Carut-marut Sistem Zonasi Sekolah
Oleh Riani Amanatillah
Pemerintah menerbitkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 yang mengatur sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Pemerataan pendidikan menjadi salah satu alasan Mendikbud Muhadjir Effendy
menerbitkan aturan itu. Ia ingin menghilangkan stigma sekolah favorit dan tidak
favorit. Ia juga ingin menyebarkan anak-anak pintar di seluruh sekolah sehingga
terjadi pemerataan pendidikan.
Upaya ini disambut
beragam oleh masyarakat, ada yang pro dan ada yang kontra. Selain dapat meningkatkan
kualitas sekolah-sekolah di pinggiran, banyak yang berpendapat bahwa stigma
sekolah favorit dan tidak pun akan hilang berkat beleid baru ini. Potensi praktik-praktik
‘jalur belakang’ untuk masuk sekolah pun dinilai dapat berkurang. Lebih jauh lagi,
aturan ini akan berimplikasi pada pengurangan kemacetan lalu lintas karena siswa
tidak perlu membawa kendaraan apabila hendak pergi ke sekolah.
Di sisi lain, sistem
zonasi ini oleh beberapa pihak dinilai tidak sebanding dengan persebaran
sekolah yang belum merata. Sebagai contoh, di kota Tangerang, terdapat tiga
zonasi untuk level SMP. Sekolah-sekolah dibagi dalam tiga wilayah administrasi
berdasarkan kelompok kecamatan yang berdekatan. Pembagian sekolah di setiap
zonasi itu pun tidak merata. Di zona satu yang melingkupi kecamatan Ciledug,
Larangan, Karang Tengah, dan Pinang hanya terdapat enam sekolah. Sementara di
zona dua yang melingkupi lima kecamatan terdapat lima belas SMP. Selain itu,
kurang meratanya
fasilitas pendidikan membuat masyarakat kesusahan dengan sistem zonasi ini. Pasalnya,
dari jumlah keseluruhan siswa yang diterima, minimal sekolah menerima 90% calon
peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat. Sisanya, sebanyak 5% untuk
jalur prestasi dan 5% lagi untuk siswa pindahan atau yang terkena bencana alam
atau sosial (www.cnnindonesia.com,
12/7/2018).
Berdasarkan fakta yang
telah dipaparkan, dapat diasumsikan bahwa kerugian yang paling dirasakan
masyarakat atas berlakunya sistem zonasi adalah terabaikannya hak untuk
memperoleh pendidikan. Hak yang dimaksud di sini cakupannya luas, misalnya hak
untuk masuk ke sekolah yang akreditasinya baik, hak untuk memperoleh pelajaran
dari guru-guru yang berkualitas, hak untuk dinamis memilih sekolah dengan jarak
yang diinginkan siswa, dan hak untuk masuk ke sekolah yang kurikulumnya khusus
menekuni suatu bidang. Pemenuhan hak-hak ini tidak terpenuhi karena pemerintah
menyamaratakan kebutuhan masyarakat dan berdalih ingin menghilangkan stigma
sekolah favorit dan tidak favorit serta menyebarkan anak-anak pintar di seluruh
sekolah. Jika fungsi sekolah adalah mendidik dan mencerdaskan pelajar,
seharusnya pemerintah tidak menyerahkan fungsi tersebut kepada para pelajar
tersebut. Lebih jauh lagi, pemerintah tidak sepenuhnya benar mengenai
berkurangnya praktik ‘jalur belakang’ karena orang tua siswa masih dapat
melakukan kecurangan setelah anak-anak mereka kesulitan memperoleh sekolah
akibat ‘kehabisan kursi’.
Jika dicermati, akar
masalah sistem zonasi adalah tujuan pendidikan itu sendiri. Jika tujuan
pendidikan hanya untuk memperoleh keahlian individu dan kepuasan
intelektual—yang pada akhirnya digunakan sebagai alat untuk memenuhi persaingan
bisnis bagi segelintir pemilik modal, bukan rakyat apalagi negara—demi
memperoleh penghasilan, tidak heran apabila praktik pendidikan di masyarakat
berjalan semrawut akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang menyampingkan
konsekuensi-konsekuensi buruk.
Berbeda dengan tujuan
pendidikan saat ini, di dalam Islam, mencari ilmu ditujukan untuk beribadah dan
mencari hidayah Allah swt. Karena ditujukan untuk beribadah, mencari ilmu
menjadi wajib dan tidak memenuhi hak-hak masyarakat dalam hal tersebut menjadi bentuk
kezaliman pemerintah. Karena tujuan ibadah itu pula, pelaksanaan pendidikan di
dalam Islam akan menjadi baik dan teratur dari segi kualitas guru, fasilitas
pendidikan, dan kurikulum. Bahkan, pendidikan pun menjadi gratis.
Karena pendidikan
sangat penting di dalam Islam, orang-orang yang mencari ilmu memiliki
keutamaan. Di dalam satu hadits, Rasulullah saw. bersabda:
“Barang
siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan
untuknya jalan ke surga. Sesungguhnya para malaikat menaungi dengan sayapnya
karena ridla kepada orang yang menuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang menuntut
ilmu dimohonkan ampun baginya oleh penghuni langit dan bumi hingga ikan-ikan di
dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas orang yang beribadah
(tetapi tidak ‘alim) adalah seperti bulan purnama atas seluruh bintang-bintang.
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi
itu tidak mewariskan dinar dan dirham, hanya saja mereka mewariskan ilmu, maka
barang siapa yang mengambilnya, berarti ia telah mengambil bagian yang banyak
sekali” (H. R. Ibnu Majah).
Komentar
Posting Komentar