Ancaman Intervensi Dibalik Investasi China di Indonesia
Rengganis Santika A
Indonesia pernah menjadi primadona dan eksportir tekstil di dunia.
Banyak sentra Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dari Tanah air.
Industri tekstil merupakan industri padat karya sehingga mampu menyerap banyak
tenaga kerja. Tekstil lokal sebelumnya merajai pasar di dalam dan luar negeri.
Sayang realitas itu perlahan pudar. Kondisi ini berawal dari membanjirnya TPT
import terutama dari China. Akhirnya produk lokal kalah bersaing, dibanding
produk China yang lebih murah. Saat ini
Industri TPT lokal sulit bertahan, akhirnya banyak yang gulung tikar. Gelombang
PHK tak terelakan, pengangguran dimana-mana. Ironisnya situasi ini tidak
menjadi alarm bahaya bagi negara. Pemerintah justru membuka pintu
seluas-luasnya bagi investasi China.
Benarkah kedaulatan negara terancam? Ada intervensi dibalik investasi
asing dan China.
Rakyat Terpuruk Kedaulatan Negara Ambruk Sistem Kapitalisme Biangnya
Industri tekstil Indonesia mengalami masa kejayaan tahun 1980
s/d1990-an, sampai menjelang tahun 2000 an masih menguasai pasar. Sektor ini
menyumbang pendapatan ekspor tertinggi bagi negara. Pada periode tersebut,
industri TPT menjadi andalan ekspor Indonesia. Kini keadaan berubah, ketua Umum
Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit (FSP TSK) dan Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Ristandi mengatakan, ada 36 perusahaan
tekstil menengah besar yang tutup dan 31 pabrik lainnya melakukan PHK demi efisiensi.
Ini data sejak tahun 2019, belum termasuk data pemerintah dan Apindo. (CNBC
Indonesia, 30/6/2024).
Ristadi mengatakan, lokasi pabrik-pabrik yang gulung tikar itu ada
di sentra industri TPT di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Kini ribuan mesin
jahit ditutup kain, tak terpakai seperti
yang ada di kawasan pabrik garmen, Kabupaten, Bogor, Kamis, (13/6/2024). Nasib
perusahaan keluarga, lebih parah. Anggota KSPN banyak yang terjerat utang untuk
sekedar bertahan hidup. Ketua Umum Indonesia Pengusaha Konfeksi Berkarya
(IPKB), Nandi Herdiaman, menambahkan lonjakan impor ini juga merupakan dampak
langsung dari perdagangan global dan tindakan anti-dumping terhadap Tiongkok. (
Bisnis.com, Rabu (26/6/2024).
Di tengah situasi kritis ini, Menko Maritim dan Investasi Luhut B.
Pandjaitan malah antusias menyambut
keinginan perusahaan tekstil China menanamkan modal/investasi dengan mendirikan
dua pabrik di Kertajati JaBar dan Sukoharjo, JaTeng, yang katanya bisa menyerap
tenaga kerja 108.000 orang dengan prediksi pertumbuhan ekspor 6,5%-7% senilai
US$18 miliar. Investasi tekstil lainnya datang dari Singapura. Ada 11
perusahaan tekstil (investor China, Singapura dan Indonesia) yang tengah
melakukan proses perizinan investasi di dalam negeri. Konon penyerapan tenaga
kerja sekitar 40.000 orang. Lokasinya di Subang, Karawang, Brebes, Solo dan
Sukoharjo. Investor China, Singapura dan Indonesia, (Bisnis, Rabu (14/6/2024)).
Semua fakta diatas membuktikan tidak adanya keberpihakan negara.
Pemerintah RI yang sejatinya dipilih untuk mengurus rakyatnya. Wajib menjamin
kesejahteraan rakyat dan membela kepentingan rakyat, bukan memberi karpet merah
bagi asing mencari untung besar disini. Sementara pelaku bisnis negerinya
sendiri dibiarkan terpuruk, hanya karena iming-iming lapangan kerja dan nilai
ekspor. Padahal pada saat yang sama negeri ini terjajah, tenaga kerja dalam
negri dieksploitasi sebagai buruh, diinjak dibawah UU omnibus law ciptaker yang
banyak menguntungkan pengusaha dan investor. Rakyat tak punya pilihan untuk
bertahan hidup dengan kerja. Lahan pertanian bertransformasi menjadi pabrik.
Inilah hakekat intervensi (penjajahan) dibalik investasi.
Kedaulatan ada dibawah kendali investor, mereka bisa mengatur
regulasi. Pemerintah tunduk demi "cuan" dari investor. Semua ini
terjadi karena pemerintahan berjalan dibawah sistem rusak dan bathil yaitu
kapitalisme sekuler. Kemajuan sebuah negara dalam kapitalisme hanya diukur
berdasarkan angka. Ekspor naik tak peduli siapa pelaku ekspornya. Pendapatan
meningkat tak peduli pendapatan siapa?. Pemerintah bebas membuka kran investasi
pada swasta dan asing untuk menjarah aset negeri, padahal dalam islam rakyatlah
pemilik sah aset negri ini. Sekulerisme
sukses menjauhkan islam dari kehidupan negri ini, lalu diganti dengan hawa
nafsu.
Solusi Hakiki, Ganti Sistem
Kapitalisme Dengan Islam
Sistem islam memiliki seperangkat aturan/syariat nya yang lengkap
(kaffah) dan komprehensif mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam membolehkan
umatnya bermuamalah atau menjalin bisnis dengan siapapun selama akad-akad
terpenuhi. Syariat terkait negara lebih rinci lagi. Berangkat dari filosofi
negara dan peran kepala negara, adalah mewujudkan kemashlahatan rakyat
keseluruhan. Kepala negara (khalifah)lah yang menjamin pemenuhan ini
terlaksana. Kepala negara harus
menyediakan lapangan kerja bukan mengandalkan investor apalagi asing.
Pemimpin dalam islam adalah
ra'in (penggembala) bagi rakyatnya. Saat penggembala melihat rumput
hijau dia memastkan ternaknya semua kenyang makan bukan mengambil semua rumput
dia makan atau diberikan pada orang lain sementara ternaknya lapar. Saat hujan
penggembalan menggiring ternaknya berteduh dan aman, bukan malah dia lari aman sendiri,
itulah gembala. Sebaliknya Kapitalisme sesuai namanya kapital yaitu modal uang
harta. Orientasinya untung, untung dan untung. Kalau perlu rakyat jadi obyek
meraup untung. Lantas Masih percaya kapitalisme? Saatnya kembali pada islam
secara kaaffah (wallahu' alam bish shawab).
.png)
Komentar
Posting Komentar