Papua & Referendum

Oleh Restu Febriani


Perkembangan situasi stabilitas keamanan dan politik di Papua dan Papua Barat nampaknya semakin memanas. Masyarakat papua kini tidak segan-segan melakukan berbagai aksi, hingga aksi brutal sekalipun guna menuntut referendum. Belum usai unjuk rasa yang dilakukan masyarakat papua yang berujung anarkis. Kini mereka menyerukan mogok sipil nasional di Papua.
Seperti yang dilansir CNN Indonesia, bahwa “Juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Victor Yeimo mengatakan pihaknya akan menyerukan aksi mogok nasional di seluruh wilayah yang diklaim sebagai West Papua untuk mendesak referendum atau penentuan nasib Papua lewat pemungutan suara rakyat. "Kita sudah serukan rakyat Papua untuk melakukan mogok sipil nasional di wilayah West Papua, untuk mendesak Jakarta membuka ruang referendum di Papua Barat," kata dia, dalam wawancara dengan CNN Indonesia TV, Sabtu (31/8)”.
Tak hanya itu, “puluhan mahasiswa Papua kembali mengibarkan Bendera Bintang Kejora saat berunjuk rasa menuntut referendum di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (28/8). Mereka juga meminta Presiden Jokowi agar menemui massa. Bendera Bintang Kejora juga sempat dikibarkan di depan Istana Negara oleh massa dari Papua yang berunjuk rasa pada pekan lalu” (CNN Indonesia)
Berbicara masalah Papua agaknya sulit diselesaikan, karena banyaknya kepentingan asing (barat) di dalamnya. Problem Papua tidak bisa dilihat dari cover-nya saja. Adanya isu teror, pelanggaran HAM, konflik antar suku, penembakan gelap yang jarang terselesaikan oleh aparat keamanan secara tuntas, himbauan untuk memboikot pemilu dan atau pemboikotan segala program/agenda yang diselenggarakan pemerintah, disinyalir “permainan dan provokasi asing” serta bagian dari modus dan metode kolonialisme.
Kepentingan asing memang amat kentara pada kisruh Papua. Motifnya tentu tak lepas dari eksistensi kelompok kepentingan tertentu dan penjarahan SDA dengan cara melepaskan bumi cendrawasih dari NKRI via referendum. Kita tentu tahu bahwa papua memiliki kekayaan  sumberdaya alam yang melimpah seperti tambang-batubara, belum lagi luas wilayahnya yang merupakan setengahnya Eropa. Maka ini sangat rawan dari cengkraman asing.
Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data indeks kebahagiaan penduduk Indonesia pada 2017. Berdasarkan sebaran wilayah, penduduk provinsi Papua memiliki indeks kebahagiaan paling rendah yakni 67,52 pada skala 0-100. Ironi memang, ditengah kekayaan SDA papua yang melimpah, tapi malah dinikmati oleh asing. Contohnya adalah Freeport.
Negara tak punya power untuk menjaga papua yg menjadi tanggung jawabnya.  Sebab kedaulatannya telah digadaikan pada asing. Hal ini membuktikan bahwa begitu lemahnya posisi Indonesia dalam politik dan ekonomi Internasional. Indonesia seperti tidak mempunyai wibawa dihadapan para penguasa yang mengordernya.
Padahal Indonesia adalah negara yang kaya raya, terdapat sumber daya alam yang begitu melimpah ruah, akan tetapi mengapa negara yang kaya raya ini, masih banyak rakyatnya yang jauh dikatakan hidup sejahtera, lalu kemana larinya sumber daya alam kita ini? hingga negara terkaya didunia ini, justru harus mengekor ke negara-negara maju lain. Sehingga tidak  punya wibawa dihadapan para penguasa yang mengordernya.
Negara tidak mampu menjamin kesejahteraan  dan keamanan rakyatnya. Negara juga terkesan tidak tegas dan lamban dalam menyelesaikan masalah di Papua. Sebab problem ini berjalan sudah cukup lama. Inilah bukti Negara demokrasi sangat lemah dalam menjamin kesejahteraan dan keamanan rakyatnya.
Sebuah negara harusnya menjadi junnah dan pemelihara urusan rakyat, bukan ‘pion’ kekuasaan bangsa lain. Padahal Rasulullah SAW telah mengingatkan para penguasa yang menipu rakyatnya dengan ancaman yang keras:
“Tidaklah mati seorang hamba yang Allah minta untuk mengurus rakyat, sementara dia dalam keadaan menipu(mengkhianati) rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga bagi dirinya”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka dari itu, tinggalkanlah demokrasi, sudah saatnya ummat kembali pada Islam! Dengan Syariah dan Khilafahnya !
Karena sejatinya yang kita butuhkan adalah bangkitnya kembali Khilafah Rasyidah yang mampu menyelesaikan semua permasalahan ummat. Yang mampu menerapkan semua sistem Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan.
Indonesia Negara kaya raya hanya bisa kuat dan berdaya, baik kedalam maupun keluar ketika punya landasan kokoh, yakni ideologi dan diurus dengan aturan yang benar, yakni aturan Islam dalam naungan khilafah rasyidah ala minhajinnubuwwah.
Tanpa khilafah, niscaya banyak sekali hukum syariah yang tidak diterapkan dalam kehidupan, sebagaimana saat ini. Negara tidak mampu memberikan kesejahteraan pada masyarakat Papua, hingga mereka menuntut referendum. Karena ummat tidak memiliki pemimpin/ seorang imam (khalifah) yang bertugas melindungi mereka dari berbagai ancaman musuh yang berniat untuk menghancurkan mereka.
Khilafah juga akan menjadi junnah (perisai) yang melindungi Ummat Islam. Tidak seperti sekarang, Ummat Islam benar-benar seperti anak yatim tanpa pelindung. Yang hanya dijadikan tumbal oleh para pelaku bisnis kapitalis untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Tanpa peduli kerugian dan kerusakan yang harus ditanggung ummat.
Karena itu kita semua harus berjuang menegakkan syariah dan khilafah. Karena hanya dengan tegaknya khilafah, ketaatan pada syariah secara kaffah dapat diwujudkan, dan Islam Rahmatan Lil’Allamiin dapat dirasakan semua ummat.
WalLahu’alam bisshowab

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter