DAMPAK PILU FILM DUA GARIS BIRU
oleh :Ratna Juwita
Film berjudul Dua Garis Biru yang baru tayang di bioskop dinilai sangat menggambarkan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam program remaja di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Film Dua Garis Biru karya sutradara Ginatri S Noer mengisahkan sepasang remaja yang melampaui batas dalam berpacaran sehingga berujung pada pernikahan usia dini.
Film tersebut memberi pesan bahwa remaja harus memiliki rencana kehidupannya sejak awal hingga kelak membangun rumah tangga. Garis Dua Biru menggambarkan pernikahan di usia muda bisa merusak masa depan dan memupuskan berbagai cita-cita.
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Dwi Listyawardani mengatakan bahwa film tersebut bisa menjadi edukasi kesehatan reproduksi kepada remaja yang menontonnya.
Film itu menggambarkan realita bahwa anak remaja sedikit mengetahui dan belajar tentang kesehatan reproduksi namun tidak mengetahui risiko-risiko yang bisa terjadi akibat perkawinan usia muda.(ANTARA)
Benarkah demikian?
Film merupakan sarana yang cukup mudah untuk menyampaikan suatu pesan terhadap penonton nya. Alur yang mudah dimengerti dan bahasa yang sederhana membuat penontonnya terhanyut dalam cerita film tersebut, apalagi diperankan oleh aktor yang cantik dan tampan. Tentu akan sangat menarik perhatian, terutama bagi remaja.
Faktanya tidak dapat dipungkiri, para remaja setelah menonton film tersebut besar kemungkinan akan meniru adegan yang ada di film tersebut. Dalam film digambarkan ada dua sosok muda mudi yang sedang dimabuk asmara hingga melampaui batas dan menyebabkan si wanita hamil.Cerita seperti ini akan mendorong para remaja kepada seks bebas, atau remaja akan berpikir tidak apa melakukan seks asal aman (tidak hamil).
Adanya film-film yang melanggar norma agama khususnya syariat Islam tak lepas dari pemikiran sistem kapitalisme yang menjadikan dunia hiburan sebagai ladang meraup keuntungan.
Tak peduli halal-haram. Asalkan mendapatkan untung dan daya tarik yang besar, maka ia akan terus memproduksi tontonan dan hiburan yang bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah. Begitu pula dengan sistem sosial yang berbasis liberal dan hedonis. Sehingga selalu menampilkan gaya hidup bebas dan penuh hura-hura. Jauh dari nilai bermoral atau berakhlak mulia.
Sayangnya, arus liberalisasi yang menghancurkan generasi tidak dapat dikendalikan oleh negara. Rezim saat ini seakan tak berdaya untuk menyelamatkan generasi. Tidak adanya sanksi yang tegas kepada para pelaku tindak kejahatan menjadi salah satu maraknya kejadian yang tak diinginkan.
Buruknya kontrol masyarakat terhadap tingkah laku para individu juga memicu seseorang melakukan kemaksiatan. Termasuk pula rendahnya keimanan dan pemahaman agama khususnya syariat Islam juga menjadi alasan seseorang melanggar syariat Islam. Sehingga, perlu ada sinergi antara individu, masyarakat dan negara dalam membangun peradaban yang berbudi luhur.
Islam sebagai sebuah pandangan hidup yang sempurna dan paripurna memandang bahwa dunia hiburan termasuk dunia film merupakan sarana yang dapat mendekatkan diri seseorang kepada Allah swt. Tentu saja jika ini sesuai dengan syariat Islam. Sebab, dalam sistem Islam, film dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendakwahkan Islam serta memberikan pendidikan yang baik.
Negara juga berperan penting dalam mengontrol semua film yang akan ditampilkan ke tengah-tengah masyarakat. Sehingga, negara akan mampu mengendalikan produksi film dalam negeri serta memfilter film yang berasal dari luar negeri. Semua itu akan terwujud jika suatu negara mau menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Wallahu A'lam Bishowab.
Film berjudul Dua Garis Biru yang baru tayang di bioskop dinilai sangat menggambarkan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam program remaja di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Film Dua Garis Biru karya sutradara Ginatri S Noer mengisahkan sepasang remaja yang melampaui batas dalam berpacaran sehingga berujung pada pernikahan usia dini.
Film tersebut memberi pesan bahwa remaja harus memiliki rencana kehidupannya sejak awal hingga kelak membangun rumah tangga. Garis Dua Biru menggambarkan pernikahan di usia muda bisa merusak masa depan dan memupuskan berbagai cita-cita.
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Dwi Listyawardani mengatakan bahwa film tersebut bisa menjadi edukasi kesehatan reproduksi kepada remaja yang menontonnya.
Film itu menggambarkan realita bahwa anak remaja sedikit mengetahui dan belajar tentang kesehatan reproduksi namun tidak mengetahui risiko-risiko yang bisa terjadi akibat perkawinan usia muda.(ANTARA)
Benarkah demikian?
Film merupakan sarana yang cukup mudah untuk menyampaikan suatu pesan terhadap penonton nya. Alur yang mudah dimengerti dan bahasa yang sederhana membuat penontonnya terhanyut dalam cerita film tersebut, apalagi diperankan oleh aktor yang cantik dan tampan. Tentu akan sangat menarik perhatian, terutama bagi remaja.
Faktanya tidak dapat dipungkiri, para remaja setelah menonton film tersebut besar kemungkinan akan meniru adegan yang ada di film tersebut. Dalam film digambarkan ada dua sosok muda mudi yang sedang dimabuk asmara hingga melampaui batas dan menyebabkan si wanita hamil.Cerita seperti ini akan mendorong para remaja kepada seks bebas, atau remaja akan berpikir tidak apa melakukan seks asal aman (tidak hamil).
Adanya film-film yang melanggar norma agama khususnya syariat Islam tak lepas dari pemikiran sistem kapitalisme yang menjadikan dunia hiburan sebagai ladang meraup keuntungan.
Tak peduli halal-haram. Asalkan mendapatkan untung dan daya tarik yang besar, maka ia akan terus memproduksi tontonan dan hiburan yang bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah. Begitu pula dengan sistem sosial yang berbasis liberal dan hedonis. Sehingga selalu menampilkan gaya hidup bebas dan penuh hura-hura. Jauh dari nilai bermoral atau berakhlak mulia.
Sayangnya, arus liberalisasi yang menghancurkan generasi tidak dapat dikendalikan oleh negara. Rezim saat ini seakan tak berdaya untuk menyelamatkan generasi. Tidak adanya sanksi yang tegas kepada para pelaku tindak kejahatan menjadi salah satu maraknya kejadian yang tak diinginkan.
Buruknya kontrol masyarakat terhadap tingkah laku para individu juga memicu seseorang melakukan kemaksiatan. Termasuk pula rendahnya keimanan dan pemahaman agama khususnya syariat Islam juga menjadi alasan seseorang melanggar syariat Islam. Sehingga, perlu ada sinergi antara individu, masyarakat dan negara dalam membangun peradaban yang berbudi luhur.
Islam sebagai sebuah pandangan hidup yang sempurna dan paripurna memandang bahwa dunia hiburan termasuk dunia film merupakan sarana yang dapat mendekatkan diri seseorang kepada Allah swt. Tentu saja jika ini sesuai dengan syariat Islam. Sebab, dalam sistem Islam, film dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendakwahkan Islam serta memberikan pendidikan yang baik.
Negara juga berperan penting dalam mengontrol semua film yang akan ditampilkan ke tengah-tengah masyarakat. Sehingga, negara akan mampu mengendalikan produksi film dalam negeri serta memfilter film yang berasal dari luar negeri. Semua itu akan terwujud jika suatu negara mau menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Wallahu A'lam Bishowab.
Komentar
Posting Komentar