KEHADIRAN RS OETOMO DI TENGAH PROBLEM KESEHATAN DI KABUPATEN BANDUNG
Belum lama ini Bupati kabupaten Bandung DR. H. Dadang Supriatna
menandatangani MoU antara pemda dan swasta untuk kesepakatan pembangunan Oetomo
hospital di kecamatan BojongSoang, dalam kesempatan tersebut bupati berharap
kehadiran Rumah Sakit Oetomo bisa menyolusi kekurangan sarana rawat inap dan
pelayanan kesehatan di Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk di Kabupaten Bandung
3,72 juta jiwa, idealnya tersedia ruang rawat inap sekitar 3.700. Saat ini dari
15 rumah sakit yang ada baik swasta maupun pemerintah, baru bisa menampung
2.000 tempat rawat inap. (Visi.news.com,
22/7/2023).
Antara IPM Dan Realita Kesehatan Masyarakat
Bupati menyampaikan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) di Kabupaten
Bandung meningkat yaitu 73,8 point. IPM menjadi indikator kesehatan masyarakat,
dimana pelayanan rumah sakit menjadi salah satu penilaian IPM. Bupati optimis,
ditunjang keberadaan BPJS kesehatan, akan mampu memberikan layanan terbaik. 97%
masyarakat di kabupaten Bandung sudah terlayani BPJS. Masyarakat bisa datang ke
rumah sakit tanpa harus membayar, cukup bawa kartu BPJS, begitu yang
disampaikan bupati,( radaronline 23/7/2023).
Berbicara realitas BPJS ternyata tak semanis angka-angka diatas
kertas dan teori, namun praktek di lapangan baik dilevel kabupaten bahkan
nasional, BPJS bukan tanpa masalah. Sudah menjadi rahasia umum, banyak sekali
keluhan di masyarakat terkait layanan BPJS. Fakta BPJS sendiri tidaklah gratis.
BPJS sebagaimana asuransi pada umumnya, masyarakat tetap harus membayar premi
"seumur hidup bagi seluruh anggota keluarga" tak jarang banyak
terjadi tunggakan sehingga tak otomatis bisa mendapat layanan kesehatan. Tidak
semua fasilitas dan tindakan di rumah sakit seperti operasi, obat dll,
ter-cover BPJS. Realitas lain yang tak dapat dipungkiri adalah masih adanya
disparitas antara pelayanan BPJS dengan umum.
Catatan lain yang penting untuk dikritisi, mengapa rumah sakit
bertambah tapi problem kesehatanpun bertambah, khususnya di kabupaten Bandung?
Seperti fakta masih tingginya angka kematian ibu dan bayi, membuktikan layanan
kesehatan belum memadai dan merata. Masih banyak masyarakat yang sulit mendapat
akses kesehatan. Data dari dinkes menyebut, anemia, TBC masih
"menghantui" masyarakat kabupaten Bandung. Masalah Kesehatan tidak
berdiri sendiri, namun terkait dengan ekonomi, politik, sosial, pendidikan.
Sehingga langkah kebijakan harus komprehensif. Rumah sakit
"mentereng" bertambah tapi nyatanya biaya berobat tak murah. Gizi
buruk karena kesulitan ekonomi, akses ke faskes yang memadai bagi masyarakat
pelosok masih sulit. Belum lama ini DPR (mempercepat) pengesahan UU kesehatan,
dengan paradigma kesehatan yang makin liberal, kesehatan menjadi "bisnis"
kapitalis/oligharki.
Paradigma Islam Dalam Bidang Kesehatan
Paradigma islam bahwa kesehatan merupakan kebutuhan asasi rakyat,
dan negara sebagai raa'in (pelayan/pengatur) hadir memastikan hak kesehatan
bagi rakyat terpenuhi. Ketika islam diterapkan dalam sebuah negara. Maka negara
memastikan kesehatan berkualitas dengan faskes terbaik bagi seluruh rakyat
tanpa kecuali dan diskriminasi secara gratis. Semua itu didukung ekonomi yang
kuat dari pemasukan negara yang berasal dari kepemilikan umum di Baitul Maal. Jaminan
pemenuhan dipastikan oleh political will yang pro rakyat. Sungguh jauh berbeda
dengan tata kelola kesehatan publik dalam kapitalisme, negara tak mau terbebani
subsidi sehingga di negara-negara kapitalis, baik negara yang dianggap maju
atau berkembang, Kesehatan berbasis
asuransi. Sejarah mencatat di masa kekhalifahan bani umayyah, abasiyyah
kesehatan dunia islam berjaya sampai dikenal di penjuru Eropa. Paradigma
kesehatan dalam islam adalah hasil dari pendalaman terhadap syari'ah
islam....wallahu'alam.

Komentar
Posting Komentar