Narasi Sekularisasi Dalam Kurikulum Agama



Oleh : Rengganis Santika

Belum usai polemik seputar sistim zonasi pada penerimaan peserta didik baru, kini dunia pendidikan masih harus menghadapi "kegerahan" di masyarakat dengan adanya pernyataan ketua umum PBNU Said Aqil Siradj, berupa desakan untuk mengkaji ulang kurikulum agama di sekolah-sekolah. Khususnya terkait materi-materi sejarah islam (siroh nabawiyyah) yang berisi sejarah perang-perang dalam Islam, seperti perang Badar, Uhud dan lain-lain. Kisah-kisah jihad umat Islam pada masa Rasulullah saw tersebut  dianggap radikal.
Desakan "kontroversial" ini agar tidak meresahkan umat seharusnya cepat ditanggapi pihak kementrian pendidikan atau  kementrian agama. Pihak terkait dalam pendidikan termasuk guru agama dan orang tua muslim, harus cepat menolak dengan tegas pernyataan kontraproduktif ini. Karena jelas-jelas sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencetak generasi yang tidak hanya menguasai IPTEK namun juga memiliki IMTAQ. Dan dipahami bahwa iman dan taqwa adalah menerima secara menyeluruh semua ajaran dan perintah Alloh SWT.
Realitasnya desakan mengkaji ulang kurikulum agama adalah salah satu dari rangkaian narasi sekularisasi dalam pendidikan nasional di negri ini. Proses sekularisasi dalam kurikulum ini sudah terjadi sejak lama dan secara bertahap. Dimulai dari pengurangan porsi dan durasi pembelajaran agama di sekolah. Kemudian narasi sekularisasi diwujudkan dalam substansi mata pelajaran agama yang hanya sekedar wilayah keilmuan bukan diarahkan pada pengamalan. Selanjutnya konten pendidikan agama hanya pada wilayah spiritual dan agama, saja. Untuk pembentukan perilaku atau akhlak, peran agama dikurangi tapi diarahkan dari landasan pendidikan moral.
Institusi pendidikan pun dari mulai tingkat dasar sampai tinggi membatasi bahkan menghilangkan ruang ekspresi beragama para anak muda. Kegairahan anak muda saat ini dalam meng-implementasikan agama diruang publik dituduh radikal. Seperti mengeluarkan mahasiswi bercadar. Kemudian menganggap lagu-lagu islami di PAUD sebagai intoleran. Kegiatan ROHIS diawasi bahkan di banyak sekolah didikte item-item aktivitasnya, pengajian-pengajian dilingkungan sekolah dan kampus di awasi ketat dan lain-lain. Pembahasan syariat islam dalam ekonomi, sosial politik dianggap nilai-nilai radikalisme. Walhasil agama hanya ada pada ruang yang sempit dan sangat minimal.
Pendidikan merupakan subsistem dari sistem yang diterapkan di tengah masyarakat. Sistem kapitalisme yang berlaku saat ini memiliki landasan sekularisme. Yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Maka wajar bila yang tergambar di tengah masyarakat, bahwa agama sekedar identitas di KTP. Indonesia, negri dengan jumlah muslim terbesar di dunia namun korupsi rangking tiga besar di dunia, masuk daftar negri yang rawan keamanan, dan menjadi negara tujuan narkoba dengan pemakainya yang mencapai 50 juta, dan keterpurukan diberbagai bidang.
Sangat ironis! Apalagi kalau kita "zoom" dunia pendidikan. Memang kita tidak boleh menutup mata pada beberapa anak muda berprestasi. Namun sayangnya prestasi ini tertutup dengan panjangnya catatan buruk di dunia pendidikan. Potret buram pendidikan di negri ini amat mencolok dari sisi buruknya moralitas anak didik termasuk para pendidiknya. Tawuran, pergaulan bebas, kekerasan di sekolah sampai berujung nyawa, penyalah gunaan narkoba dan miras, adab atau sopan santun siswa pada guru yang minim. Bahkan dunia pendidikan saat ini yang seharusnya memberi warna pada nilai akhlak dan moral justru sebaliknya. Kejujuran dalam dunia pendidikan kini ibarat menjadi barang mewah yang sulit didapat.  Maka apabila ingin mengukur sejauh mana kemajuan suatu bangsa, maka lihatlah jejak pendidikan di negri tersebut
Sungguh mengherankan bila negri mayoritas muslim ini menjauhkan islam dari pendidikan. Padahal semua ajaran islam termasuk sejarah peperangan yang terjadi dalam dunia islam adalah bahan edukasi yang penting bagi anak-anak muslim. Bagaimana nilai membela kebenaran tergambar dalam perang tersebut, bagaimana sikap loyalitas, integritas pada nilai-nilai illahiyyah (keyakinan, disiplin, kesabaran, kejujuran, kekuatan dan sebagainya) yang sempurna terwujud dalam perang-perang tersebut, sehingga terwujud peradaban yang kuat dan membawa pada kesejahteraan dunia.
Namun sebaliknya bila kita jujur membaca sejarah, bagaimana munculnya perang dunia pertama dan kedua yang merupakan hasil konspirasi. Bagaimana imperialisme kuno, menghasilkan kolonialisme internasional, memeras negara terjajah hingga Eropa menjadi kaya dan maju. Kemudian bagaimana lahirnya Amerika Serikat yang kini mengaku adidaya dunia, berapa peperangan yang terjadi? Lalu  berapa orang Indian merah yang dibantai dan terusir?. Demikian pula bagaimana Benua Australia maju seperti Eropa? Kemana suku asli Aborigin? Jadi siapa yang "radikal"(dalam arti keras), inspirator terorisme?
Kembali lagi pada pendidikan dalam islam. Pelajarilah secara utuh termasuk perang-perang yang terjadi dalam dunia islam khususnya yang terjadi di masa Rasululloh Muhammad saw, semua adalah contoh dan teladan, seperti yang disampaikan dalam Al qur'an. Menolak perang nya Rasul sama artinya dengan menolak Al qur'an, keyakinan pada Al qur'an adalah rukun iman  jauhi sikap sekuler kalau mengaku muslim. Dan sebagai seorang muslim wajib menolak dengan tegas segala bentuk narasi sekularisasi dalam berbagai aspek kehidupan. " masuklah kedalam islam secara menyeluruh (kaaffah), dan jangan turuti langkah syetan, sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al Baqoroh : 208).



Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter