Membangun Generasi Tangguh Tak Cukup Program "MBG"
Rengganis Santika A, STP
Publik belum lupa fakta miris di Boyolali beberapa waktu lalu, dimana para peternak sapi perah beramai-ramai membuang produksi susu sapi perah mereka. Aksi membuang susu hingga mandi susu, akibat kekecewaan mereka atas kebijakan impor susu dari luar. Pengusaha menolak susu dari peternak yang dinilai lebih mahal. Perusahaan demi untung memilih yang murah, peternak pun marah, negara dinilai tak berdaya. Peristiwa ini sungguh membuat publik mengelus dada. Kurang lebih 50 ton susu sebagai ‘super food’ penyempurna menu sehat sehari-hari, terbuang percuma! Sementara pada saat yang sama, negara tengah memerangi ‘stunting’ (kekurangan gizi di usia tumbuh kembang). Stunting disinyalir bertanggung jawab atas kegagalan mempersiapkan generasi Tangguh di masa yang akan datang. Oleh karena itu pemerintahan presiden Prabowo Subianto menggulirkan program “Makan Bergizi Gratis” atau MBG yang semula bernama MSG (Makan Siang Gratis). Namun apakah pemerintah cukup dan siap, dalam membangun generasi tangguh lewat program MBG? Tentu ini bukan sekedar pertanyaan skeptis tapi semoga tulisan singkat ini menjadi renungan bagi kita semua.
Pro Kontra ‘MBG’ Dan Fakta Kemiskinan
Saat ini kita hidup di dua dunia, dunia nyata dan dunia maya. Kita tak dapat menafikan apa yang terjadi dan berkembang di dunia maya, pro kontra terkait isu MBG, dari mulai korupsinya, menu makanan, pendanaan hingga polemik dari dana zakat dll. Program MBG berawal dari lontaran saat kampanye, yang tentu saja sarat dengan motif pencitraan, menarik perhatian publik. Entah sudah dibarengi dengan gambaran kesiapan entah tidak?. Yang jelas Publik kini menagih janji kampanye dari program populis ini. Belajar dari program stunting, yang penuh cerita carut marut dilapangan, Stunting menyedot anggaran tak sedikit, semakin miris bila anggaran tersebut dari pajak rakyat dan pinjaman luar negri. seharusnya pemerintah lebih berhati-hati. Korupsi anggaran mulai dari pusat sulit diberantas, hasil akhir dilapangan jauh dari harapan.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG, menurunkan berita, Program MBG di Kab. Bandung sudah memasuki tahap pemetaan dan pendataan untuk sekolah penerima manfaat. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Enjang Wahyudin, mengatakan, jumlah murid dan siswa di Kabupaten Bandung mencapai 582 ribu. Mereka terdiri atas jenjang PAUD, SD, dan SMP. Murid PAUD itu kurang lebih ada 67 ribuan, SD kurang lebih ada 356 ribuan dan SMP 134 ribuan serta PKBM (Pusat Kegiatan Belajar SMP 134 ribuan serta PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) kurang lebih ada 23 ribuan," ujar Enjang saat dihubungi, Senin (6/1/2024). Program ini sendiri telah berjalan ditahap sosialisasi, dan baru ditahap pertama. Namun pro kontra terus mencuat. Melihat data diatas untuk kabupaten Bandung saja, jumlahnya cukup besar , tentu tak mudah mengelola semua itu setiap hari. Pertanyaan mendasar muncul, mengapa rakyat harus diberi makanan bergizi gratis? Jawabannya karena daya beli dan daya sadar akan makan bergizi rendah. Namun bila ditelisik semua bermuara pada persoalan ekonomi, yaitu fakta kemiskinan yang nyata di Tengah Masyarakat.
Inilah pangkal benang kusut yang harus pemerintah urai terlebih dahulu. Apa penyebab kemiskinan? Sulit lapangan kerja bagi kepala keluarga, jangankan harga-harga makan bergizi seperti protein hewani yang mahal, sembako pun untuk sehari-hari mahal bagi rakyat kecil. Tentu niat baik pemerintah ini harus dibarengi kesiapan dan kebermanfaatan juga efektif dan efisien. Bukankah pelajar bisa rutin dibagi susu atau telur setiap hari, sekaligus menampung dan menyalurkan susu dari peternak lokal?yang lagi-lagi faktanya peternak sapi perah (di kab. Bandung) mereka masih banyak yang miskin. Bukankah ini lebih efektif efisien dengan kebermanfaatan lebih luas? Kita lihat di medsos banyak anak-anak tidak cocok dengan menu MBG, membuang sayurnya dll. Barangkali negara harus lebih memilih skala prioritas program, mana yang harus terlebih dahulu dituntaskan, jangan sampai anggaran kembali jebol sehingga program tak berkelanjutan. Jangan lupa! yang membutuhkan makanan bergizi bukan hanya pelajar, tapi semua anggota Masyarakat butuh makanan yang layak dan tentu bergizi, mereka berhak hidup sehat Sejahtera.
Generasi Tangguh Adalah Generasi Berkepribadian Islam
Sepakat tidak sepakat fakta ini telah terbukti dalam rangkaian Sejarah Panjang. Ya! Perlu dipahami bahwa yang dimaksud berkepribadian islam adalah memiliki pola pikir dan pola sikap yang berbasis Aqidah islam. Bahkan Pendidikan dalam islam memiliki tujuan adalah membentuk siswa didik, generasi yang berkepribadian islam. Islam memandang membangun generasi Tangguh merupakan Upaya sistemik , yang melibatkan banyak aspek seperti ekonomi, Pendidikan, sosial bahkan politik. Ekonomi akan terkait dengan jaminan pemenuhan kebutuhan asasi publik yaitu sandang, pangan dan papan. Islam sendiri terkait pangan memerintahkan makan makanan yang halal dan thayib. Thayib (baik) artinya layak dan bergizi. Maka negara memastikan lewat politik ekonominya bahawa setiap individu rakyat bisa terpenuhi dan cukup.
Aspek Pendidikan diposisikan sebagai kebutuhan dharuri (penting). Kesehatan, keamanan juga merupakan kebutuhan dharuri, oleh karena itu negara menggratiskan kebutuhan ini, tentu dengan standart kualitas terbaik. Dan Sejarah mencatat semua ini dengan baik. Pendidikan tidak main-main karena memastikan generasi yang dilahirkannya. Pada era khilafah abbasiyah sekolah terbaik memiliki asrama para siswanya selalu mendapat tiga kali makanan bergizi setiap hari secara gratis hamper diseluruh negeri. Begitulah islam membentuk pola pikir Islami. Pola sikap pun diwujudkan dalam Pendidikan dan aspek sosial yang steril dari pengaruh-pengaruh isme/paham yang merusak seperti liberalism, pergaulan bebas dll yang bisa merusak jiwa dan pikiran. Politik negara pun memberi jaminan penjagaan generasi seperti kewenangan politik menghapus konten-konten merusak, memberantas judol, minol dll. Maka tak heran selama 13 abad dibawah kekhilafahan islam lahir generasi emas, bertaburan ilmuwan, pejuang, pebisnis hebat yang membangun peradaban islam. Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar