Tanpa Bayar Pajak, Layanan Kesehatan Bisa Gratis dengan Aturan Islam



Oleh Risky Febriyanti 

Lika-liku permasalahan layanan kesehatan tak kunjung selesai, beberapa fakta ditemukan di beberapa media online. Mulai dari penjamin kesehatan yang tidak mampu menjamin, hingga masyarakat lebih memilih mengobati diri sendiri dibandingkan pergi ke dokter karena alasan ekonomi maupun minimnya fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan.

Dikutip dari Bisnis.com, JAKARTA — Program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN menghadapi risiko beban jaminan kesehatan yang lebih tinggi dari penerimaannya. Muncul saran agar iuran naik, tetapi berdasarkan perhitungan terbaru, iuran BPJS naik hingga 10% pun tidak cukup dan masih berpotensi menyebabkan defisit dana jaminan sosial.

Dari rri.co.id Penduduk Kalimantan Tengah berjumlah sekitar 2,7 juta jiwa, sehingga memerlukan 2.700 dokter. Namun saat ini, jumlah dokter hanya ada 800 orang, sehingga masih memerlukan sekitar 1.900 dokter lagi untuk mencapai ideal.

Dari goodstat.id. Fenomena mengobati diri sendiri nyatanya dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti status ekonomi dan akses tempat tinggal. Status ekonomi dapat dilihat dari kelompok rumah tangga dengan pengeluaran per kapita per bulan paling rendah (kuintil 1), hingga paling tinggi (kuintil 5). 

Masalah di atas merupakan permasalahan yang seharusnya mudah ditangani oleh sebuah negara. Seharusnya pelayanan kesehatan pada masyarakat diberikan dengan cuma-cuma. Namun kenyataannya di sistem saat ini, kesehatan dikapitalisasi baik dari pendidikan kedokteran dan ilmu kesehatan lainnya ataupun kapitalisasi untuk memperoleh fasilitas kesehatan itu sendiri.

Maka wajar saja fakta didapatkan bahwa ada daerah yang kekurangan tenaga medis atau bahkan masyarakat ekonomi rendah memilih mengobati diri sendiri karena tingginya biaya untuk berobat bagi masyarakat.

Semua masalah itu bisa diselesaikan dengan aturan Islam. Peraturan Islam mengatur kepemilikan menjadi tiga jenis yaitu kepemilikan pribadi, kepemilikan negara dan kepemilikan umat secara umum. Pembiayaan fasilitas kesehatan dan pendidikan dipenuhi dengan kepemilikan umat secara umum. 

Kepemilikan umum meliputi air (pegunungan), api (tambang migas dan tambang lainnya) dan Padang gembalaan (hutan) yang seharusnya dikelola negara untuk kepentingan masyarakat umum tidak ada swasta yang berhak memiliki apalagi dikuasai asing.

Jika dengan pengelolaan demikian maka fasilitas kesehatan dan pendidikan bisa dipenuhi oleh negara secara cuma-cuma tanpa melihat status tertentu baik kaya maupun miskin, tidak pula harus memungut pajak untuk meningkatkan fasilitas kesehatan, ataupun mewajibkan masyarakat mengikuti jaminan kesehatan yang iurannya sangat tinggi dan tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berobat maupun memenuhi kebutuhan rumah sakit itu sendiri. Maka dengan demikian seharusnya pemerintahlah yang memberikan jaminan tersebut secara cuma-cuma.

Sejarah pernah menunjukkan pada masa kejayaan Islam bahwa ilmuwan yang menemukan ilmu kesehatan dan alat kesehatan pertama adalah ilmuwan Islam seperti Ibnu Sina, masih sejak diterapkannya hukum Islam, seorang pasien pria justru diberikan uang setelah dirawat di rumah sakit karena selama sakit pasien pria tersebut tidak bisa mencari nafkah.

Begitu mengesankan jika pengelolaan negara diatur dengan peraturan Islam. Tidak seperti saat ini, rumah sakit menjadi momok menakutkan karena biayanya, pelayanannya dan fasilitasnya. Adapun bantuan jaminan gratis dari pemerintah itu hanya diberikan pada masyarakat tertentu dan sangat terbatas kuotanya. Banyak keluhan masyarakat yang dinonaktifkan status jaminan kesehatannya karena kuota membludak.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter