Hipokrisi Demokrasi, Kisruh Pemilu yang tiada akhir
Oleh : Rengganis Santika
"Demokrasi untuk rakyat cuma isapan jempol! Ilusi!! Kenyataannya, rakyat selalu jadi korban, dikorbankan atau terkorbankan!"
***
Rangkaian acara dalam pesta demokrasi telah dilalui. Puncaknya adalah pencoblosan pada tanggal 17 April lalu. Kini, semuanya menunggu siapa yang akan keluar menjadi pemenang. Namun sayang, pesta demokrasi kemarin dicoreng banyak cerita yang penuh kisruh dan kisah yang memprihatikan. Meninggalkan begitu banyak luka dan duka.
Siapa yang diuntungkan dari perhelatan hajat demokrasi ini? Yang pasti salah satunya adalah UNDP yang telah berhasil memberi hutang sebesar Rp 25 trilyun pada Indonesia untuk penyelenggaraan Pemilu. Jumlah yang sangat "wow" di tengah himpitan ekonomi yang mendera rakyat. Seandainya saja uang sebesar itu dibagikan pada 250 juta penduduk Indonesia, maka dipastikan tiap kepala menerima Rp 1 juta. Bagi guru honorer negeri ini yang upahnya hanya Rp 300 ribu/bulan, uang Rp 1 juta tentunya amat berharga.
Pemilu tak cuma sekedar uang, bagi-bagi amplop, bagi-bagi sembako, serangan fajar, atau dana kampanye dari uang rakyat semata, tapi pemilu adalah pertunjukan seni menipu dan seni mencurangi tingkat tinggi. Semua trik tipu-tipu berlangsung terbuka, jelas, sistematis, dan massif. Dari mulai kampanye, pencoblosan hingga penghitungan suara.
Pesta demokrasi jadi aksi unjuk kebodohan dan pembodohan, politik saling hujat, saling serang, pecah belah, adu domba, dan pencitraan penuh kepalsuan. Kehinaan moralitas tak jadi soal. Pejabat dan aparat yang seharusnya netral karena dia berdiri atas nama rakyat, malah tak malu berpihak. Perjuangan rakyat dengan peluh bahkan nyawa para panitia Pemilu dengan honor tak seberapa harus melayang demi suksesnya Pemilu kini menjadi sia-sia. Mungkin di akhirat nanti mereka akan menuntut penguasa negeri ini. Bahkan, bisa jadi mereka pun akan menuntut KPU. Nyawa mereka hanya dihargai dengan sebutan pahlawan demokrasi. Lantas, mana demokrasi yang katanya dari, oleh, dan untuk rakyat??
Mana harga dirimu, wahai pemimpin negeri? Mana harga dirimu, wahai pejabat, aparat, media bahkan ulama yang berani mengkhianati rakyat? Yang membohongi rakyat? Bagi kalian tak ada lagi harga diri dan rasa malu!! Lagi pula dalam demokrasi, apa sih yang tidak boleh demi kekuasaan? Menghinakan diri di bawah kehendak asing dan aseng pun tak jadi soal!! Di benakmu cuma ada dunia dan dunia, tak ada negeri akhirat. Namun, sekuat apapun kau menolak fitrah dirimu, sisi ruhiyahmu sebagai hamba Allah tetaplah ada dan tak bisa dihilangkan. Engkau akan merasa gelisah, terus tersiksa sampai jiwamu terbenam dalam kubur. Bahkan, siksaan itu terus bertambah perih!
Bagi siapapun di negeri ini yang merasa masih punya kuasa, cuma ada satu cara untuk mengakhiri semua derita rakyat dan deritamu akibat pengkhianatan terhadap rakyat. Yaitu, dengan segera bertobat dan kembali ke jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yaitu jalan syariat Islam yang utuh dan kaaffah.
Ketahuilah bahwa demokrasi akan segera berakhir seiring kegagalannya memberi kesejahteraan bagi rakyat. Fakta buruk demokrasi sudah terlalu jelas. Mahal, merusak, rumit, dan jahat. Oleh karena itu, segeralah kembali pada aturan Allah yang pasti membawa kebaikan, yaitu aturan Islam.
Kisruh Pemilu ini tidak akan berakhir selama rakyat negeri ini masih percaya pada demokrasi dan masih menginginkan tetap ada "pesta" lima tahunan. Mengapa kita tidak mau memperhatikan seruan pemilik bumi dan langit Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang mengingatkan bahwa aturan thagut buatan manusia pasti tidak akan membawa keadilan dan akan menyeret pengembannya ke dalam neraka? Bencana apalagi yang akan menimpa negeri ini jika negeri ini masih berpaling dari hukum Allah (QS.al- Maidah [5]: 49)?
Komentar
Posting Komentar