PILKADA Kabupaten Bandung Terima Hibah, Akankah Rakyat Berubah?
Rengganis
Santika A, STP
Baru saja hajat demokrasi pilpres (pemilihan presiden) dan pileg
(pemilihan legislatif) berlalu, dengan menyisakan banyak pekerjaan rumah dan
masalah. Tak sedikit biaya yang harus dikeluarkan demi pemilu. Tak lama lagi
hajat demokrasi di daerah yaitu PILKADA, siap digelar. Bahkan Pemkab Bandung
telah memberikan dana hibah demi kesuksesan pilkada. Ironisnya penggelontoran
dana justru terjadi ditengah kondisi rakyat ini hari yang memprihatinkan.
Lantas apakah nasib rakyat akan berubah ditengah janji-janji manis para
kandidat?
Hibah Dibalik Musibah, Nasib Rakyat Tak Berubah.
Belum lama ini Bupati kabupaten Bandung DR. H Dadang Supriatna, hadir
dalam acara peluncuran tahapan Pilkada Serentak Nasional, untuk Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati Bandung serta Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat
tahun 2024, di Jalan Al Fathu Soreang, Kabupaten Bandung, (patrolicyber.com, Jumat
(31/5/2024). Disisi lain, sungguh miris! berdasarkan data dari PPATK (Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) jelang Pemilu 2024, PPATK menemukan
sejumlah aliran dana mencurigakan yang signifikan.
PPATK mencatat ada transaksi mencurigakan senilai Rp 51,47 triliun
dari 100 daftar calon tetap (DCT). Selain itu, terdapat aliran dana dari luar
negeri senilai Rp 7,74 triliun yang diterima oleh 100 caleg tersebut. Aliran
dana sebesar Rp 195 miliar dari luar negeri tersebut masuk ke rekening dari
bendahara 21 partai politik. Terdeteksi pula adanya pembukaan Rekening Baru
jelang Pemilu 2024, senilai 704 juta pada pembukaan rekening baru, yang
diperkirakan berkaitan dengan kontestasi politik.
Kang DS, begitu sapaan akrab bupati kabupaten Bandung, telah menyerahkan hibah sebesar Rp
101,9 miliar untuk KPU Kabupaten Bandung, berikut penyerahan BPJS
Ketenagakerjaan. Tentu dengan harapan agar pilkada lancar dan sukses. Diakui pula bahwa pekerjaan sebagai TPPS dan
pantarlih tidaklah mudah. PILKADA sendiri serentak dilakukan secara nasional di
416 kabupaten dan 98 kota, total ada 514 kabupaten/kota. Maka bisa diperkirakan
berapa biaya yang harus digelontorkan, tentu tidaklah sedikit! Namun sungguh
ironis pada saat yang sama nasib rakyat secara nasional, khususnya di kabupaten
Bandung, tengah dirundung banyak masalah dan musibah. Kabupaten Bandung adalah
lahan subur pinjol dan judol, semua ini terjadi akibat "rakyat sedang
sakit" tekanan hidup, stress, akhirnya mengarahkan mereka untuk berpikir
dangkal mengikuti hawa nafsu.
Tak dapat dipungkiri, rakyat mengalami tekanan ekonomi yang kian
berat karena harus menanggung berbagai beban kehidupan. Seperti biaya kebutuhan
pokok yang terus merangkak naik. Demikian juga biaya kesehatan yang tak kenal
kompromi. Selain itu tingginya biaya pendidikan yang layak berkualitas. Memang kenaikan
UKT ditunda (ingat, hanya ditunda!), akibat suara di tengah masyarakat yang
panas diperbincangkan. Akhirnya rakyat harus berjuang sendiri. Bahkan kenaikan
pajakpun siap mengintai.
Gelombang PHK masih terjadi,
pengangguran terjadi secara masif.
Lapangan kerja yang layak sepadan sulit didapat. Pemerataan
kesejahteraan masih jauh panggang dari api. Rakyat dimana-mana
"autopilot" berjuang sendiri
bertahan hidup. Pemerintah sejatinya hadir sebab ia diamanahi undang-undang
untuk mengurus rakyat. Faktanya
pemerintah sebagai penguasa justru sedang asyik berkolaborasi dengan pengusaha.
Jadilah korporatokrasi "peng peng" (penguasa pengusaha). Inilah
realitas Demokrasi, dimana mekanisme kekuasaan yang sejatinya bekerja mengurus
hidup rakyat kenyataannya justru menciptakan ruang terjadinya politik
transaksional. Sebab Demokrasi dibangun atas sistem kapitalisme yang
berorientasi pada materi, tak peduli halal haram.
Demokrasi sebagai turunan kapitalisme memiliki landasan sekularisme,
yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Pertanyaannya sekarang, masihkah kita
berharap pada Pemilu?? jelas pemilu juga pilkada, adalah jalan mulus terjadinya
politik transaksional yang disertai mantra-mantra berupa janji manis di setiap
kampanye. Mantra kesejahteraan selalu melekat di setiap kampanye. Walhasil
pemilu juga Pilkada berlalu tapi nasib rakyat terutama rakyat kecil tak berubah
malah makin didera musibah. Pemilu semakin membuat rakyat pilu. Rakyat harus
cepat sadar bahwa Pemilu dalam demokrasi tak menghasilkan perubahan apa-apa,
dan ia bukan jalan hakiki meraih kemenangan dan bahagia .
Pemimpin Dalam Islam Adalah Pelayan Rakyat
Haram!! Hukumnya seorang pemimpin dalam islam yang diamanahi
mengurus rakyat kemudian ia membebani dan menyusahkan rakyatnya. Paradigma
pemimpin/penguasa dalam islam adalah "ra'in" yaitu pengurus/pelayan
umat. Sebagaimana dalam hadist, "imam (pemimpin) adalah pengurus
rakyatnya, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya". (HR
muslim). Berbeda dengan paradigma kapitalisme demokrasi, dimana politik dalam
demokrasi adalah cara untuk meraih kekuasaan.
Kekuasaan atau jabatan dalam teori kapitalisme adalah kursi empuk
untuk mendulang untung. Minimal
"balik modal" atas segala biaya yang dikeluarkan demi meraih kursi.
Terjadilah Politik transaksional! ada jabatan ada harga! Fakta hari ini,
orang-orang berlomba meraih jabatan kalau perlu menghalalkan segala cara. Kursi
empuk kekuasaan mereka pertahankan, bahkan diperjuangkan demi menpertahankan jabatan. Terjadilah politik
dinasti, menjadikan anak, cucu, menantu, paman, kerabat dll "wa 'ala alihi
wa shohbihi" terlibat. Padahal Rasulullah saw pernah mengatakan pada Abu
Dzar Al Ghifari, bahwa kekuasaan kelak di akhirat akan menjadi penyesalan.
Dalam pandangan islam mekanisme
pemilihan seorang pemimpin baik pusat maupun daerah tak harus
"ribet" apalagi memakan biaya.
Harus dicatat bahwa filosofi pengelolaan dana dalam islam apalagi dari
APBN (uang rakyat), harus diprioritaskan bagi kemashlahatan rakyat. Kalaupun dalam islam bisa saja ada Pemilu,
tapi hanya sebagai salah satu cara saja memilih pemimpin. Pemilihan bisa juga
dilakukan melalui musyawarah, dimana setiap elemen masyarakat secara
keseluruhan bisa menyampaikan aspirasi dan kandidat calonnya selama memenuhi
syarat. Point terpenting dalam islam, adalah adanya legitimasi dari rakyat
berupa ba'iat (penyerahan mandat kekuasaan dari rakyat pada pemimpin untuk
menjalankan syariat). Kedaulatan ada pada syariat Allah, siapapun pemimpinnya
harus menjalankan amanah sesuai syariat Allah bukan hawa nafsu. Sehingga
kesejahteraan seluruh rakyat dan rahmat bagi seluruh alam dapat diraih.
Buat apa pilih yang mahal, tapi nasib rakyat tak berubah!? Lebih baik pilih
yang murah, simpel tapi dijamin amanah. Kita yakin sebab jaminannya Allah swt.
Pencipta manusia dan semesta yang tak pernah menyalahi janji....semua hanya
akan terwujud bila menerapkan islam secara kaaffah (menyeluruh). wallahu'alam bi shawab
.png)
Komentar
Posting Komentar