Indo-Pasifik, Melanjutkan Cengkraman Penjajahan?


Oleh Aulia Aula Dina

Presiden Negara Republik Indonesia yaitu Bapak Joko Widodo ditemani Ibu Negara Iriana bertolak menuju Bangkok, Thailand (2/11/2019), untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-35 yang diselenggarakan pada tanggal 2 sampai 4 November 2019. KTT ASEAN kali ini mengambil tema Perluasan Kerja Sama untuk Kesinambungan, yang difokuskan pada pembangunan infrastruktur untuk keberlangsungan kemajuan di kawasan Indo-Pasifik.

Indo-Pasifik diambil dari konsep geografis yang membentang di dua wilayah Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Kosep Indo-Pasfik ini bertujuan membangun kerja sama maritim, konektivitas, mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan 2030, serta kerjasama di bidang ekonomi antara negara-negara ASEAN, India, Amerika Serikat dan beberapa negara Asia lainnya seperti Jepang.
Dalam KTT ASEAN ke-35 Indo-Pasifik, Indonesia turut mengundang Perwakilan Negara Amerika Serikat. Indonesia merasa Amerika Serikat termasuk mitra penting dalam kemajuan ekonomi dan infrastruktur ASEAN, seperti yang ditegaskan oleh Mentri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, “dengan potensi besaran ekonomi yang dimiliki ASEAN, hubungan kemitraan ASEAN dan AS memberikan keuntungan bukan saja untuk ASEAN tetapi juga untuk AS”.

Cengkraman Penjajahan Semakin Kuat

Sekilas konsep dan rancangan kerja sama Indo-Pasifik ini terlihat  baik untuk kemajuan infrastruktur dan perekonomian negara-negara di wilayah Samudra Hindia dan Pasifik, tetapi dibalik itu semua rancangan ini semakin memperkuat cengkraman penjajahan AS ke negara-negara di Asia termasuk Indonesia.

Krisis ekonomi yang sedang terjadi di AS menjadi faktor utama munculnya konsep Indo-Pasifik. Sebagai penganut paham ekonomi yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi, angka pertumbuhan ekonomi AS berada pada 2,4 persen di tahun 2019 dan akan menjadi 2 persen di tahun 2020, hal ini akan menjadi malapetaka bagi AS. Ditambah lagi banyaknya masalah pengagguran, peningkatan inflasi, dan defisit fiskal yang melebar di AS membuat mereka mencari cara untuk mengatasinya.
Pemerintahan Donald Trump akhirnya menjadikan Indo-Pasifik sebagai salah satu kawasan yang menjadi prioritas kemitraan jangka panjang AS yang tentu terkait dengan implementasi Kapitalisme, yakni, tak ada yang lebih penting kecuali mendapatkan lokus yang akan menunjang keberlangsungan kepentingan penjarahan ekonominya.

Samudra Hindia dan Pasifik merupakan ruang strategis dalam perdagangan global. AS menjalin hubungan dengan negara-negara di wilayah Samudra Hindia dan Pasifik untuk menjadikan kawasan-kawasan ini sebagai pemasok kebutuhan bahan baku, penyedia tenaga kerja murah, dan pasar utama produk mereka. AS berusaha  mendapatkan keuntungan yang besar dengan modal yang sesedikit mungkin. Strategi Indo-Pasifik sangat menguntungkan AS atas negara-negara di wilayah Indo-Pasifik, termasuk negara Indonesia.

Melepaskan Cengkraman Penjajahan

Sungguh malang nasib negara Indonesia karena berada pada posisi negara pengekor yang hanya menjadi penyelamat di balik kepentingan AS.

Strategi Indo-Pasifik hanya akan menjadikan kekayaan terkonsentrasi di tangan para kapitalis kafir yang menjadikan mereka mendominasi atas negara yang lemah. Penjajahan ekonomi dan perdagangan yang dikuasai negara kafir barat akan mencegah Indonesia membangun dasar ekonomi yang kuat. Negara yang mayoritas beragama Islam dikuasai oleh negara kafir dalam segala bidangnya, tentu menjadi kemaksiatan yang luar biasa karena menentang perintah Allah, “Allah tidak akan memberikan jalan untuk kafir memiliki otoritas atas orang mukmin.” [QS. An-Nisa: 141]

Satu-satunya cara untuk melepaskan cengkraman kapitalis dan penjajahan kaum kafir terhadap umat Islam, yaitu dengan menerapkan sistem Islam dalam negara, sistem yang berasal dari sang Maha Mengetahui dan Maha Pengatur ciptaan-Nya.

- Allahu A’lam Bish Shawab-

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter