Aroma Islamophobia dan Perpecahan di Balik Isu Penceramah Radikal
Oleh Rengganis Santika A,STP (Aktivis Muslimah Kab. Bandung)
Islamphobia di Lingkaran Kekuasaan
Pidato Presiden Joko Widodo di lingkungan TNI dan POLRI beberapa waktu lalu
mengingatkan agar jangan sampai mengatasnamakan demokrasi kemudian menyusupkan
penceramah radikal dalam kegiatan beragama. Demikian pula tenaga ahli utama kantor
staf presiden, Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa yang disampaikan presiden
sudah tepat, karena ibarat kanker radikalisme ini sudah masuk stadium keempat,
sangat kritis (suara.com, 6/3/2022).
Publik bisa menyaksikan bahwa pernyataan orang nomor satu dan lingkaran
kekuasaan tentang adanya penceramah radikal, seolah mengkonfirmasi bahwa rezim
saat ini memang anti Islam (Islamphobia). Mengapa isu penceramah radikal begitu
disorot seolah-olah inilah problematika utama bangsa? Mengapa Islam dan kaum
muslimin yang selalu menjadi target atau sasaran tembak rezim; mengapa agama
diluar Islam seakan tidak pernah buat masalah? Apakah penceramah radikal lebih
berbahaya dari koruptor? Lebih berbahaya dibanding merampok uang rakyat? Atau
apakah Islam biang kerok kemiskinan, pengangguran? Atau kerusakan moral bangsa?
Jadi jelas aroma Islamphobia begitu kuat, dan sikap mereka terhadap Islam
membuka topeng, siapa sesungguhnya orang-orang dalam lingkaran kekuasaan.
BNPT Bertanggung Jawab atas Perpecahan Bangsa
Tak lama setelah pidato presiden tersebut, BNPT langsung melempar pada publik
list ciri-ciri penceramah radikal. Waketum MUI Anwar Abbas dalam acara Catatan Demokrasi
TV One menyampaikan bahwa ciri-ciri penceramah radikal yang dibuat BNPT sangat
diskriminatif. Mengapa hanya penceramah radikal? Apakah tidak ada dosen atau
profesi lain yang radikal?
Di saat definisi radikalisme saja belum jelas, ciri-ciri penceramah radikal
versi BNPT sangat tendensius bahkan terkesan menuduh dan memfitnah, di samping
tak punya landasan hukum, seperti mengkafirkan pada orang yang berbeda agama. Jelas
ini tidak berlandaskan norma agama hanya berdasarkan selera penguasa. Di sisi
lain beredar daftar nama 180 penceramah radikal. Jelas hal ini akan memancing
perpecahan dan kegaduhan. Umat yang awam bisa saling curiga, saling tuduh. BNPT
harus bertanggung jawab atas semua masalah dampak isu penceramah radikal yang
digulirkannya.
Pertarungan Amar Ma'ruf Nahi Munkar VS Antikritik
Kewajiban mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran sudah menjadi
kewajiban setiap muslim tak terkecuali penguasa, pejabat, selebritas, dan
rakyat. Ini perintah Allah yang akan menjamin kebahagian dunia akhirat. Sejarah
memberi pelajaran bahwa sebuah peradaban akan berakhir bila aktivitas amar
ma'ruf nahi munkar atau dakwah sudah ditinggalkan dan para penguasanya
antikritik, memerintah sesuai seleranya. Mereka memilih hidup dalam kemewahan
daripada peduli pada rakyat yang memilihnya. Mekanisme amar ma'ruf nahi munkar
atau dakwah kepada penguasa disebut muhasabah lil hukam, amal ini harus
konsisten terus dilakukan sekalipun pada penguasa tiran. Ancaman penguasa tak
boleh menyurutkan langkah para pejuangnya. Mati dalam ketaatan jauh lebih baik
daripada hidup dalam kemaksiatan, mematuhi penguasa dzalim seraya melanggar
perintah pemilik alam semesta Allah swt. Wallahu 'alam bish showab.
Komentar
Posting Komentar