LAGI BUKTI KEDZALIMAN REZIM : ALIH-ALIH MEMUDAHKAN, BPJS MENYEMPITKAN KEHIDUPAN RAKYAT



Oleh : Utin Salamah
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan per akhir Oktober 2018 defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 7,95 triliun. Presiden Joko widodo (Jokowi) sempat memberikan teguran kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris. Jokowi heran suntikan dana Rp 4,9 Triliun yang diberikan pemerintah lewat APBN masih kurang untuk menutup defisit BPJS. “Harus kita putus tambah Rp 4,9 Triliun (untuk defisit BPJS). Ini masih kurang lagi. ‘Pak masih kurang. Kebutuhan bukan Rp 4,9 Triliun’. Lah kok enak banget ini, kalau kurang minta, kalau kurang minta,” kata Jokowi saat membuka Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di JCC, Senayan, Rabu (17/10/2018) lalu mengutip Kompas.com. Jokowi meminta Fahmi untuk segera memperbaiki sistem manajemen yang ada. Menurutnya, jika sistem dibangun secara benar, Jokowi meyakini BPJS bisa terhindar dari defisit keuangan.

Akibat terjadinya defisit keuangan, BPJS Kesehtan pun mengambil langkah yang dianggap dapat meminimalisir defisit yang terjadi di perusahaan.Salah satunya dengan mengetatkan sanksi terhadap peserta yang masih menunggak iuran. Kepala Humas BPJS kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, perusahaan akan mengetatkan sanksi tersebut terhadap peserta yang termasuk dalam pekerja bukan penerima upah (PBPU/informal). Sebab segmen tersebut merupakan salah satu penyumbang defisit yang dialami BPJS Kesehatan saat ini.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan per akhir Oktober 2018 defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 7,95 triliun. Jumlah itu merupakan selisih dari iuran yang terkumpul yakni Rp 60,57 triliun dengan beban Rp 68,52 triliun. Adapun sumber defisit itu paling besar dari peserta pekerja bukan penerima upah. Segmen peserta itu hanya bisa mengumpulkan iuran sebesar Rp 6,51 triliun. Sementara beban yang ditimbulkan senilai Rp 20,34 triliun, sehingga memiliki selisih Rp 13,83 triliun. Kemudian, segmen peserta bukan pekerja juga memiliki selisih Rp 4,39 triliun. Sebab, iuran yang terkumpul Rp 1,25 triliun sementara bebannya Rp 5,65 triliun. Begitu juga dengan pekerja penerima upah (PPU) yang didaftarkan pemerintah daerah juga menyumbang defisit Rp 1,44 triliun karena iuran Rp 4,96 triliun dan bebannya Rp 6,43 triliun. Justru untuk segmen penerima bantuan iuran (PBI) keuangannya tidak negatif. Tercatat, iuran PBI jumlahnya mencapai Rp 19,1 triliun. Sementara, bebannya cenderung lebih rendah Rp 15,89 triliun. Sehingga menurut Kemenkeu dari PBI justru surplus Rp 3,21 triliun.
Melihat hal tersebut, salah satu yang bisa dilakukan untuk membuat peserta informal patuh adalah adanya penguatan regulasi soal sanksi ketat. Salah satunya yakni tidak bisa memproses izin-izin jika belum melunasi tunggakan BPJS Kesehatan.“Soal keterkaitan izin ini sebetulnya sudah tercantum di PP 86 Tahun 2013, memang ini sudah dipersiapkan bahkan sebelum JKN ada,” jelas Iqbal melansir Kontan.co.id, Senin (12/9/2018). Disebutkan, dalam Pasal 9 ayat 1 dan 2 sanksi itu meliputi tidak mendapat pelayanan publik tertentu kepada yang dikenai penerima seperti perizinan terkait usaha, izin yg diperlukan dalam mengikuti tender proyek, izin mempekerjakan tenaga kerja asing dan izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dan izin mendirikan bangunan (IMB). Sementara sanksi yang dikenakan kepada setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan PBI juga akan terganjal perizinan seperti mengurus IMB, SIM, sertifikat tanah, paspor bahkan STNK. Iqbal pun mengatakan, jika sesuai peraturan maka hal itu seharusnya sudah siap diefektifkan per 1 Januari 2019, amanat Perpres 82/2018. Apalagi, saat ini sudah ada online single submission (OSS) yang membuat semua perizinan terintegrasi. “Sudah dibicarakan supaya 2019 tidak kelewat lagi kalau orang daftar harus punya kartu (BPJS Kesehatan), tambah dia. Bahkan saat ini juga sudah ada beberapa pemerintah daerah yang menyiapkan regulasi untuk memberlakukan ketentuan tersebut. Tapi, lanjut Iqbal, pemerintah tidak langsung mengaktifkan seluruhnya tapi akan ada sosialisasi dahulu ke masyarakat,” terangnya.
Sungguh ironis,  alih alih mendapatkan kemudahan dalam akses kesehatan, peserta yang menunggak dipersulit mendapatkan pelayanan publik sementara di sisi yang lain pelayanan BPJS belumlah optimal. Masih banyak RS yang mengabaikan peserta BPJS dikarenakan lamanya birokrasi yang harus dilalui, obat juga harus bayar atau pasien yang kerap ditelantarkan. Belum lagi semua masyarakat memiliki kartu BPJS, lantaran tidak mengerti tata caranya.
ISLAM MEMUDAHKAN MASYARAKAT DALAM HAL KESEHATAN
Sejatinya islam adalah agama yang sempurna. Dia mengatur setiap aspek kehidupan, mulai dari persoalan ibadah ritual hingga persoalan politik dan pemerintahan. Termasuk juga mengatur masalah kesehatan. Baik dari sisi ilmu kesehatannya maupun dari sisi politik kesehatan. Politik kesehatan Islam adalah upaya mengurusi kesehatan rakyat dengan pelayanan mudah dan gratis. Konsep seperti inilah yang diterapkan oleh Islam sejak masa Nabi Hingga Masa Khilafah. Dalam beberapa riwayat disebutkan bagaimana Rasulullah seketika dihadiahi dokter oleh Raja Muqaiqis dari Mesir. Belaiu menjadikan dokter tersebut dokter umum, dan siapa saja yang berobat kepadanya gratis.
Rasulullah juga pernah merawat delapan orang dari suku Urairah yang menederita sakit limpa. Beliau mengkarantina mereka di peternakan milik kaum muslimin dan merawatnya hingga sembuh, dan semuanya diberikan secara gratis. Khalifah Umar bin Khattab pun pernah dalam riwayat memberikan pelayanan kesehatan kepada kaum muslimin yang terserang lepra, dan menggratiskan biayanya. Sejarah mencatat bagaimana Islam telah begitu peduli dengan kesehatan rakyatnya. Pada abad 13 telah berdiri Rumah sakit Bimaristan di Persia. Dan Khilafah pun menggratiskan biaya perawatan di Rumah sakit tersebut kepada siapa saja, baik dia kaya atau miskin.
Dalam bukunya min rawa’iq al hadaratina, Dr. Mustafa As Sibai menyebutkan bahwa Rumah sakit di masa kegemilangan islam semuanya gratis. Selain Bimaristan yang fenomenal, dalam lintasan sejarah Islam kita mengenal Rumah sakit al Adhudi di Bagdad tahun 371 H, Rumah sakit An Nuri di Damaskus tahun 549 H, Rumah sakit al Manshuri di Qalawun / Maroko tahun 683 H. Rumah Sakit Marakkesh di Maroko yang didirikan oleh Sultan Manshur Abu Yusuf. Dan semua pelayanan di dalam rumah sakit yang dikelola dengan system Khilafah diberikan tanpa memungut biaya sepeser pun alias gratis.
Pertanyaannya, kenapa Khilafah Islam bisa memberikan pelayanan dengan gratis?. Pertama, karena semua itu adalah perintah Allah dan Rasulullah. Dalam haditsnya Beliau bersabda: “ Seorang Imam/Pemimpin adalah pengembala, dan dia akan diminta pertanggunganjawab atas apa yang dia gembalakan. “  ( HR. Bukhari ).
Sehingga landasan normative ini akan menjadi acuan bagi seorang pemimpin dalam Islam ( Khalifah ) untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya dengan seksama, termasuk di dalam kesehatan. Dan ketika Rasulullah mencontohkannya dengan gratis maka khalifah khalifah setelah pun melakukan hal yang sama.
Kedua, sumber pemasukan dalam Negara khilafah bukan hanya pajak sebagaimana Negara yang menganut kapitalisme. Dalam Islam dikenal tiga konsep kepemilikan. Yakni kepemilikan umum, kepemilikan Negara dan kepemilikan pribadi. Dalam kepemilikan umum tersebutlah, pembiyaan atas pelayanan public diambil. Sebagai kompensasi hasil dari pengelolaan harta milik umum. Yang termasuk dalam kepemilikan umum adalah Sumber daya Alam seperti Migas, Emas, Mineral, batu bara, panas bumi, uranium dan sebagainya. Dari sumber daya Alam Indonesia pada sektor pertambangan minyak, gas, batubara dan mineral logam pada tahun 2010 didapati hasil Rp 691 Triliun. Sementara Potensi pendapatan dari hutan di Indonesia, Rp 1000 Triliun pertahun (Prof. Dr. Fahmi Amhar, 2010). Maka nilai sebesar ini lebih dari cukup untuk menutupi deficit yang dialami negeri ini untuk membiayai kesehatan rakyatnya, yang Cuma Rp 9 T.
Ini artinya mengkonfirmasi kebenaran penerapan Islam akan selalu kompatibel pada setiap masa. Sejak masa Nabi Muhammad hingga hari ini. Bahwa penerapan Islam itu bias diterapkan hingga hari kiamat. Jika pada masa Rasulullah kesehatan gratis maka di masa sekarang pun bias. Persoalannya hanya tinggal mau apa tidak menerapkannya.[]




Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter