Antara Curhat Tenaga Kesehatan Dan Curhat Korporasi



           Sedih...pilu..mendengar kisah para tenaga kesehatan (nakes) yang berjuang di garda terdepan dalam menyelamatkan para korban covid 19. Sementara hari demi hari korban terus berjatuhan. Bahkan banyak diantara para nakes sendiri yang menjadi korban. Ya tentu merekalah kelompok paling rentan mengalami penularan virus covid 19. Lelah...itu sudah pasti! Karena mereka bekerja tak kenal waktu selama 24 jam bergantian tanpa libur dalam menangani pasien. Bekerja penuh dalam balutan APD yang panas, jika salah saja dalam prosedur pemakaian APD maka resiko tertular tinggi. Rasa bosan, penat dan stress pun tak luput menyeliputi emosi jiwa mereka sebagai manusia biasa seperti kita. Merekapun punya keluarga yang senatiasa mengkhawatirkan kondisi mereka.

           Curhat tentang nasib para nakes, yang menyedihkan, memprihatinkan, bahkan penuh ironi terus terjadi sampai detik ini. Beratnya pekerjaan dengan resiko tinggi itu adalah kenyataan yang harus mereka pikul. Semua itu tak menyurutkan semangat para nakes ini. Mereka tak minta disebut pahlawan atau mendapat bintang jasa. Menyaksikan kesembuhan pasien dan berhasil mengeluarkan pasien dari kondisi kritis , adalah sebuah kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri atas dedikasi mereka yang tak kenal lelah. Sungguh perjuangan mulia, yang sepatutnya mendapat apresiasi dari negara dan masyarakat.
          Namun masih saja ada pihak-pihak yang tak memiliki nurani atau sekedar empati atas perjuangan para nakes ini. Miris mendengar kisah dua orang perawat yang diusir masyarakat dari tempat kost nya, karena dikhawatirkan akan menularkan virus. Bahkan ada jenazah nakes yang gugur terinfeksi covid 19 ditolak di kampung halamannya. Belum lagi perawat yang di PHK karena pihak RS tidak mampu meng-cover pembiayaan gaji para nakes. Belum lama pun kita mendengar banyak nakes yang gugur dalam perjuangan melawan covid 19, tak terhitung mereka yang positif terinfeksi di beberapa daerah. Padahal mereka adalah ujung tombak perlawanan terhadap virus covid 19. Dan yang paling ironis saat bulan ramadhan mereka terus bekerja menangani pasien namun gaji mereka justru dipotong dan THR tidak dibayarkan (Republika.co.id). Adapula nakes yang menuntut honor dipecat dengan tidak hormat.
          Kisah sedikit manis barangkali bagi para nakes di DKI Jakarta, paling tidak ada sedikit hiburan bagi mereka mendapat fasilitas tempat tinggal di hotel tapi itupun tidak semuanya. Sampai disini apakah masyarakat mendengar curhat para nakes ini? Tentu, namun dengan beragam respon, ada yang peduli, simpati kemudian memberi bantuan semampunya, dan tak sedikit yang tak mau tau alias cuek karena merasa itu bukan wewenangnya. Lalu bagaimana dengan respon negara? Semoga perjuangan para nakes tulus dan ikhlas. Namun apakah ikhlas berarti negara bisa abai terhadap kesejahteraan dan jaminan hidupnya? Ikhlas, aqad kerja dan janji presiden itu hal berbeda. Aqad tetap harus dipenuhi maka pemotongan gaji, PHK, tak ada THR adalah kedzaliman negara dan Rumah sakit. Demikian pula janji presiden akan memberi insentif bagi nakes penanganan covid 19, wajib dipenuhi tanpa alasan.
           Disisi lain adapula curhat dan keluh kesah para pelaku usaha dari mulai level UMKM sampai level korporasi multinasional yang kolaps menghadapi covid 19. Lalu bagaimana dengan sikap negara? Perlu dipahami bahwa negri kaya ini menganut sistem kapitalisme yang berorientasi pada ekonomi dan materi. Kapitalisme dengan karakter serakah dan rakusnya terhadap materi sudah menunjukkan cacat dan kegagalannya dalam tata kelola ekonomi yang berkeadilan dan mensejahterakan rakyat. Maka ketika pasukan Alloh swt covid 19 ini menyerang, kerapuhan ideologi kapitalisme kian nampak sektor ekonomipun hancur.
           Para pengemban kapitalisme (yaitu para otak korporasi dan anteknya) tak mau ideologi kapitalisme lenyap demi menutupi kelicikannya. Lewat keserakahan korporasi kapitalis, mereka telah berhasil menguasai hampir 90% aset publik. Bagi mereka tak ada pilihan lain selain mengamankan ekonomi korporasi yang jumlahnya hanya 5% di dunia, sekaligus memutar kembali roda ekonomi agar rakyat bisa kembali autopilot mengurusi dirinya sendiri, tanpa negara harus repot menyediakan bansos dan subsidi. Lembaga perbankan adalah jantungnya kapitalisme, disaat nyaris sekarat maka bank lah yang harus cepat diselamatkan tak peduli berapapun negara harus menggelontorkan uang. Seperti saat pandemi ini, negara memberi stimulus perbankan ratusan trilyun akibat kredit macet selama pandemi.
          Negara pun harus mengamankan pilar kapitalisme yaitu para korporasi maka stimilus pajak dll dengan nominal fantastis mengalir mudah. Semua demi materi dan kekuasaan. Beginilah nasib negri kaya yang berada dibawah ketiak korporasi kapitalis, kaya namun tak mampu mensejahterakan rakyatnya. Curhat kaki tangan kapitalis untuk mengamankan pundi-pundi hartanya begitu serius ditindak lanjuti. Tak peduli negara jadi lamban mengeksekusi kebijakan penyelamatan rakyat, tak peduli apa kata pakar tentang pelonggaran PSBB dan new normal dini yang berpotensi bahaya, tak peduli plin-plan dan mancla-mencle dengan aturan yang dibuatnya sendiri...semua harus berorientasi pada ekonomi, hilang nya nyawa bagi kapitalisme adalah konsekwensi logis dari sebuah wabah!!
         Kini antara curhat nakes dan curhat korporasi jelas sudah si penggila harta berkuasa dan menang. Para nakes yang hanya bisa menatap nanar dinding Ruang isolasi dan rumah sakit tak kuasa menahan kesenduan di malam takbiran, sekedar mengirim THR bagi orang-orang tercinta di rumah sana, tak bisa. Mungkin ada nakes yang masih aman secara ekonomi tapi  selebihnya penuh kepiluan. Menyaksikan mall, pasar dan jalanan kembali ramai, sebab kebijakan negara tak konsisten..para nakespun meluapkan rasa kecewa dengan tagar #terserah Indonesia...ya terserah negara ini maunya apa, korban berjatuhan tak kenal ampun...entah kapan semua ini berakhir.??
           Sebagai anak bangsa dan bagian dari warga dunia yang tengah tenggelam oleh pandemi. Kita ingin mengakhiri semua kerumitan ini. Kita berharap happy ending di dunia dan akhirat. Sadarilah bahwa semua kebaikan hanya berasal dari sisi Alloh swt penguasa alam semesta. Dari covid 19 kita dipaksa kembali meng-up grade keimanan/aqidah keyakinan pada hukum/aturan Alloh pada kuasaNya. Sejarah mengajarkan kita contoh terbaik.  Ketika lebih kurang 14 abad dunia dalam naungan kekhilafahan bagaimana negara khilafah membangun kekuatan ekonomi yang berkeadilan dan berhasil menciptakan kesejahteraan hakikk dalam rentang masa dan wilayah yang lama dan luas dan dinikmati baik oleh warga muslim maupun non muslim (T. W Durrant).
         Dari kekuatan ekonomi ini negara khilafah mampu mendirikan rumahsakit yang berkualitas, mendunia dan gratis pada era umayyah dan abbasiyah juga utsmaniyyah. Intinya sektor kesehatan dalam islam dari sejak masa Rasululloh diteruskan para Khalifah begitu serius dijamin negara. Disatu sisi para dokter perawat sebagai warga negara khilafah yang dijamin kesejahteraan nya, disisi lain mereka adalah pegawai negara yang mendapat upah yang layak sebagai ujung tombak negara dibidang kesehatan yang merupakan kebutuhan pokok warga negara, sebagaimana halnya pendidikan, Gaji guru madrasah dg standar dinar dirham (emas perak anti inflasi) pada masa umar bin khattab sebesar 15 dinar, 1 dinar=4,25 gr emas. Ketika harga emas saat pandemi ini hampir 1 jt/gr, maka gaji guru atau nakes saat pandemi kurang lebih setara 60 juta. So jawaban tuntas dari semua curhatan ini, anda mau pilih terpuruk dalam sistem kapitalisme atau berkah dunia akherat dengan aturan islam dalam khilafah??... Yuk !! Bersama menuju "New System"...Khilafah ala minhaj nubuwah..

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter