SUMBER DAYA ALAM MILIK UMAT,HARAM DI PRIVATISASI !
Oleh : Ratna Juwita
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarief menyoroti maraknya korupsi di sektor Sumber Daya Alam (SDA). Menurut Laode, banyak pejabat di Indonesia yang sengaja menjual murah SDA.
Para pejabat menjual murah sumber daya alam untuk kepentingan pribadinya. Sayangnya, kata Syarief, baru sedikit pejabat nakal tersebut yang ditangkap dan terbukti melakukan korupsi.
"Banyak sekali sumber daya alam di Indonesia dijual murah oleh pejabat. Dan ingat, yang ditangkap itu hanya sebagian kecil dan sebagian besar belum tertangkap," kata Syarief di Gedung KPK lama, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (25/1/2019).
Syarief mencontohkan pejabat yang sudah diproses KPK karena melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan SDA. Beberapa pejabat negara tersebut yakni, Amin Nasution dan Tengku Azman Jafar.
"Jadi agak susah bagi kita untuk menjaga lingkungan Indonesia kalau orang-orang yang seharusnya merawat itu, tapi tidak amanah," tekannya.
Sejauh ini, kata Syarief, pihaknya baru dapat memproses sekira 20 penyelenggara negara ataupun pejabat daerah yang melakukan korupsi di sektor SDA. Dari korupsi tersebut, sambungnya, KPK menemukan kasus yang merugikan negara hingga Rp1,2 triliun.
"Lebih dari 20 pejabat diproses KPK terkait sektor kehutanan, ada beberapa kasus yang kerugian negaranya mencapai Rp1,2 triliun," terangnya.
Kebijakan privatisasi merupakan kebijakan yang berbahaya setidaknya dilihat dari beberapa kenyataan di antara : Pertama, aset hanya akan beredar pada segelintir orang/kelompok bisnis saja yang akan membentuk gurita usaha merkantilisme yang ujung-ujungnya membuat kesenjangan ekonomi semakin besar.
Kedua, melakukan privatisasi berarti negara berusaha melepaskan tanggung jawabnya terhadap rakyat karena negara tidak akan sanggup melakukan kewajiban-kewajiban yang seharusnya dipikulnya seperti pengadaan sarana pendidikan yang memadai, penanganan kesehatan yang layak, dan lain-lain.
Ketiga, dengan privatisasi negara akan disibukkan mencari sumber-sumber pendapatan baru untuk menjamin bergulirnya aktivitas operasional negara dan pembangunan. Hal yang paling mungkin dan paling mudah dilaksanakan adalah menaikkan pajak (produksi, PPN, dan lain-lain) dan retribusi (kebersihan, penerangan jalan, pasar/terminal, parkir, dan lain-lain). Semua ini secara pasti akan melambungkan harga barang dan jasa yang diproduksi. Buntutnya, rakyatlah yang akan semakin menderita. Keempat, jika privatisasi dilakukan kepada investor asing ini sama saja dengan melakukan bunuh diri ekonomi dan politis. Perusahaan kapitalis asing itulah nanti yang akan menguasai dan mengendalikan kebijakan ekonomi sekaligus pengokohan dominasi politik atas penguasa dan rakyat negeri-negeri tersebut yang nota bene sebagian besar beragama Islam. Bagaimana AS begitu gerah ketika terjadi protes besar-besaran di Exxon Mobil Oil beberapa waktu yang lalu. Ketergantungan yang sangat besar kepada negara-negara asing tersebut justru akan semakin menjerumuskan kita ke dalam jurang ketidakmandirian.
Pandangan Islam
Bagi orang yang beranggapan Islam sebagai ideologi (aqidah yang memancarkan sistem) tentu tidaklah asing jika dikatakan bahwa Islam juga memberikan aturan dalam hal pengelolaan SDA sehingga dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat.
Dalam masalah pengelolaan SDA khususnya dan permasalahan ekonomi pada umumnya Islam telah menata terlebih dahulu tentang konsep hak milik (al milkiyah). Kejelasan konsep hak milik ini akan berakibat pada kejelasan siapa yang berhak memanfaatkan hak milik tersebut (at tasharruf fi al milkiyah). Kemudian dijelaskan pula tentang masalah distribusi harta di tengah manusia (tauzi’u al tsarwah baina al nas). Ketiga hal itulah yang menjadi pilar ekonomi Islam.
Syari’at Islam telah menjelaskan bahwa seluruh benda yang oleh Allah SWT telah diperuntukkan bagi suatu komunitas – di mana mereka masing-masing saling membutuhkan – terkategori sebagai barang milik umum. Benda-benda tersebut nampak dalam tiga hal, yaitu (1)
Yang merupakan fasilitas umum, ,yang kalau tidak ada di suatu negeri akan menyebabkan kesulitan dan sengketa dalam mencarinya. Rasulullah SAW telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut dalam hadits dari Ibnu Abbas : “Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud). Juga hadits lain dari Abu Hurairah : “Tidak hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapa pun), yaitu air, padang, dan api.” (HR. Ibnu Majah). (2) Barang tambang yang depositnya tidak terbatas. Telah diriwayatkan dari Abyadl bin Hamal bahwa dia pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu meminta kepada beliau agar memberinya tambang garam, lalu Rasulullah SAW pun memberinya. Ketika Abyadl pergi, seorang sahabat berkata kepada Rasulullah SAW : “Wahai Rasulullah, tahukah anda apa yang telah anda berikan kepadanya ? Sesungguhnya anda telah memberikan kepadanya sesuatu (yang bagaikan) air mengalir.” Rasulullah SAW kemudian menarik kembali pemberian tersebut. Salah seorang sahabat tadi menyerupakan tambang garam dengan air mengalir karena banyaknya deposit pada tambang garam tersebut. Ini mencakup pula setiap barang tambang dengan deposit yang banyak seperti minyak bumi, gas, fosfat, tembaga, emas, perak, timah, dan lain-lain. (3) Barang-barang yang dilihat dari tabiat bentuknya tidak mungkin dimiliki oleh individu seperti laut, sungai, atmosfer udara, dan sebagainya.
Barang-barang milik umum tersebut dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat atau dikelola oleh negara di mana hasilnya (dalam bentuk produk) dikembalikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmatinya secara gratis atau dijual dengan harga wajar dan hasilnya (dalam bentuk keuntungan penjualan) dikembalikan kepada masyarakat baik berupa dana maupun sarana-sarana kebutuhan umum seperti sarana pendidikan dan kesehatan. Semua ini hanya dapat dilakukan jika ada negara yang mau menerapkan Islam secara kaffah.
Dengan demikian, untuk mengakhiri kisruh pengelolaan sumberdaya alam sebagaimana yang terjadi saat ini, mau tak mau, kita harus kembali pada ketentuan syariah Islam. Selama pengelolaan sumberdaya alam didasarkan pada aturan-aturan sekular kapitalis, tidak diatur dengan syariah Islam, semua itu tak akan banyak manfaatnya bagi rakyat dan pastinya akan kehilangan berkahnya. Terbukti, di tengah berlimpahnya sumberdaya alam kita, mayoritas rakyat negeri ini miskin. Pasalnya, sebagian besar kekayaan alam kita hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing, bukan oleh rakyat kebanyakan.
Alhasil, mari kita bersegera menjalankan semua ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, dengan cara melaksanakan dan menerapkan seluruh syariah Islam. Penerapan seluruh syariah Islam tentu membutuhkan peran negara. Pasalnya, banyak ketentuan syariah Islam berurusan langsung dengan hajat hidup orang banyak, seperti pengelolaan sumberdaya alam. Tanpa peran negara yang menerapkan syariah Islam, rakyat secara umumlah yang dirugikan, sebagaimana terjadi saat ini. WalLâhu alam.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarief menyoroti maraknya korupsi di sektor Sumber Daya Alam (SDA). Menurut Laode, banyak pejabat di Indonesia yang sengaja menjual murah SDA.
Para pejabat menjual murah sumber daya alam untuk kepentingan pribadinya. Sayangnya, kata Syarief, baru sedikit pejabat nakal tersebut yang ditangkap dan terbukti melakukan korupsi.
"Banyak sekali sumber daya alam di Indonesia dijual murah oleh pejabat. Dan ingat, yang ditangkap itu hanya sebagian kecil dan sebagian besar belum tertangkap," kata Syarief di Gedung KPK lama, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (25/1/2019).
Syarief mencontohkan pejabat yang sudah diproses KPK karena melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan SDA. Beberapa pejabat negara tersebut yakni, Amin Nasution dan Tengku Azman Jafar.
"Jadi agak susah bagi kita untuk menjaga lingkungan Indonesia kalau orang-orang yang seharusnya merawat itu, tapi tidak amanah," tekannya.
Sejauh ini, kata Syarief, pihaknya baru dapat memproses sekira 20 penyelenggara negara ataupun pejabat daerah yang melakukan korupsi di sektor SDA. Dari korupsi tersebut, sambungnya, KPK menemukan kasus yang merugikan negara hingga Rp1,2 triliun.
"Lebih dari 20 pejabat diproses KPK terkait sektor kehutanan, ada beberapa kasus yang kerugian negaranya mencapai Rp1,2 triliun," terangnya.
Kebijakan privatisasi merupakan kebijakan yang berbahaya setidaknya dilihat dari beberapa kenyataan di antara : Pertama, aset hanya akan beredar pada segelintir orang/kelompok bisnis saja yang akan membentuk gurita usaha merkantilisme yang ujung-ujungnya membuat kesenjangan ekonomi semakin besar.
Kedua, melakukan privatisasi berarti negara berusaha melepaskan tanggung jawabnya terhadap rakyat karena negara tidak akan sanggup melakukan kewajiban-kewajiban yang seharusnya dipikulnya seperti pengadaan sarana pendidikan yang memadai, penanganan kesehatan yang layak, dan lain-lain.
Ketiga, dengan privatisasi negara akan disibukkan mencari sumber-sumber pendapatan baru untuk menjamin bergulirnya aktivitas operasional negara dan pembangunan. Hal yang paling mungkin dan paling mudah dilaksanakan adalah menaikkan pajak (produksi, PPN, dan lain-lain) dan retribusi (kebersihan, penerangan jalan, pasar/terminal, parkir, dan lain-lain). Semua ini secara pasti akan melambungkan harga barang dan jasa yang diproduksi. Buntutnya, rakyatlah yang akan semakin menderita. Keempat, jika privatisasi dilakukan kepada investor asing ini sama saja dengan melakukan bunuh diri ekonomi dan politis. Perusahaan kapitalis asing itulah nanti yang akan menguasai dan mengendalikan kebijakan ekonomi sekaligus pengokohan dominasi politik atas penguasa dan rakyat negeri-negeri tersebut yang nota bene sebagian besar beragama Islam. Bagaimana AS begitu gerah ketika terjadi protes besar-besaran di Exxon Mobil Oil beberapa waktu yang lalu. Ketergantungan yang sangat besar kepada negara-negara asing tersebut justru akan semakin menjerumuskan kita ke dalam jurang ketidakmandirian.
Pandangan Islam
Bagi orang yang beranggapan Islam sebagai ideologi (aqidah yang memancarkan sistem) tentu tidaklah asing jika dikatakan bahwa Islam juga memberikan aturan dalam hal pengelolaan SDA sehingga dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat.
Dalam masalah pengelolaan SDA khususnya dan permasalahan ekonomi pada umumnya Islam telah menata terlebih dahulu tentang konsep hak milik (al milkiyah). Kejelasan konsep hak milik ini akan berakibat pada kejelasan siapa yang berhak memanfaatkan hak milik tersebut (at tasharruf fi al milkiyah). Kemudian dijelaskan pula tentang masalah distribusi harta di tengah manusia (tauzi’u al tsarwah baina al nas). Ketiga hal itulah yang menjadi pilar ekonomi Islam.
Syari’at Islam telah menjelaskan bahwa seluruh benda yang oleh Allah SWT telah diperuntukkan bagi suatu komunitas – di mana mereka masing-masing saling membutuhkan – terkategori sebagai barang milik umum. Benda-benda tersebut nampak dalam tiga hal, yaitu (1)
Yang merupakan fasilitas umum, ,yang kalau tidak ada di suatu negeri akan menyebabkan kesulitan dan sengketa dalam mencarinya. Rasulullah SAW telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut dalam hadits dari Ibnu Abbas : “Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud). Juga hadits lain dari Abu Hurairah : “Tidak hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapa pun), yaitu air, padang, dan api.” (HR. Ibnu Majah). (2) Barang tambang yang depositnya tidak terbatas. Telah diriwayatkan dari Abyadl bin Hamal bahwa dia pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu meminta kepada beliau agar memberinya tambang garam, lalu Rasulullah SAW pun memberinya. Ketika Abyadl pergi, seorang sahabat berkata kepada Rasulullah SAW : “Wahai Rasulullah, tahukah anda apa yang telah anda berikan kepadanya ? Sesungguhnya anda telah memberikan kepadanya sesuatu (yang bagaikan) air mengalir.” Rasulullah SAW kemudian menarik kembali pemberian tersebut. Salah seorang sahabat tadi menyerupakan tambang garam dengan air mengalir karena banyaknya deposit pada tambang garam tersebut. Ini mencakup pula setiap barang tambang dengan deposit yang banyak seperti minyak bumi, gas, fosfat, tembaga, emas, perak, timah, dan lain-lain. (3) Barang-barang yang dilihat dari tabiat bentuknya tidak mungkin dimiliki oleh individu seperti laut, sungai, atmosfer udara, dan sebagainya.
Barang-barang milik umum tersebut dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat atau dikelola oleh negara di mana hasilnya (dalam bentuk produk) dikembalikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmatinya secara gratis atau dijual dengan harga wajar dan hasilnya (dalam bentuk keuntungan penjualan) dikembalikan kepada masyarakat baik berupa dana maupun sarana-sarana kebutuhan umum seperti sarana pendidikan dan kesehatan. Semua ini hanya dapat dilakukan jika ada negara yang mau menerapkan Islam secara kaffah.
Dengan demikian, untuk mengakhiri kisruh pengelolaan sumberdaya alam sebagaimana yang terjadi saat ini, mau tak mau, kita harus kembali pada ketentuan syariah Islam. Selama pengelolaan sumberdaya alam didasarkan pada aturan-aturan sekular kapitalis, tidak diatur dengan syariah Islam, semua itu tak akan banyak manfaatnya bagi rakyat dan pastinya akan kehilangan berkahnya. Terbukti, di tengah berlimpahnya sumberdaya alam kita, mayoritas rakyat negeri ini miskin. Pasalnya, sebagian besar kekayaan alam kita hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing, bukan oleh rakyat kebanyakan.
Alhasil, mari kita bersegera menjalankan semua ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, dengan cara melaksanakan dan menerapkan seluruh syariah Islam. Penerapan seluruh syariah Islam tentu membutuhkan peran negara. Pasalnya, banyak ketentuan syariah Islam berurusan langsung dengan hajat hidup orang banyak, seperti pengelolaan sumberdaya alam. Tanpa peran negara yang menerapkan syariah Islam, rakyat secara umumlah yang dirugikan, sebagaimana terjadi saat ini. WalLâhu alam.
Komentar
Posting Komentar