AKIBAT HUKUM ALLAH TIDAK DITERAPKAN

Oleh Syifa Nurhayari

Ini adalah salah satu pernyataan dari Wakil Ketua DPR Adies Kadir yang membuat rakyat geram. Adies menegaskan gaji pokok anggota parlemen periode 2024-2029 tidak naik. Adapun yang mengalami kenaikan adalah komponen tunjangan, di antaranya tunjangan perumahan, lebih kurang Rp50 juta per bulan dan tunjangan beras senilai Rp12 juta. Angka itu mengalami kenaikan dari Rp10 juta. Lalu, tunjangan bensin juga naik dari Rp4-5 juta sebulan menjadi Rp7 juta.

“Gaji tidak ada naik, kami tetap terima gaji kurang lebih Rp6,5 juta, hampir Rp7 juta,” ucap Adies seusai rapat paripurna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 19 Agustus 2025. Kemudian, ada pula tunjangan makan yang disesuaikan dengan indeks saat ini. Namun, Adies tidak menyebut secara rinci berapa angkanya.

Sangat lah tidak etis anggota DPR sebagai wakil rakyat meminta kenaikan tunjangan yang hampir mencapai Rp100 juta per bulan, di saat rakyat yang dia wakili berjuang banting tulang demi mencari nafkah yang bahkan kurang dari seratus ribu per hari. Achmad Nur Hidayat menjelaskan, kenaikan pendapatan tersebut tidak sensitif kepada kondisi ekonomi masyarakat yang sedang terpukul. Saat ini, masyarakat tengah dihadapkan pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, hingga lonjakan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) di sejumlah daerah di Indonesia.

“Saya kira kenaikan pendapatan DPR sampai menjadi Rp100 juta per bulan ini menyakiti perasaan masyarakat secara umum, ya,” ujar Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, dalam program Beritasatu Utama di Beritasatu TV, dikutip Rabu (20/8/2025).

Kenaikan tunjangan yang diminta tidak sesuai dengan kinerja dan minimnya prestasi. Rakyat yang diwakili menjerit di tengah keterpurukan yang dihadapi. Gila harta membuat mereka abai terhadap amanahnya sebagai wakil rakyat dan hilang empati terhadap penderitaan rakyat yang diwakilinya.

Inilah yang terjadi dalam sistem demokrasi (kapitalisme), di mana para pemangku jabatan bisa seenaknya membuat peraturan sendiri untuk kepentingannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan rakyat yang mereka wakili, ingkar janji, dan tidak memedulikan penderitaan rakyat.

Masyarakat diperas melalui pajak bagi keuntungan mereka sendiri. Karena bagi para pengusung demokrasi (kapitalisme), asas mereka adalah asas manfaat, apa pun akan dilakukan bagi keuntungan mereka sendiri.

Berbeda halnya dengan sistem yang ada dalam Islam, yang berasaskan akidah Islam dan syariat Allah. Pedoman hidup bukan akal manusia yang bisa dikendalikan hawa nafsu. Maka, para pemangku jabatan dalam sistem yang ada dalam Islam tidak bisa seenaknya membuat peraturan bagi keuntungan mereka, karena pedoman atau aturan yang mereka jalankan berasal dari syariat Islam yang datangnya dari Allah SWT.

Para pejabatnya sadar penuh bahwa apa pun yang mereka lakukan akan dimintai pertanggung jawaban di yaumul hisab kelak. Termasuk amanah jabatan dalam majelis umat. Jabatan tidak akan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau memperkaya diri sendiri. Keimanan akan menjadi penjaga untuk selalu terikat dalam aturan syariat.

Kepribadian mereka pun akan selalu terjaga. Tidak seperti sekarang. Para wakil rakyat sangat suka berpesta pora dan mendahulukan hawa nafsu. Setiap muslim wajib memiliki kepribadian Islam, termasuk para anggota majelis umat, dengan semangat fastabiqul khairat, senantiasa berlomba dalam kebaikan dan senantiasa amanah dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil umat.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter