Fenomena Grup Asusila di Kalangan Pelajar: Cermin Rusaknya Perilaku Akibat Sekularisme

Oleh Aulia A. D.

Belakangan ini marak ditemukan kasus grup WhatsApp (WA) berisi konten pornografi yang dibentuk oleh para pelajar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Bekasi, Blitar, dan yang baru-baru ini ditemukan dari daerah Kupang. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang Marciana Halek mengungkapkan temuan terkait siswa-siswi SMP di Kupang yang membuat grup WhatsApp berisi konten-konten asusila bernama Grup SMP Se-Kota Kupang (
Detik.com, 17/10/2025).

Faktanya, kasus serupa juga ditemukan di beberapa sekolah di wilayah Kabupaten Bandung. Namun, kabar tersebut tidak banyak terpublikasi seiring dengan pihak sekolah yang berupaya menutupi kejadian itu demi menjaga nama baik lembaga. Sehingga, informasi mengenai kasus ini hanya tersebar dari mulut ke mulut di kalangan masyarakat sekitar.

Para pelajar yang tergabung dalam grup WhatsApp tersebut diketahui saling berbagi konten bermuatan asusila. Masing-masing anggotanya mengirimkan foto pribadi tanpa busana ataupun video hubungan badan yang mereka lakukan bersama pacarnya. Berdasarkan hasil penyelidikan, sebagian pelajar bergabung ke dalam grup secara sukarela, sementara yang lainnya diduga dimasukkan ke dalam grup tanpa seizin mereka.

Kasus pornografi di kalangan pelajar dapat diibaratkan seperti gunung es. Bagian yang tampak di permukaan terlihat kecil, padahal di bagian dasarnya jauh lebih besar dan tersembunyi. Artinya, kasus yang terungkap hanyalah sebagian kecil dari banyaknya kasus yang belum terungkap, masih banyak aplikasi atau media lain yang mereka gunakan untuk berbagi konten asusila, juga penyebab dari kasus ini sangatlah kompleks. Hal ini menunjukkan perlu adanya perhatian dan penanganan yang serius dari pihak negara.

Paham Sekuler Menjadi Akar Masalah Grup Konten Asusila

Kasus di atas mencerminkan adanya kerusakan pemikiran yang terjadi di kalangan pelajar, yang disebabkan oleh lemahnya akidah dan keimanan, serta diterapkannya aturan kebebasan berperilaku. Kondisi ini tidak lepas dari pengaruh paham sekularisme liberal yang diterapkan di Indonesia, yakni pemahaman yang memisahkan aturan agama dari kehidupan dan aktivitas sehari-hari.

Akhirnya, para pelajar memiliki pandangan bahwa mereka bebas melakukan apa pun yang diinginkan. Mereka merasa tidak ada batasan untuk menonton berbagai jenis tontonan, termasuk yang tidak pantas, serta dengan mudah menyebarkan konten asusila tanpa mempertimbangkan dampaknya. Kebebasan yang tidak diimbangi dengan pemahaman terhadap aturan agama membuat mereka kehilangan arah dalam membedakan mana yang benar dan salah. Padahal, dalam ajaran Islam, setiap perbuatan memiliki batasan yang jelas antara halal dan haram.

Adapun kondisi orang tua dan masyarakat saat ini menunjukkan kurangnya pengawasan terhadap anak-anaknya. Banyak remaja difasilitasi dengan gadget dan akses internet tanpa adanya pendampingan atau pengecekan terhadap apa yang mereka konsumsi. Nilai amar ma’ruf nahi mungkar di lingkungan keluarga dan masyarakat pun semakin jarang diterapkan. Banyak orang tua yang disibukkan oleh pekerjaan sehingga lalai dalam menanamkan akidah, keimanan, dan aturan agama kepada anak-anaknya. Akibatnya, generasi muda tumbuh tanpa bimbingan yang kuat, mudah terpengaruh oleh arus pergaulan bebas dan konten negatif di dunia digital.

Negara pun dinilai lalai dalam menangani permasalahan ini. Sebagai pihak yang memiliki kekuasaan, seharusnya negara mampu memblokir seluruh konten bermuatan asusila serta membatasi dan mengontrol muatan media yang akan dikonsumsi oleh masyarakatnya. Namun, karena sistem yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah sekularisme liberal, negara justru memberikan kebebasan luas kepada masyarakat untuk membuat dan mengonsumsi berbagai jenis konten tanpa mempertimbangkan batasan nilai moral, apalagi memperhatikan aspek halal dan haram menurut ajaran agama.

Penerapan Aturan Islam Adalah Solusi Kasus Penyebaran Konten Pornografi

Islam memiliki berbagai aturan yang terperinci dalam Al-Qur’an, termasuk yang berkaitan dengan larangan terhadap konten pornografi. Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 32 disebutkan,
“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.”

Ayat ini diawali dengan
sighat nahyi (lafal larangan) yang dalam kaidah ushul fiqih menunjukkan keharaman terhadap sesuatu yang dilarang (al-ashlu fi an-nahyi lit-tahrim). Dengan demikian, segala bentuk perbuatan yang dapat mengantarkan kepada zina, baik berupa pembuatan maupun penyebaran konten pornografi dan pornoaksi, hukumnya adalah haram.

Apabila negara menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat, maka seluruh individu — baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa — akan terlindungi dari paparan konten pornografi. Akidah, keimanan, dan perilaku masyarakat pun akan senantiasa terjaga, karena setiap tindakan didasarkan pada ketentuan halal dan haram yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Selain itu, negara juga akan memberikan sanksi tegas bagi para pelaku yang membuat dan menyebarkan konten pornografi, sehingga menimbulkan efek jera bagi siapa pun yang berniat melakukan perbuatan serupa. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan generasi muda dari kerusakan moral, Indonesia perlu meninggalkan sistem sekuler yang kini diterapkan dan menggantinya dengan sistem Islam yang komprehensif, yang mampu mengatur seluruh aspek kehidupan.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter