LINDUNGI PARA PEJUANG GARDA TERDEPAN DENGAN PEMENUHAN PROTEKSI DIRI
Wabah COVID 19 masih terus berlangsung.Para medis terus berjuang di garda terdepan melawan ganasnya serangan virus tersebut. Tetapi ditengah perjuangan mereka yang bermandikan peluh ada hal miris yang terjadi.
Perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Anitha Supriono, hingga kini belum menerima insentif sebesar Rp 7,5 juta yang dijanjikan pemerintah. Anitha merupakan salah satu perawat yang bertugas di ruang Intensive Care Unit (ICU) menangani pasien-pasien positif Covid-19.
"Insentif yang dibilang maksimal tujuh setengah juta itu memang sampai sekarang belum (diterima)," kata Anitha kepada Tempo, Ahad, 24 Mei 2020.
Anitha mengaku tak mengetahui apa alasan belum cairnya insentif. Namun menurut Anitha, para perawat sangat memerlukan insentif itu, terlebih mereka yang mendapatkan pemotongan tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri. "Banyak teman-teman yang di RS swasta yang memberikan kabar enggak dapat THR," kata Anitha.
Anitha bercerita, THR atau gajinya tidak dipotong lantaran statusnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Namun, kata dia, para perawat di rumah sakit swasta atau rumah sakit yang tak terlalu besar belum tentu bernasib demikian.
Soal pemberian insentif ini telah disampaikan Presiden Joko Widodo sejak 23 Maret lalu. Jokowi mengatakan pemerintah akan memberikan insentif bulanan kepada tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19.
Besaran insentif berkisar Rp 5-15 juta setiap bulan. Rinciannya, Rp 15 juta untuk dokter spesialis, Rp 10 juta untuk dokter umum dan dokter gizi, Rp 7,5 juta untuk bidan dan perawat, dan Rp 5 juta untuk tenaga medis lainnya.
Selain uang insentif yang belum cair,beban moril pun ditanggung para medis.Betapa tidak,sejak mereka menangani orang orang yang terinfeksi virus,mereka harus rela berjauhan dengan orang yang mereka cintai,dan dijauhi orang sekitar.
Dengan besarnya perjuangan tenaga medis,pantaslah mereka diganjar penghargaan.Namun bak mimpi di siang bolong,hal itu tidak akan terjadi di sistem kapitalisme ini.
Banyak tenaga medis yang gugur saat menangani wabah karena tidak mendapat perhatian yang memadai.Jangankan memberikan perlindungan utuh dengan kebijakan terintegrasi agar pasien covid tidak terus melonjak, bahkan proteksi finansial jg tidak diberikan. Sebagian tidak mendapat tunjangan, THR perawat honorer dipotong bahkan ada yang dirumahkan karena RS daerah kesulitan dana
Padahal gugurnya tenaga medis atau pemecatan sama dengan berkurangnya prajurit di garda depan medan tempur.
Berkaca pada sistem Islam di era keemasan. Betapa, Islam menjadi garda terdepan dalam urusan kesehatan.
Betapa luar biasanya perhatian Islam terhadap kesehatan di masa itu. Apalagi perhatian terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Dengan perhatian yang luar biasa pada pasien, maka Islam dapat dipastikan memberikan fasilitas terbaik untuk tenaga medisnya. Berupa tunjangan dan akses pendidikan mudah dan gratis serta sarana prasarana. Agar mindset yang muncul dalam diri tenaga medis adalah mindset melayani tak semata-mata hitung-hitungan materi.
Islam memberikan perlindungan kepada para tenaga medis yang menjadi garda terakhir wabah dengan diberlakukannya karantina wilayah. Ini semata-mata dilakukan untuk mencegah semakin merebaknya wabah. Maka wabah tak akan sempat menjadi pandemi. Dengan terpusatnya wabah di satu wilayah saja, memudahkan para tenaga medis untuk fokus dan segera memberikan penanganan.
Selain itu, Islam menjamin sarana dan prasarana kesehatan yang terbaik dan berkualitas tinggi. Mindset menjaga nyawa telah menjadikan penguasa di era keemasan untuk menjaga aset tenaga medisnya. Sehingga dapat dipastikan sarana perlindungan diri seperti APD akan dipenuhi. Sehingga tak akan banyak tenaga medis yang dikorbankan.
Komentar
Posting Komentar