Seriuskah Negara dalam Migitasi Karhutla?
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) setiap tahun terus berulang. Baru-baru ini, titik kebakaran terjadi hampir di seluruh Provinsi Kalimantan, khususnya di titik Kalimantan Barat dengan intensitas titik api sedang hingga tinggi. “Kejadian Karhutla di Kalimantan tersebut terus terulang karena pemerintah tidak serius mengurus sumber-sumber kehidupan atau Sumber Daya Alam (SDA)”, ujar Ully Artha sebagai Manager Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Ully menerangkan salah urusnya negara tersebut mengkibatkan tidak adanya perlindungan yang ketat terhadap wilayah-wilayah yang penting dan rentan. Salah satunya lahan gambut dan hutan (tempo.co, 20/08/23)
Lebih lanjut, Ully menjelaskan lahan gambut dan hutan di Kalimantan sudah banyak dibebani dengan perizinan, baik perizinan monokultur sawit, pertambangan, dan izin di sektor kehutanan lainnya. Jika hal tersebut dibiarkan dan tidak serius ditangani pastinya angka karhutla ini akan terus meningkat sampai akhir tahun.
Padahal, jika karhutla ini terus berulang sangat berpotensi membahayakan lingkungan juga menyebabkan kabut asap sehingga mengancam kesehatan rakyat, hal ini terbukti dengan meningkatnya kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) serta mengganggu mobilitas barang. Akan tetapi, saat ini penyelesaian yang dilakukan hanya sebatas meminimkan titik api ataupun migitasi karhutla yang jelas-jelas belum efektif dan belum berhasil. Penyelesaian dengan cara tersebut kenyataannya belum mampu mengatasi karhutla karena masih saja terus berulang apalagi ketika musim kemarau tiba.
Apabila kita perhatikan, ternyata akar permasalahannya bukan pada teknis semata melainkan dampak kapitalisasi hutan atas nama konsesi. Semenjak terbitnya UU 5/1967 tentang pokok-pokok kehutanan, para konglomerat dan penguasa menjadi penentu izin pengelolaan hutan dan inilah menjadi salah satu penyebab karhutla terus terjadi. Para kapitalis dengan bebas membabat habis hutan demi kepentingan bisnis mereka bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Negara pun menjadi abai, tidak lagi mempedulikan keselamatan rakyat, yang mereka pikirkan bagaimana agar mereka mendapatkan keuntungan yang melimpah tidak peduli apakah itu merugikan banyak pihak ataupun tidak. Sudah jelas, sistem kapitalisme ini negara hanya dijadikan sebagai regulator dimana semua keputusan apapun hanya berorientasi pada keuntungan saja meskipun kebijakan tersebut merugikan rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam, apapun permasalahannya pasti ada solusinya termasuk karhutla. Permasalahan karhutla ini hanya bisa teratasi dengan tuntas jika negara menerapkan sistem Islam secara kaaffah. Dalam Islam sudah jelas, bahwa hutan adalah salah satu milik umum dan pemanfaatannya tidak boleh membahayakan kehidupan rakyat dan lingkungan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 11, yang artinya: "Apabila dikatakan kepada mereka, 'janganlah berbuat kerusakan di bumi'. Mereka menjawab, sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan."
Islam memiliki aturan dalam pengelolaan harta milik umum oleh Negara. Hutan adalah milik umum yang tidak bisa dimiliki dan dikuasai oleh individu. Islam memerintahkan kepemilikan umum hanya boleh dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat untuk dimanfaatkan. Pihak swasta tidak ada kewenangan untuk mengelola kepemilikan umum tersebut. Negara harus bersikap tegas dalam menyikapi permasalahan ini guna untuk melindungi rakyat. Apabila karhutla ini memang terjadi karena ulah manusia maka negara harus memberi sanksi kepada pelaku tersebut dengan tegas sesuai dengan sanksi Islam. Oleh karena itu ketika sistem Islam diterapkan, maka semua permasalahan umat bisa diatasi dengan baik.

Komentar
Posting Komentar