Generasi dalam Bahaya: Bullying, Kemerosotan Moral, dan Solusi Islam
Oleh Riani
Beberapa waktu lalu viral di media sosial kasus perundungan pada seorang anak berusia 13 tahun di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Anak tersebut ditendang hingga terbentur batu dan berlumuran darah, lalu diceburkan ke sebuah sumur dengan kedalaman 3 meter. Setelah diselidiki, ternyata sang anak dipaksa menenggak tuak oleh teman-temannya, namun ia menolak. Ia juga dipaksa untuk mengisap rokok. Saat kejadian, ada beberapa anak lain yang melihat kejadian tersebut dan merekamnya. Kapolsek Ciparay, Iptu Ilmansyah, menyatakan bahwa setelah memperoleh informasi mengenai aksi perundungan tersebut, polisi langsung mendatangi lokasi kejadian dan memeriksa para pelaku (cnnindonesia.com, 26/6/2025).
Dilansir dari tirto.id (30/12/2024), terdapat tren peningkatan kasus bullying dari tahun ke tahun. Namun, terdapat peningkatan juga pada kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan dan perundungan. Meski demikian, kesadaran masyarakat dan tindakan tegas bagi para pelaku bullying belum cukup untuk mengurangi jumlah kasus hingga menyelesaikan masalah ini secara tuntas. Penyebabnya adalah bullying yang bersifat sistemis di negeri ini.
Sistem pendidikan kapitalis yang diterapkan di Indonesia hanya fokus pada kemampuan peserta didik dalam memperoleh materi, sehingga tidak menyentuh akidah dan akhlak para siswa. Padahal ini adalah poin utama pembentuk moral mereka. Dari kasus yang telah disebutkan saja, para pelaku sudah melakukan beberapa perilaku menyimpang: perundungan, konsumsi miras, dan merokok, padahal dua di antara pelaku adalah siswa berusia 13 dan 12 tahun. Jika asas yang dikedepankan dalam sistem pendidikan adalah akidah dan akhlak, bukan hanya bullying, penyimpangan lain pun akan teratasi.
Dengan demikian, saat ini perlu ada perubahan yang mendasar dan menyeluruh atas sistem kehidupan yang diterapkan di negeri ini, termasuk sistem pendidikan. Perubahan yang dimaksud mengarah pada pemberlakukan syariat Islam.
Terkait bullying sendiri, di dalam Islam, tindakan ini haram dilakukan, baik berbentuk verbal maupun fisik, sekalipun pelakunya adalah pelajar, karena setelah baligh, seorang manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri di hadapan Allah.
Sementara itu, dari segi pendidikan, sistem pendidikan yang berasas akidah Islam memberikan bekal untuk menyiapkan anak yang dapat menjalankan hukum agama (mukalaf) pada saat baligh. Pendidikan ini menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam menyusun kurikulum pendidikan pada semua level. Bahkan pendidikan dalam keluarga pun negaralah yang menyusun kurikulumnya. Semua hal ini adalah untuk mewujudkan generasi yang memiliki kepribadian Islam. Dengan kepribadian ini jugalah terlahir para penerus bangsa yang cerdas dan semangat dalam menuntut ilmu.
Terakhir, negara yang memberlakukan syariat Islam akan mengatur peredaran informasi melalui media sosial dan media massa, hingga tidak terdapat aksi kekerasan yang bisa dilihat secara bebas oleh masyarakat, khususnya para pelajar. Selain itu, negara akan memberlakukan sanksi yang tegas bagi pelaku perundungan. Hal ini berkaitan kembali dengan status mukalaf yang telah dipaparkan. Dengan semua aturan ini, akan terwujud generasi yang bebas dari kekerasan, berakhlak mulia, dan memiliki peradaban yang gemilang. Wallahu a’lam bish shawab.
Beberapa waktu lalu viral di media sosial kasus perundungan pada seorang anak berusia 13 tahun di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Anak tersebut ditendang hingga terbentur batu dan berlumuran darah, lalu diceburkan ke sebuah sumur dengan kedalaman 3 meter. Setelah diselidiki, ternyata sang anak dipaksa menenggak tuak oleh teman-temannya, namun ia menolak. Ia juga dipaksa untuk mengisap rokok. Saat kejadian, ada beberapa anak lain yang melihat kejadian tersebut dan merekamnya. Kapolsek Ciparay, Iptu Ilmansyah, menyatakan bahwa setelah memperoleh informasi mengenai aksi perundungan tersebut, polisi langsung mendatangi lokasi kejadian dan memeriksa para pelaku (cnnindonesia.com, 26/6/2025).
Dilansir dari tirto.id (30/12/2024), terdapat tren peningkatan kasus bullying dari tahun ke tahun. Namun, terdapat peningkatan juga pada kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan dan perundungan. Meski demikian, kesadaran masyarakat dan tindakan tegas bagi para pelaku bullying belum cukup untuk mengurangi jumlah kasus hingga menyelesaikan masalah ini secara tuntas. Penyebabnya adalah bullying yang bersifat sistemis di negeri ini.
Sistem pendidikan kapitalis yang diterapkan di Indonesia hanya fokus pada kemampuan peserta didik dalam memperoleh materi, sehingga tidak menyentuh akidah dan akhlak para siswa. Padahal ini adalah poin utama pembentuk moral mereka. Dari kasus yang telah disebutkan saja, para pelaku sudah melakukan beberapa perilaku menyimpang: perundungan, konsumsi miras, dan merokok, padahal dua di antara pelaku adalah siswa berusia 13 dan 12 tahun. Jika asas yang dikedepankan dalam sistem pendidikan adalah akidah dan akhlak, bukan hanya bullying, penyimpangan lain pun akan teratasi.
Dengan demikian, saat ini perlu ada perubahan yang mendasar dan menyeluruh atas sistem kehidupan yang diterapkan di negeri ini, termasuk sistem pendidikan. Perubahan yang dimaksud mengarah pada pemberlakukan syariat Islam.
Terkait bullying sendiri, di dalam Islam, tindakan ini haram dilakukan, baik berbentuk verbal maupun fisik, sekalipun pelakunya adalah pelajar, karena setelah baligh, seorang manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri di hadapan Allah.
Sementara itu, dari segi pendidikan, sistem pendidikan yang berasas akidah Islam memberikan bekal untuk menyiapkan anak yang dapat menjalankan hukum agama (mukalaf) pada saat baligh. Pendidikan ini menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam menyusun kurikulum pendidikan pada semua level. Bahkan pendidikan dalam keluarga pun negaralah yang menyusun kurikulumnya. Semua hal ini adalah untuk mewujudkan generasi yang memiliki kepribadian Islam. Dengan kepribadian ini jugalah terlahir para penerus bangsa yang cerdas dan semangat dalam menuntut ilmu.
Terakhir, negara yang memberlakukan syariat Islam akan mengatur peredaran informasi melalui media sosial dan media massa, hingga tidak terdapat aksi kekerasan yang bisa dilihat secara bebas oleh masyarakat, khususnya para pelajar. Selain itu, negara akan memberlakukan sanksi yang tegas bagi pelaku perundungan. Hal ini berkaitan kembali dengan status mukalaf yang telah dipaparkan. Dengan semua aturan ini, akan terwujud generasi yang bebas dari kekerasan, berakhlak mulia, dan memiliki peradaban yang gemilang. Wallahu a’lam bish shawab.
Komentar
Posting Komentar