TRAGEDI WAMENA, BUKTI KEGAGALAN NEGARA MELINDUNGI RAKYATNYA..


Oleh : Renggnis Santika
  Tiada habis negri ini dirundung musibah dan tragedi. Kini giliran tragedi kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kami di Papua. Tragedi berdarah yang memakan korban jiwa puluhan orang, banyak yang terluka akibat rusuh yang terjadi. Belum lagi rumah dan sarana umum hancur, hangus terbakar serta ribuan orang harus mengungsi khususnya dari para pendatang. Para pendatang di tanah Wamena umumnya mereka adalah orang Minang, Bugis dan Madura, kebanyakan dari mereka bergerak di sektor perdagangan. Keberadaan mereka memang mendominasi perekonomian wamena dibanding warga pribumi.

      Hal yang sangat mengherankan bagi rakyat negri ini, disaat wamena membara, teror dan kengerian terjadi di seantero wamena, sungguh ironis dengan yang dilakukan pemimpin negri ini. Jangankan bertanggungjawab dengan situasi yang terjadi, atau langsung turun ke lapangan, sekedar memberi pernyataan yang melegakan pun tidak! Ternyata presiden yang dipilih kembali dalam dua periode tersebut, masih bisa santai bersepeda di kebun raya Bogor, sambil menebar senyum! tak ada tindakan cepat dan komprehensif untuk mengamankan situasi wamena. Harga nyawa manusia begitu murah, dibacok, dibakar sesama anak bangsa. Nurani dan akal sehat mati kala rasa cemburu yang dalam pada pendatang akhirnya berbuah amarah. Bagai jerami kering yang terpantik setitik api..dan terus berkobar. Lihatlah rezim yang malah sibuk mengamankan posisi kekuasaannya.
Memang sikap seperti ini bukan kali pertama dipertontonkan pimpinan negara. Setali tiga uang sikap yang sama juga ditunjukkan para wakil rakyat di legislatif. Sikap tak memiliki sensitivitas justru dilakukan oleh mereka yang mengaku mewakili rakyat, wadah aspirasi rakyat, betapa sangat menyesakkan dada! Seluruh rakyat Indonesia bisa menyaksikan dagelan tak bermutu dari para wakil rakyat yang rebutan kue kekuasaan di ruang sidang Nusantara DPR-MPR. Negara bukan hanya tidak serius dalam penyelesaian masalah papua namun juga jelas-jelas terbukti negara telah lalai, dan gagal dalam melindungi rakyatnya. Peristiwa teror yang brutal ini sudah berulang terjadi di Papua. Tidak pernah ada solusi tuntas.
Peneliti LIPI Taufiq Setia Permana, mengatakan bahwa dibalik berbagai rusuh di Papua ada dalang yang bermain. Mereka memainkan peran dibalik semua konflik yang terjadi. Selain itu diungkap pula adanya keterlibatan asing, terutama AS dan sekutunya di pasifik yaitu Australia. RI gunakan hak jawab di sidang PBB,Vanuatu Island, di Pasifik yang mengangkat isu Papua. Vanuatu tempat dimana organisasi sayap bagi kemerdekaan Papua berada. Dunia internasional mendesak Australia turun tangan dalam mengamankan Papua. OPM (organisasi Papua Merdeka) berada dibalik banyak kerusuhan dan teror.
OPM tidak mungkin bertahan sejak tahun 60an tanpa dukungan moril dan materi. Negara utama penyokong OPM adalah AS dan sekutunya di Pasifik yaitu Australia. OPM mendapat tempat perlindungan di New Guinea. Motifnya sudah dapat ditebak, Papua dibuat terus bergolak penuh masalah, kemudian dunia internasional (PBB) masuk dan akhirnya referendum. Tidak dapat dipungkiri, rekomendasi lembaga think tank dephan AS, Rand.corp. sejak tahun 1998 untuk mengerat-ngerat Indonesia menjadi 8 bagian, salah satunya Papua, nampaknya kini fakta tersebut terbukti dan makin terang benderang.
Begitu dahsyatnya potensi kekayaan alam Indonesia yang dijuluki atlantis nya dunia, siapapun akan berusaha mendapatkannya. Bangsa Indonesia khususnya para pemangku amanah atas negri besar ini seharusnya mawas diri. Sayang nya pilihan Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia kepada kapitalisme demokrasi tak membuatnya menjadi negara berdaulat, bahkan sejak merdeka selama 74 tahun, Indonesia nyaris tak berdaulat dalam berbagai bidang dan hidup dalam kendali kapitalisme global. Metode kapitalisme adalah menjajah ...dan SOP standarnya adalah bisa dengan senjata dan skema hutang. Cara melemahkan Indonesia, yaitu melalui pemberian hutang dengan dalih pembangunan infrastruktur dari negara donor utama AS dan sekutu. Atau dengan ide nasionalisme dan isu HAM, yang dibungkus isu rasial (ras melanesia) dan ketidakadilan pembangunan di Papua...inilah alat dunia internasional melalui OPM untuk membuat Papua selalu dalam konflik yang memanas.
Walhasil Indonesia tak mampu berbuat banyak, hanya solusi permukaan tak pernah menyentuh akar masalah. Solusi terkesan tidak serius. Seperti operasi anti teror yang tegas oleh pasukan elit. Negara seharusnya hadir dalam perekonomian rakyatnya, tidak membiarkan rakyat lemah bersaing yang kuat. Ketimpangan ekonomi dengan pendatang hingga menimbulkan kecemburuan, semua ini tidak seharusnya terjadi apabila negara menjalankan perannya. Krisis dan konflik dalam kapitalisme bagai siklus terulang karena solusi tak pernah menyentuh ajar problem masyarakat.
Mari kita gunakan akal sehat...memilih kapitalisme demokrasi dengan fakta masa kini yang gagal dan masa depan yang masih gelap tak menentu...atau menerapkan hukum Alloh melalui institusi khilafah dan belajar dari masa lalu yang gemilang...orientalis dan sejarawan dunia yang beragama kristen, Thomas W Arnold dalam buku "Pearching of Islam", bahwa keadilan, kedamaian dan toleransi terwujud dalam naungan khilafah. Terwujud Islam rahmatan lil alamin..tanpa mengenal batas, ras, agama dan warna Kulit. Wallohu'alam bish showab.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter