Rezim Otoriter Lahirkan Omnibus Law
Bu Neneng
Omnibus Law Cipta
Lapangan Kerja menjadi salah satu andalan Pemerintahan periode kedua Presiden
Jokowi. Dia berniat merampingkan
peraturan demi memperlancar investasi. Pemerintah menyatakan akan menyelaraskan
1244 pasal dari 79 UU kedalam RUU Cipta Lapangan
Kerja.
Salah satunya
yang paling banyak memicu protes kaum buruh adalah sektor ketenagakerjaan,
yakni RUU Cipta Lapangan Kerja (cilaka). Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah
berencana menghapus, mengubah dan menambah pasal terkait dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan (money. Kompas.Com.
18/02/2020)
Menurut Wali Kota
Bogor Bima Arya Sugiarto menyebut RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
merupakan bentuk sikap otoriter pemerintah. RUU itu berbahaya sebab mengandung
banyak aturan yang merugikan terutama untuk Pemda. Ada dua hal yang ia soroti
dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, pertama adalah aturan yang
menyebut Menteri Dalam Negeri (Mendagri)
berhak memecat kepala daerah yang dinilai tidak menjalankan Proyek Strategis
Nasional.
Kedua adalah
penghapusan kewajiban para perusahaan untuk mengantongi izin mendirikan
bangunan (IMB). Hal ini akan mengurangi fungsi kontrol dari pemerintah daerah.
Dengan kata lain Omnibus Law tidak banyak berpihak kepada
kesejahteraan rakyat termasuk untuk para buruh.
Dalam Omnibus Law
banyak pasal-pasal yang menghapus hak-hak buruh misalnya aneka cuti (seperti
cuti nikah, haid, melahirkan, ibadah dan cuti keluarga wafat). Kebalikannya
dalam Omnibus Law banyak memberikan kemudahan kepada para pemilik modal dan
pengusaha untuk lebih leluasa menguasai sumber daya alam di negeri ini. Para
pengusaha tidak perlu izin lingkungan dan Amdal, tidak perlu Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dan masih banyak lagi.
Presiden beserta
stafnya dan DPR yang diklaim sebagai penjelmaan politis kehendak umum mayoritas
rakyat dan sebagai wakil rakyat sebenarnya hanya mewakili kaum kapitalis yaitu
para konglomerat dan orang-orang kaya saja karena kaum kapitalislah yang
membiayai proses pemilihan presiden dan Anggota DPR sehingga timbal baliknya
adalah aturan-aturan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah harus lebih
mengutamakan para kapitalis daripada kepentingan rakyat.
Inilah sistem yang berlaku pada saat ini di negeri ini yakni
Sistem Kapitalisme.
Berbeda terbalik
dengan Sistem Islam. Dalam Islam negara mempunyai dua fungsi penting. Pertama
fungsi "raa'in" mengurus urusan rakyat, termasuk pengurusan hajat
hidup publik sesuai tuntunan syara. Ditegaskan Rosulullah SAW. '...Imam
(kholifah) raa"in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap
rakyatnya (HR. Akhmad,Bukhori). Yang kedua fungsi "junnah" pelindung
sekaligus sebagai pembebas manusia dari berbagai bentuk dan agenda
penjajhan. Ditegaskan Rosulullah SAW.
Artinya Imam adalah perisai orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung
kepadanya" (HR. Muslim).
Dalam Sistem Islam kekuasaan bersifat sentralisasi sehingga
menjadikan negara memiliki kewenangan yang memadai untuk menjalankan secara
optimal dan maksimal fungsi raa"in dan junnah. Khilafah sebagai kepala
negara akan dibantu oleh para pembantunya dengan orang-orang yang kompeten dan capable di bidangnya. Fungsi
negara yang sahih adalah pada pelaksanaan syariat Islam secara kaffah dalam
bingkai Khilafah. Saat itulah akan yerwujud suasana pelayanan yang tulus dan
rasa kasih sayang antara pemerintah dan masyarakat sehingga tercipta kemuliaan
dan kesejahteraan bagi manusia dan seluruh alam.
Wallahu a"lam bishawab
Komentar
Posting Komentar