ISLAMOPHOBIA TERUS BERULANG,APA SOLUSINYA?
Oleh : Ratna Juwita
Duka
kaum muslim masih menganga atas tragedi pembantaian muslim Christchurch,kini
hati kaum muslimin kembali dibuat pedih dengan peristiwa Islamofobia yang
terjadi beruntun di berbagai belahan dunia. Pada Kamis dini hari, 21 Maret,
sepekan setelah kejadian di New Zealand, empat masjid di Brimingham, Inggris,
diserang dan dirusak (www.bbc.com, 22/03/2019).
Sementara
itu, di Denmark, pemimpin partai sayap kanan Denmark Starm Kurs, Rasmus Paludan,
melakukan aksi pembakaran salinan Al-Qur’an pada Jum’at (22/3) sebagai bentuk
protesnya atas umat Islam yang menunaikan sholat Jum’at di depan gedung
parlemen negara tersebut (www.republika.co.id, 23/03/2019). Belum lagi tragedi
pilu di Mali, dimana 157 muslimin dibantai dengan cara keji (www.sindonews.com,
28/3/2019).
Tak
perlu jauh-jauh ke negeri seberang yang muslimnya minoritas, islamofobia juga
terjadi di negeri sendiri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Muslim
yang ingin berislam secara kaffah dituduh dengan sebutan negatif semisal
radikal, ekstrimis, intoleran, anti-NKRI dan anti-kebhinekaan. Gagasan Khilafah
dan bendera liwa’ serta royyah, yang notabene merupakan bagian dari Islam,
mendapat monstrerisasi dan kriminalisasi dari pihak-pihak liberal-sekuler dan
diaminkan oleh rezim yang sedang berkuasa.
Tercium
aroma ketakutan sekaligus kebencian tatkala simbol-simbol Islam berada di ruang
publik, misalnya, terlihat dari kubu petahana yang mempersoalkan adanya bendera
liwa’ yang berkibar di kampanye Prabowo-Sandi. Pihak TKN bersikukuh mengatakan,
bendera tersebut merupakan bendera HTI dan menyimpulkan bahwa eks-HTI mendukung
kubu Prabowo-Sandi (www.m.tribunnews.com, 25/3/2019). Padahal sudah jelas,
bahwa bendera hitam yang berkibar tersebut adalah ar-royyah yang merupakan
ajaran Islam dan bukan bendera ormas tertentu. Terbukti, dengan adanya
pembelaan sebagian besar umat Islam pasca pembakaran bendera tauhid beberapa
waktu yang lalu.
Islamofobia
Tumbuh Subur dalam Sistem Kufur
Islamophobia
dapat diartikan dengan ketakutan, kebencian atau berprasangka buruk kepada
agama Islam. Agak aneh juga jika dikatakan Indonesia terjangkit Islamophobia,
sedangkan Indonesia sendiri adalah salah satu negara muslim terbesar di dunia.
Islamofobia
yang menjangkiti seluruh dunia, termasuk Indonesia, memang sengaja diciptakan
oleh para pembenci Islam untuk menebar ketakutan terhadap ajaran dan simbol
Islam. Kebencian yang diinisiasi oleh musuh-musuh Islam ini, disebarkan
kemudian diikuti oleh orang-orang jahil yang minim informasi tentang Islam
sehingga termakan propaganda negatif para pembenci Islam. Mispersepsi bahwa
Islam akan menghabisi ras, golongan, dan ajaran lain ini jugalah yang mendorong
tindakan brutal Islamofobia yang dilakukan Brenton Tarrant.
Sistem
Islam Berantas Islamofobia
Sebagai
ajaran yang haq, Islam tidak mungkin bercampur dengan yang bathil termasuk
dalam menjaga kemuliaan dan keluhuran ajarannya. Dan, tidak akan bisa dilakukan
dengan sistem yang bathil. Sistem hari ini sudah sangat jelas kebathilannya
dengan menegasikan peran Allah subhanahu wa ta’ala dalam mengatur segala aspek
kehidupan manusia dan lebih memilih memperturutkan hawa nafsu manusia untuk
menentukan mana yang boleh dan tidak boleh.
Ketakutan
terhadap Islam, ajaran dan simbolnya, hanya bisa dihentikan jika sistem yang
diterapkan juga berlandaskan Islam sehingga informasi yang berkembang tentang
Islam dan ajarannya merupakan informasi yang shahih. Sistem yang berlandaskan
Islam juga akan memfasilitasi secara maksimal agar Islam yang rahmatan lil
‘alamin dapat didakwahkan ke setiap pintu-pintu rumah yang ada di seluruh
penjuru dunia. Dengan demikian, ajaran Islam yang sesuai fitrah manusia,
memuaskan akal, dan menentramkan hati, tersampaikan ke setiap pemikiran dan
hati manusia yang kelak menjadi benih hidayah bagi mereka.
Terhadap
orang-orang kafir yang masih berpeluang mendapatkan hidayah Islam, sistem Islam
membuat slogan “Islam rahmatan lil ‘alamin” benar-benar terwujud nyata di dalam
kehidupan. Sehingga, sejarah mencatat, di masa sistem Khilafah ditegakkan,
orang-orang kafir berbondong-bondong masuk Islam.
Di
sisi lain, sistem Islam bertindak tegas kepada orang-orang yang menampakkan
permusuhan dan kebenciannya terhadap
Islam. Akibatnya, menimbulkan rasa gentar bagi musuh-musuh Islam yang ingin
menodai kemuliaan ajaran Islam dan ingin berbuat dzalim kepada muslimin maupun
kepada kafir dzimmi yang hidup di bawah naungannya.
Bukti
bahwa sistem Islam bisa mengayomi semua agama dan ras, tak terbantahkan karena
banyak tercatat dalam sumber-sumber sejarah yang secara jujur
mendokumentasikannya. Pengakuan tentang peradaban Khilafah yang mengayomi
kemajemukan manusia, tak jarang dilontarkan oleh tokoh-tokoh Barat sendiri yang
notabene bukan seorang muslim, sebut saja Will Durant dengan bukunya yang
berjudul “The Story of Civilization”. Keadilan sistem Khilafah yang tak pandang
bulu dan wujud toleransi yang luar biasa juga terekam di dalam buku “The
Preaching of Islam” karya orientalis dan sejarawan Kristen, Thomas W. Arnold.
Oleh
karena itu, satu-satunya cara untuk memberantas Islamofobia dan
menumbuhsuburkan Islamofilia adalah dengan kembali menerapkan sistem Islam,
yakni Khilafah yang sudah Allah jamin kerahmatannya bagi semesta alam dan sudah
terbukti secara historis.Mari kita sama-sama perjuangkan untuk mewujudkan Islam
Rahmatan Lil'Alamin dan menghapus citra buruk Islam di mata dunia sehingga
tidak ada lagi kata-kata Islamophobia.
Wallahu
'alam bi as shawab.
Komentar
Posting Komentar