Project S Tiktok Ancam Industri Kecil dalam Negeri





Ramai diberitakan industri kecil dalam negeri bakal ketar ketir karena kebanjiran produk asing, sementara produk lokal ibarat tamu di negeri sendiri. Kini, produk impor memang sudah meraksasa di marketplace. Data Bank Indonesia menyebutkan nilai transaksi perdagangan elektronik atau e-commerce di Indonesia sebesar Rp476,3 triliun pada 2022 (bisnis.com, 20/1/2023). 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor pada April 2023 sebesar USD15,35 miliar atau setara Rp227,55 triliun (Liputan6.com). Angka yang tidak sedikit, maka wajar jika produk impor ini membuat pelaku industri kecil ketar-ketir. Belum lagi menyusul dugaan pengembangan Project S TikTok yang disebut akan semakin mengancam produk lokal. Lantas apakah Project S Tiktok itu?  


Mengenal ‘Project S’ Tiktok

Memiliki jumlah pengguna lebih dari 1 miliar di seluruh dunia, Tiktok jadi salah satu platform media sosial terbesar saat ini.Dalam ‘Project S’ ini, tiktok membuat fitur yang akan menjajakan produknya sendiri  dan menjadi pesaing dari para pedagang yang sebelumnya bernaung di dalamnya. Tak hanya itu, algoritma yang dimiliki oleh platform Tiktok juga bisa mengetahui produk apa saja yang diminati oleh pasar di sebuah negara. Dengan kemampuan riset pasar tersebut, Tiktok akan mampu melihat produk unggulan di pasar tertentu.

Pengamat teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, jika Project S TikTok berjalan, produk-produk luar negeri akan mudah masuk dan dijual ke Indonesia dan pasti mengancam keberlangsungan industri kecil dalam negeri. Menurutnya, Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk-produk asing. Industri kecil terancam hancur, negara produsen bernasib mujur. Ini mengindikasikan bahwa perlindungan negara sangat minim terhadap usaha kecil.


Revisi Permendag, Solusi Tepat?

Menanggapi akan banyaknya produk impor dalam negeri, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, mengungkapkan saat ini pihaknya tengah berkoordinasi untuk menyiapkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020, Permendag tersebut akan direvisi untuk menyelamatkan produk UMKM dari gempuran barang impor terutama dari China yang marak dijual bebas di e-commerce Indonesia. 

Namun, jika kita telaah, revisi Permendag tersebut sejatinya belum cukup menyelesaikan masalah. Meski pemerintah banyak memberikan suport atau dukungan untuk membangkitkan ekonomi industri kecil, seperti memberi bantuan secara tunai bagi industri dan pengusaha kecil, namun disisi lain negara terkesan membiarkan rakyatnya bertarung sendiri menghadapi ganasnya produk asing yang tak terbendung. 

Revisi permendag atau rekomendasi dengan tujuan untuk melindungi indutsri kecil dari persaingan produk asing, sejatinya belumlah cukup untuk membendung banjirnya produk impor. Pemerintah masih membiarkan liberalisasi pasar terbuka lebar. Dengan liberalisasi pasar bebas, tentu pelaku bisnis kelas raksasa dari luar negeri bebas memasuki pasar dalam negeri dengan menawarkan harga produk lebih murah ketimbang pelaku usaha kelas menengah ke bawah. Jelas antara harapan dengan realitas tidak sejalan. Ingin menyelamatkan indutsri kecil, tapi politik pasar bebas terus berlanjut. Maka mustahil akan berhasil.

Kebijakan kran impor yang juga mengucur deras, ibarat menikam rakyat dari belakang. Sepertinya bermuka manis. Memberi angin segar, mendukung indutsri kecil. Tapi faktanya semua sebatas wacana. Bentuk bantuan yang dikucurkan pun tidak semua indutsri kecil mendapatkannya, butuh persyaratan panjang dan berbelit. Bantuan yang setengah hati. Kran impor terus mengalir, membuat indutsri kecil harus bertarung langsung dengan raksasa korporasi di pasar bebas, tanpa proteksi dari pemerintah.

 Pemerintah juga tunduk pada Asean China Free Trade Area, yang membebaskan pajak barang yang masuk wilayah Indonesia. Sedangkan di dalam negeri, pemerintah gagal menciptakan iklim bisnis yang kondusif. Terhadap pelaku indutsri kecil, pemerintah memungut pajak yang menjadikan harga produk lokal tidak kompetitif. Akhirnya E-Commerce hanya akan dinikmati oleh korporasi besar. Seruan agar indutsri kecil memanfaatkan sarana digital dalam mengembangkan usaha akan sia-sia. Karena sejumlah perjanjian ekonomi, baik nasional maupun internasional, nyatanya telah lama menghambat langkah rakyat kecil pelaku usaha untuk berkembang. Semua dampak dari diterapkannya ekonomi liberalisasi perdagangan, buah dari ekonomi liberal sekular kapitalistik. Dipastikan ekonomi rakyat kecil akan mati dengan kebijakan zalim seperti ini.

Abainya Negara dalam Mengurusi Rakyat

Pemerintah telah melepas fungsinya sebagai pelindung dan pelayan rakyat. Ini karena sistem kapitalisme telah melegalkan cara berpikir materialistis, termasuk dalam hal menjalankan pemerintahan. Agama tidak akan pernah dijadikan bahan pertimbangan dalam memutuskan sebuah kebijakan. Sekularisme alias menjauhkan agama dari kehidupan adalah ciri khas kapitalisme. Negara justru berperan memuluskan kepentingan korporasi dengan penerapan sistem ekonomi kapitalisme liberal, yang akhirnya peran negara sebatas penyokong bagi kepentingan dan kesejahteraan  negara kapitalis global saja, padahal fungsi negara adalah melayani kepentingan rakyat. 

Demikianlah ketika penguasa tidak mengurusi perdagangan dengan hukum Islam, hasilnya adalah dominasi pedagang asing terhadap pedagang lokal di dalam negeri. Rakyat tak ikut menikmati keuntungan dari perniagaan di negeri sendiri. Semua ini terjadi karena negara mengatur perdagangan berdasarkan komoditi, bukan pelaku perdagangannya. Sehingga komoditi yang masuk ke pasar Indonesia diterima begitu saja dengan dalih pasar bebas, padahal pelakunya berasal dari darul kufur. Bahkan ada yang terkategori kafir harbi fi’lan (kafir yang memusuhi kaum muslimin) seperti Amerika, Cina dan Israel. Kondisi tersebut tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Karena sistem Islam menjalankan perdagangan berasaskan pelaku perdagangan (pedagangnya).


Syari’at Islam menjamin Perlindungan Rakyat

Peran negara adalah melindungi rakyat dan menjamin kebutuhan mereka, bukan menjadi kepanjangan tangan kepentingan korporasi. Industri kecil akan terus menjadi tumbal penyelamatan ekonomi kapitalis jika negara tidak memainkan perannya secara optimal. Islam sebagai sistem kehidupan, dijamin penuh berkah dan mewujudkan kesejahteraan. Ini karena Islam berasal dari Zat Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta manusia, Allah SWT. Karena Allah pencipta manusia, maka Dia paling memahami yang terbaik untuk manusia. Allah adalah satu-satunya Zat yang sempurna, yang layak disembah oleh manusia. Sehingga seorang muslim, kebahagiaan sejati akan mampu diraihnya manakala dia mampu terikat pada seluruh Syariah-Nya secara menyeluruh alias “kaffah”, dan ini hanya bisa diwujudkan dengan tegaknya Khilafah sebagai institusi pemerintahan Islam.

Setiap pedagang, besar maupun kecil, yang merupakan warga negara berdasarkan syariah Islam akan mendapatkan perlakukan yang sama serta mendapat jaminan kesempatan dan peluang yang sama untuk menjalankan kegiatan usahanya. Negara akan memfasilitasi pedagang besar untuk menjalankan usahanya agar berjalan dengan lancar sekaligus menjamin agar pedagang kecil dapat tetap berusaha tanpa harus kalah bersaing dengan pedagang besar.

Dalam Islam, kesejahteraan masyarakat adalah salah satu hal utama yang menjadi perhatian. Karena penguasa adalah pengurus rakyat, sehingga bertanggung jawab akan segala aspek kehidupannya, termasuk urusan kesejahteraan.

Untuk mencapai poin itu, Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dengan seksama. Salah satunya dengan menyiapkan lapangan kerja seluas-luasnya bagi para laki-laki. Lapangan pekerjaan ini bisa berupa pendirian berbagai industri kebutuhan dalam negeri. Industri ini berada di bawah perlindungan negara. Bahkan menempatkannya di bawah pengawasan departemen dalam Negeri.

Sehingga dalam sistem Islam, problematika banjir produk luar negeri adalah suatu hal mustahil terjadi. Karena industri yang ada merupakan pemasok utama kebutuhan masyarakat dalam negeri. Fokus utama dari pendirian industri bukanlah bisnis tapi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Begitulah ketika Islam menempatkan AlQuran dan sunnah Rasulullah saw sebagai panduan. Penguasa hadir untuk mengayomi rakyatnya. Mencari cara dan metode untuk bisa memenuhi hak rakyatnya. Setiap kebijakan yang bertentangan dengan nash syara, maka tidak boleh diterapkan. Sehingga, baik penguasa dan rakyatnya bisa bahu membahu menjalankan syariat-Nya untuk memperoleh keberkahan dunia dan akhirat.

Demikianlah, Khilafah tidak akan membiarkan rakyat menghidupi kebutuhannya dengan berjuang sendiri. Namun, negara memberikan pelayanan dan berbagai kemudahan agar mereka dapat memenuhi dan mewujudkan kesejahteraan hidup. 


Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter