tidak dikatakan anti
Pancasila.
Alasan
mengapa Islam selalu disudutkan adalah akibat ketidaksesuaian sistem Demokrasi
sekuler yang diterapkan di Indonesia dengan ajaran Islam. Demokrasi mengusung
kebebasan dan toleransi yang kebablasan. Hal ini berbeda dengan Islam yang
menyesuaikan segala perbuatan masyarakat dengan hukum syara’. Jika umat Islam memahami
hal ini, mereka tidak akan bersifat defensif apologetik dengan mengatakan bahwa
“Islam selaras dengan Pancasila”, karena Pancasila adalah bagian dari Demokrasi
sekuler. Umat Islam juga harus mengetahui bahwa Islamlah satu-satunya solusi
bagi permasalahan bangsa ini dan Demokrasi adalah sumber masalah yang
sebenarnya. Banyak bukti yang menunjukkan hal ini: SDA yang terus-menerus
dikeruk asing, korupsi yang tidak mengenal waktu dan tempat, hukum yang tajam
ke bawah dan tumpul ke atas adalah beberapa di antaranya. Di sisi lain, Islam
dengan hukum-hukumnya yang tegas serta memberikan efek jera selalu dianggap
tabu dan tidak sesuai dengan zaman, padahal Allah SWT berfirman, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan
(hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin?” (al-Ma’idah: 50). Wallahu’alam.
Komentar
Posting Komentar