SYARI'AH MEMBAWA BERKAH, BUKAN MASALAH
Oleh : Nur Ummu Fariz
Nabi Muhammad saw, diutus dengan
membawa risalah Islam. Banyak keutamaan yang melekat pada pribadi Rasulullah
saw, dan risalah Islam yang beliau bawa. Sebagai pribadi, Allah swt dan para Malaikat
bershalawat untuk beliau:
Sungguh Allah dan para
Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada dia
(TQS al-Ahzab:56).
Allah swt memberi Rasulullah saw,
dua keistimewaan yang tidak Dia berikan kepada para Nabi sebelumnya. Pertama:
Agama Islam yang bersifat universal berlaku bagi semua umat manusia tanpa
terkecuali, Allah swt berfirman:
Kami tidak mengutus kamu,
melainkan kepada seluruh umat manusia, sebagai pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tidak tahu (TQS Saba:28). Nabi saw
pun bersabda; Nabi (sebelumku) diutus kepada kaumnya semata, sedangkan aku
diutus kepada seluruh umat manusia (HR al -Bukhari). Kedua, risalah yang
mengandung Rahmat bagi seluruh alam semesta, Allah berfirman;
Tidaklah kami mengutus kamu
(Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta (TQS
al-Anbiya:107).
Bagi kaum Muslim, kecintaan
kepada Nabi saw, tidak hanya ditujukan pada pribadi beliau, tetapi juga pada
risalah yang beliau bawa. Itulah mengapa sikap patuh pada semua hukum yang
Rasulullah saw bawa senantiasa tampak dalam kehidupan para sahabat. Mereka
tidak pernah menyelisihi apa saja yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw. Para
sahabat juga bersegera mengerjakan semua perintah Allah swt dan Rasulullah saw,
baik dalam masalah keharaman Khamr, pembatasan jumlah istri hanya sampai empat,
larangan menikah dengan wanita musyrik, kewajiban berjilbab bagi para Muslimah,
dll. Kecintaan mereka kepada Nabi saw, ditunjukkan dengan ketaatan sepenuh hati
pada syariah Islam.
Karena itu setiap Muslim sudah
sepantasnya marah kepada siapa saja yang menistakan hukum-hukum Islam.
Belakangan juru Bicara BIN, wawan Hari Purwanto, dalam catatan Badan Intelijen
Negara (BIN), dari 41 masjid yang terindikasi telah terpapar radikal, tersisa
17 lagi yang kondisinya masuk kategori parah. Masjid-masjid dilingkup
pemerintahhan seperti kementrian, lembaga dan BUMN, belum bebas dari paparan
radikalisme, Wawan mengatakan dakwah yang disampaikan khatib dalam ceramah
salat jumat dibelasan masjid itu misalnya, berisi ajakan untuk berperang ke
Suriah atau Marawi, dan disampaikan dengan memelintir ayat-ayat dalam alqur'an.
Dari catatan BIN, tak hanya
masjid yang terpapar radikalisme, berdasarkan penelitian dengan salah satu
universitas Islam di Jakarta terhadap guru agama di madrasah dari tingkat SD
hingga SMA, sebanyak 63% memiliki opini intoleran terhadap pemeluk agama lain,
62,22% setuju hanya sistem pemerintahan berbasis syari'at Islam yang terbaik di
Indonesia. Ini kata guru agama, ujar syaf khusus kepala BIN Arief Tugiman dalam
diskusi Peran Ormas Islam dalam NKRI dikantor Lembaga Persahabatan Ormas Islam
(LPOI), Jakarta, sabtu(17/11). Selain itu, ada juga temuan yang menyatakan
sebanyak 75,98% setuju pemerintah harus memberlakukan Syari'at Islam.
Penelitian yang menyebut adanya
41 masjid di lingkaran pemerintahan terpapar radikalisme diungkap pertama kali
oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rumah
Kebangsaan. Dikatakan dari puluhan masjid yang terindikasi radikal itu dibagi
menjadi tiga kategori yaitu, tinggi, rendah, dan sedang. Radikal rendah itu 7
masjid, radikal sedang 17 masjid, dan radikal tinggi itu 17 masjid, ujar ketua
Dewan P3M, Agus Muhammad. Radikal rendah, diartikan terkait isi khutbah yang
terkandung sikap ragu-ragu, sedangkan radikal sedang, yakni setuju dengan sikap
negatif atau intoleran terhadap agama lain, sementara radikal tinggi, sudah
memprovokasi umat untuk bertindak negatif terhadap umat lain.
Tudingan seperti ini biasa
dilontarkan kaum orientalis dan para pengikutnya yang membenci ajaran Islam.
Belakangan, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie
menyatakan tekad partainya untuk tidak mendukung perda-perda Syari'ah. Ia
beranggapan perda syariah berpotensi meresahkan dan memecah belah, karena
Indonesia sejak awal beragam. Ucapan mereka tertolak karena dua hal;
Pertama, ajaran Islam justru
bersifat universal dan memberikan perlindungan pada semua kalangan, termasuk
non-Muslim.
Kedua, secara historis
hukum-hukum Islam justru terbukti mampu memelihara dan merawat kerukunan umat
manusia hampir selama 14 abad. Pada saat Hijrah pertama kali ke Madinah, kaum
Muslim dan Rasulullah saw, hidup berdampingan bersama kaum Musyrikin, Nashrani
dan Yahudi.
Begitulah Islam dan Syari'ah nya,
pasti akan selalu membawa berkah, bukan masalah. Oleh karena itu, mari
tunjukkan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menaati, membela dan
memperjuangkan syari'ah-Nya. Hanya dengan itulah kita akan dimuliakan dan
diberi rahmat-Nya.
Wallah a'lam bi ash-shawab
Komentar
Posting Komentar