Kejutan Memilukan Untuk Rakyat
Oleh: Ani Kartini
Akhir-akhir ini, rakyat begitu banyak mendapatkan kejutan dari pemerintah, selain dari melonjaknya harga beras yang merupakan bahan makanan pokok rakyat, kini ditambah lagi dengan pemberitahuan per 1 Oktober PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis nonsubsidi. Kali ini, ada empat jenis BBM yang mengalami kenaikan, yaitu Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. Harga Pertamax dari Rp13.300 per liter menjadi Rp 14.000 per liter (detik.com 30/9/2023).
Salah satu alasan kenaikan harga BBM adalah karena pergerakan harga minyak dunia yang sedang mengalami kenaikan. Indonesia sebagai negara net importir tentu akan sangat terpengaruh oleh harga minyak dunia. Apalagi perdagangan minyak dunia menggunakan standar mata uang asing sehingga stabilitas harga akan sulit dikendalikan. Ditambah permasalahan persediaan BBM bersubsidi yang katanya untuk rakyat juga kian langka.
Alhasil, efek domino dari kenaikan BBM nonsubsidi sangatlah besar terhadap perekonomian dan kehidupan rakyat. Sayangnya, pemerintah seolah tidak berdaya menghadapinya, ujung-ujungnya rakyatlah yang menanggung beban.
Komponen pembentuk harga dasar BBM di tanah air terdiri atas biaya perolehan, biaya penyimpanan, dan biaya distribusi. Biaya perolehan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk penyediaan BBM, sedangkan biaya penyimpanan dan distribusi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk mendistribusikan BBM ke konsumen di seluruh Indonesia. Komponen terbesar dalam pembentukan harga BBM di tanah air adalah biaya perolehannya.
Sebagian besar kebutuhan minyak dalam negeri dari impor sehingga harga minyak dunia menjadi komponen terbesar dalam pembentukan harga BBM, yaitu sekitar 55—60% tergantung kualitas minyaknya. Sementara 40% lainnya ditentukan oleh biaya distribusi dan penyimpanannya, mulai dari biaya pengiriman, pengolahan di kilang hingga margin semua rantai bisnis, termasuk pajak-pajak baik PPN atau Pajak Bahan Bakar kendaraan Bermotor (PBBKB). Oleh karena itu, kenaikan harga minyak dunia sangat signifikan dalam memengaruhi harga BBM tanah air. Inilah yang menjadi alasan ketidakberdayaan pemerintah dalam menjaga stabilisasi harga BBM.
Sebenarnya, ketidakberdayaan pemerintah terhadap kenaikan harga BBM tidak datang dengan sendirinya dan tidak bisa pula dibenarkan. Bagaimanapun, pemerintah bertanggung jawab menjaga stabilitas harga BBM. Kenaikan harga BBM akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa yang jika terus dibiarkan akan mengantarkan pada inflasi.
Hal ini tak akan terjadi jika negara mandiri dalam menyediakan BBM, dan akan mendapatkan keuntungann yang tinggi jika terjadi kenaikan harga minyak dunia. Negara Indonesia adalah satu dari sekian negara yang memiliki cadangan migas melimpah di dunia. Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) mencatat potensi minyak di Indonesia mencapai 4,2 miliar barel. Sayangnya, banyak dari lapangan migas belum tereksploitasi, khususnya di laut-laut lepas karena biaya eksplorasi dan eksploitasi yang begitu besar. APBN yang selalu defisit tidak mampu menanggungnya. Alhasil, kebutuhan minyak dalam negeri tidak bisa terpenuhi mandiri, impor pun menjadi solusi. Sungguh paradoks yang nyata saat menyaksikan negeri dengan cadangan minyak yang begitu besar malah menjadi negara net importir. Inilah yang menjadikan harga BBM tidak bisa dikendalikan pemerintah.
Lebih jauh dari itu, jika negara ini mandiri, kebutuhan BBM dalam negeri bisa terpenuhi, bahkan Indonesia bisa menjadi negara net eksportir minyak. Akan tetapi adanya liberalisasi migas menjadikan swasta yang menguasai hulu hingga hilir pengelolaan migas. Jika sudah dikuasai swasta, keuntungan tidak akan mengalir pada kas negara. Terbukti, pemasukan APBN dari pengelolaan SDA sangat kecil.

Komentar
Posting Komentar