Pelaparan Sistemik, Genosida Gaya Baru di Gaza, Butuh Solusi Hakiki

Sejak lebih dari 21 bulan, lebih dari 2,1 juta penduduk Gaza hidup di ambang batas kelangsungan hidup. Perang, blokade, dan penghancuran sistematis telah menjadikan pangan, air, dan obat sebagai senjata perang. Data Al Jazeera (10 Agustus 2025) mencatat 212 orang tewas akibat kelaparan, termasuk 98 anak. WHO melaporkan hampir 12.000 anak balita menderita malnutrisi akut. UNICEF menyebutkan satu juta anak kehilangan akses bantuan sejak Maret 2025.


Tragedi paling menyayat hati, ratusan orang dibunuh saat mengantre bantuan pangan. Zionis bahkan meracuni tepung bantuan dengan zat adiktif sebagaimana diungkap Al Arabiya (29 Juni 2025). Selain itu, ribuan truk bahan pangan dihancurkan dan warga ditembaki saat distribusi. PBB sendiri mengutuk tindakan Israel yang menjadikan pangan sebagai senjata, namun tak ada langkah nyata untuk menghentikannya

Diamnya Penguasa Muslim


Genosida di Gaza menyingkap kemunafikan para penguasa Muslim, khususnya di negeri-negeri Arab. Alih-alih membela saudara seiman, mereka justru bungkam, bersekutu dengan penjajah, atau menormalisasi hubungan dengan Israel. Mesir menutup pintu Rafah, bahkan menangkap rakyat yang ingin membantu Palestina. Mereka rela menjadi benteng penjajah, padahal umat menuntut aksi nyata.


Diamnya penguasa ini bukan sekadar kelemahan, melainkan pengkhianatan besar. Rasulullah ﷺ sudah memperingatkan bahwa membiarkan kezhaliman tanpa mencegahnya akan mengundang azab Allah. Ibn Hajar al-Haitami menegaskan, termasuk dosa besar adalah diamnya penguasa dari kewajiban menolong kaum tertindas.


Nasionalisme dan Kapitalisme


Akar pengkhianatan ini adalah nasionalisme yang mematikan ukhuwah Islamiyah. Ikatan akidah dilemahkan oleh sekat-sekat kebangsaan, hingga penderitaan Muslim Gaza dianggap bukan urusan mereka. Ironisnya, orang-orang kafir pun masih memiliki empati pada penderitaan rakyat Gaza, sementara para penguasa Muslim kehilangan rasa kemanusiaan.


Lebih jauh, krisis Gaza tidak bisa dilepaskan dari kapitalisme global. Zionis lahir, tumbuh, dan terus dipelihara oleh sistem kapitalisme internasional. Barat, terutama Amerika Serikat, mengucurkan miliaran dolar setiap tahun demi memperkuat militer Israel. Kapitalisme telah menjadikan darah Muslim tak berharga, sementara penguasa Muslim lebih sibuk menjaga kursi dan kuasa.


Krisis Gaza adalah perang ideologi: antara kufur kapitalisme dengan Islam. Karena itu, solusi parsial seperti bantuan kemanusiaan tidak akan pernah cukup.


Solusi Gaza:  Jihad dan Khilafah 

Mengapa Jihad?

Pertama, jalur politik terbukti gagal. Sejak perundingan damai hingga resolusi PBB, tak ada yang membuahkan hasil. Wilayah Palestina justru makin dicaplok.


Kedua, Islam mengharamkan persekutuan atau perdamaian dengan pihak yang memerangi kaum Muslim. QS al-Mumtahanah [60]:9 menegaskan larangan menjadikan mereka sebagai kawan.


Ketiga, jihad adalah kewajiban syar’i ketika kaum Muslim diperangi. QS al-Baqarah [2]:194 dan [2]:191 menegaskan perintah melawan agresi musuh. Ulama seperti Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dan Syaikh Said al-Qahthani menjelaskan bahwa jihad menjadi fardhu ‘ain, bukan hanya bagi Muslim Palestina, tetapi juga negeri sekitarnya seperti Mesir, Yordania, dan Suriah.


Secara militer, kekuatan negeri-negeri Muslim jauh lebih besar dibanding Israel. Jika bersatu, dengan izin Allah, entitas Zionis bisa dihancurkan.


Mengapa Khilafah?


Realitas politik hari ini menunjukkan, Palestina mustahil terbebas tanpa institusi politik Islam. Barat terbukti berpihak pada Israel, sementara PBB hanyalah lembaga yang sejak awal melahirkan dan mengakui entitas Yahudi.


Hanya Khilafah yang mampu menyatukan kekuatan umat dan menggerakkan jihad. Sejarah mencatat bagaimana Umar bin al-Khaththab ra. menjaga Palestina dari Yahudi, Rasulullah ﷺ mengusir Yahudi pengkhianat di Madinah, dan Sultan Abdul Hamid II menolak suap Theodor Herzl demi mempertahankan Palestina.


Khilafah adalah junnah (perisai) umat sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ: “Sungguh Imam itu laksana perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung.” (HR Muslim).


Melalui Khilafah, umat akan bersatu dalam satu tubuh, saling menolong dan membela. Tidak ada lagi sejengkal tanah Muslim yang bisa dijajah. Dengan Khilafah, ukhuwah Islamiyah akan kembali hidup, dan Gaza tidak lagi sendirian menghadapi kezaliman Zionis.


Penutup


Menolong Gaza bukan sekadar aksi kemanusiaan, tetapi konsekuensi akidah Islam. Kaum Muslim di Gaza tidak butuh kata-kata kosong, melainkan kekuatan riil berupa Khilafah yang siap memobilisasi tentara untuk berjihad.


Zionis hanya memahami bahasa kekuatan. Kebiadaban mereka harus dijawab dengan jihad, di bawah kepemimpinan Khilafah Rasyidah yang dijanjikan Allah akan kembali tegak di akhir zaman. Saat itu, Zionis akan hancur, dan bumi Palestina kembali dalam pelukan kaum Muslim.


Wallahu a’lam bishshawab.


Elis

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter