BUKAN SEKEDAR PENGUASA HASIL PENCITRAAN, UMAT BUTUH SEORANG NEGARAWAN
Oleh : Neng Nur
Calon
presiden (capres) nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi), mengajak pendukungnya
untuk lebih militan dalam menggaet dukungan dari masyarakat yang belum
menentukan pilihan untuk pilpres nanti. Jokowi meminta relawan untuk
ramai-ramai mengajak tetangga dan saudaranya untuk menggunakan hak pilihnya
pada 17 April 2019.
Jokowi
berkali-kali menekankan agar para pendukung nya berperan dalam menekan angka
golput dalam pemilu mendatang. Menurutnya, hak suara yang dimiliki setiap Warga
Negara Indonesia (WNI) berperan dalam menentukan arah perjalanan bangsa ke
depannya. Juga meminta pendukung nya agar tidak takut terhadap hasutan atau
teror yang diterima dari oknum-oknum tak bertanggung jawab. REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA
Riuh
rendahnya situasi politik jelang pemilu di negeri ini sesungguhnya menyisakan
banyak tanya. Akankah lahir dari rahim demokrasi ini sosok pemimpin yang
diharapkan?
Melihat
potret wajah Indonesia dari waktu ke waktu memang nampak kian memprihatinkan.
Kemerdekaan yang tiap tahun dirayakan, sesungguhnya tak mencerminkan realitas
tentang telah tegaknya kedaulatan.
Pergantian
rezim demi rezim pun demikian. Dari masa ke masa, tak ada yang berubah kecuali
kondisi yang kian mundur kebelakang dan tetap langgengnya sistem sekuler
demokrasi yang terbukti banyak memunculkan ke mudhorotan.
Memang
bukan rahasia, jika dari masa ke masa nyaris tak ada penguasa demokrasi yang
berhasil menunaikan apa yang mereka janjikan. Tapi lucunya setiap rezim selalu
bicara tentang pencapaian dan kemajuan, padahal yang ada adalah kegagalan.
Begitu
pun dengan politik. Setiap rezim mengklaim paling mampu menjaga Wibawa dan
kedaulatan, nyatanya dari waktu ke waktu yang berkuasa tetaplah sama. Yakni
sipara cukong pemilik modal beserta juragan asing, yang dengan berbagai cara berhasil
menjerat kaki dan tangan penguasa hingga mudah tunduk tak berdaya.
Di
bidang sosial budaya, penguasa demokrasi ternyata tak mampu mencegah krisis
moral yang kian parah. Perzinahan, perampokan, pembunuhan, pelecehan seksual,
pornografi, korupsi dll, nyaris jadi berita harian dan menjadi life style
generasi kekinian.
Sistem
hukum yang diterapkan nyaris tak bergigi, tak berefek jera bagi para pelaku
kriminalitas. Hukum ini tumpul ke atas tapi selalu tajam kebawah. Ini di
mungkinkan, karena kekuasaan mereka tegak bukan karena kemampuan dan kesadaran,
tapi karena ambisi dan pencitraan.
Itulah
realita yang terjadi. Alih-alih makin sejahtera, kehidupan umat justru kian
sengsara. Dan biang keroknya, tak lain karena penerapan sistem demokrasi yang
memang hanya mampu melahirkan para penguasa sekuler, dan tak mampu melahirkan
negarawan hakiki sebagaimana yang ada dalam kepemimpinan Islam.
Penguasa
dan negarawan jelas berbeda. Siapakah yang disebut dengan negarawan?. Dalam
kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, negarawan adalah orang yang ahli dalam
kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan).
Sehingga
wajar jika realitasnya, penguasa cenderung menuntut palayanan. Mereka memimpin
rakyat karena ambisi dan kesempatan. Sementara negarawan justru bertindak
sebagai pelayan, karena mereka memimpin umat dengan penuh kesadaran dan visi
besar.
Dalam
islam, negarawan sejati ideal dan terbesar sepanjang sejarah tentu Rosulullah
saw. Hanya dalam waktu 23 tahun, beliau telah menghasilkan tiga karya besar
yang belum pernah dicapai oleh pemimpin manapun di seluruh dunia, yaitu:
pertama, tawhidullah (mengesakan Allah swt). Kedua, tawhidul-ummah (menyatukan
umat). Ketiga, tawhidul-hukumah (menyatukan negara/pemerintahan).
Keberhasilan
Rasulullah saw, sebagai negarawan tentu tidak lepas dari peran yang dimainkan
oleh beliau. Yaitu: (1) peran sebagai pengemban risalah islam(pemimpin
umat):(2) peran sebagai kepala negara(pemimpin rakyat): (3)peran sebagai
qodhi(hakim) atas setiap sengketa yang terjadi di tengah-tengah warga negara.
Inilah
yang menyebabkan kepemimpinan islam saat ditegakan, mampu melahirkan peradaban
yang luar biasa cemerlang. Negara islam yang dipimpin negarawan sejati, tampil
sebagai negara yang berwibawa, berdaulat, bahkan adidaya. Dia mengfungsikan
diri sebagai penebar risalah yang dengannya dunia akan diliputi oleh kebaikan.
Sungguh
yang kita butuhkan hari ini bukan sekedar pergantian seorang penguasa, yang
kita butuhkan adalah tampilnya seorang negarawan yang hanya mungkin lahir dalam
kepemimpinan islam dan dipersiapkan dengan pembinaan islam.
Wallahu
a'lam
Komentar
Posting Komentar