Angka Bunuh Diri Anak Sekolah Meningkat, Cermin Gagalnya Sistem Pendidikan Sekuler

 Oleh : Nena

Dalam sepekan terakhir, publik kembali dikejutkan oleh kabar memilukan. Dua anak di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi ditemukan meninggal dunia diduga akibat bunuh diri. Di Sumatera Barat, dua siswa SMP di Kota Sawahlunto juga melakukan hal serupa di lingkungan sekolah mereka sendiri. Polisi memastikan tidak ada unsur bullying dalam kasus tersebut. Ironisnya, di tengah peristiwa tragis ini, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengungkap data mengkhawatirkan: lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami gangguan mental dari hasil pemeriksaan kesehatan jiwa nasional terhadap sekitar 20 juta jiwa.


Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa persoalan bunuh diri di kalangan pelajar bukanlah kasus individual, melainkan gejala sistemik dari rapuhnya fondasi kepribadian generasi muda. Kerapuhan ini bukan semata akibat tekanan sosial, melainkan buah dari sistem pendidikan sekuler yang gagal menanamkan akidah sebagai pondasi kepribadian. Sistem ini hanya mengejar capaian akademik dan prestasi duniawi, sementara nilai-nilai ruhiyah yang mestinya menjadi penopang mental anak, dibiarkan kering dan tak berakar. Akibatnya, anak-anak tumbuh cerdas secara intelektual tetapi kosong secara spiritual.


Dalam paradigma pendidikan sekuler, manusia dipandang hanya sebagai makhluk fisik dan rasional, bukan makhluk ruhani yang memiliki hubungan dengan Sang Pencipta. Agama sekadar mata pelajaran, bukan asas pembentukan kepribadian. Anak diajarkan tentang Tuhan, tetapi tidak diarahkan untuk hidup dengan kesadaran sebagai hamba-Nya. Inilah sebab mengapa mereka mudah goyah saat menghadapi ujian hidup.


Lebih dari itu, pandangan Barat yang menjadi dasar sistem pendidikan kita turut memperparah keadaan. Barat menetapkan kedewasaan pada usia 18 tahun, padahal dalam Islam, anak yang telah balig sudah dianggap mukallaf dan diarahkan untuk menjadi ‘aqil’—yakni memiliki akal yang matang dalam berpikir dan bertindak sesuai syariat. Ketika pendidikan gagal mempersiapkan anak menjadi ‘aqil’ sejak dini, yang lahir adalah generasi yang dewasa secara usia tetapi kekanak-kanakan dalam menghadapi kehidupan.


Bunuh diri adalah puncak dari gangguan mental yang kompleks. Gangguan ini tidak muncul di ruang hampa, melainkan lahir dari lingkungan sosial yang rusak oleh sistem kapitalisme. Tekanan ekonomi, konflik keluarga, gaya hidup hedonistik, hingga paparan media sosial yang menormalisasi depresi dan kematian, menjadi faktor nonklinis yang menekan jiwa anak-anak muda. Kapitalisme telah menciptakan generasi yang kehilangan arah hidup dan tujuan eksistensial. Mereka hidup dalam pusaran kompetisi tanpa makna, dan ketika gagal mencapai standar kebahagiaan palsu yang dibentuk media, mereka memilih jalan pintas: mengakhiri hidup.


Islam menawarkan solusi yang menyentuh akar persoalan ini. Islam menempatkan akidah sebagai dasar pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Anak dididik untuk memahami bahwa hidup bukanlah sekadar mengejar prestasi, tetapi ibadah kepada Allah. Sistem pendidikan Islam tidak hanya melahirkan manusia cerdas, tetapi juga membentuk pola pikir dan pola sikap Islam. Dari sinilah lahir kepribadian Islam yang tangguh menghadapi tekanan hidup.


Dalam sistem Islam, anak yang telah balig diarahkan menjadi ‘aqil’, yakni mampu berpikir syar’i dalam menilai setiap persoalan. Pendidikan sebelum balig berfungsi menanamkan keimanan, kedisiplinan, dan tanggung jawab syariat, sehingga anak siap menjalani hidup dengan pandangan hidup yang benar.


Lebih dari itu, penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan akan mencegah timbulnya gangguan mental secara sistemik. Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, membangun keluarga yang harmonis di atas ketakwaan, serta menetapkan arah hidup yang jelas: mencari ridha Allah SWT. Dalam sistem Khilafah, kurikulum pendidikan memadukan penguatan kepribadian Islami dengan penguasaan ilmu kehidupan, sehingga murid tidak hanya pandai secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan emosional.


Inilah yang absen dari sistem sekuler hari ini. Ketika pendidikan dilepaskan dari akidah Islam, maka yang lahir bukan generasi tangguh, melainkan generasi rapuh. Selama sistem sekuler kapitalistik ini terus dipertahankan, maka tragedi bunuh diri anak-anak sekolah akan terus berulang.


Sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa solusi sejati bagi krisis mental dan moral generasi hanya akan terwujud dengan kembali kepada sistem Islam kaffah. Hanya dengan penerapan Islam di bawah naungan Khilafah, pendidikan berbasis akidah akan kembali menumbuhkan generasi yang beriman kuat, berakal cerdas, dan berjiwa teguh menghadapi kehidupan. Sebab hanya dengan Islam, hidup memiliki arah, dan kematian pun dimaknai dengan keyakinan, bukan keputusasaan.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter