BLT untuk UMKM, Penyelamat Ekonomi yang Melempem?
Oleh Renita Azka R.
Pandemi ini benar-benar telah membuat
perekonomian masyarakat berada pada ujung kehancuran. Bagaimana tidak, selain
menyebabkan banyak perusahaan mengalami gulung tikar, PHK massal terhadap para
buruh dan karyawan nyatanya tidak dapat terelakkan. Imbasnya, penghasilan
masyarakat semakin menipis, sehingga daya beli masyarakat semakin menurun.
Beragam cara dilakukan pemerintah
guna memulihkan perekonomian. Salah satunya dengan memberikan bantuan produktif
usaha kepada 12 juta pelaku UMKM sebesar 2,4 juta. Untuk membantu para UMKM agar bisa terus bergeliat, pemerintah telah
menggelontorkan dana sebesar Rp 123,46 triliun. Dari total anggaran dana ini,
per tanggal 31 Agustus kemarin, penyerapannya baru mencapai 38,42 persen atau
setara dengan Rp 47,44 triliun.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK)
Provinsi Jawa Barat, Kusmana Hartadji mengatakan, sebanyak 1.003.443 dari target 2
juta pelaku UMKM di Jabar sudah terdaftar untuk mendapatkan bantuan. Usulan tersebut sudah disampaikan ke Pemerintah Pusat dan tengah
dilakukan verifikasi. Setelah verifikasi selesai, nantinya bakal ada Surat
Keputusan (SK) penetapan yang memuat data pelaku UMKM penerima bantuan. Setelah ada SK penetapan, kemudian
akan diinfokan ke daerah untuk segera membuka rekening masing-masing pelaku usaha yang sudah ditetapkan
sebagai menerima bantuan. Hanya saja, ketika sudah
ditetapkan, tapi pengusaha tersebut belum punya rekening, tidak otomatis
dicairkan.(prfmnews.pikiran-rakyat.com, 04/09/2020)
Di Indonesia, UMKM diakui sebagai
penyangga utama perekonomian nasional yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Berdasarkan data BPS, di Indonesia (2018) jumlah UMKM 64,2 juta, yang meliputi
63,35 unit usaha mikro, 783 ribu usaha kecil, dan 60.702 usaha menengah.Di
berbagai daerah, UMKM mampu menyerap 116 juta angkatan kerja. Untuk membantu
UMKM kembali bangkit, revitalisasi yang dilakukan pemerintah adalah mendorong
keterlibatan pelaku UMKM dalam proses digitalisasi. Menurut data Bank Indonesia, saat ini baru sekitar 4,3 juta pelaku UMKM
terintegrasi dengan sistem transaksi daring, yaitu digitalisasi pada sistem
pembayaran menggunakan QRIS (QR CodeIndonesia). (republika.com. 09/09/2020)
Stimulus
Untuk UMKM, Solusi yang Solutif?
Pemerintah membidik
UMKM sebagai salah satu upaya untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
UMKM dianggap sebagai nafas baru untuk menyelamatkan ekonomi di tengah badai
krisis dan resesi. Bagaikan jantung yang siap memompa darah segar, UMKM hanya
dipandang sebagai mesin yang dapat menjalankan roda perekonomian ketika
kelesuan mulai merambah di berbagai sektor formal dan nonformal. Dengan menghidupkan UMKM, pemerintah hanya perlu memberi
stimulus dan cukup menjalankan peran sebagai regulator, bukan penanggung jawab
penuh atas penderitaan rakyatnya. Jika UMKM
berkembang, tentu akan mampu membuka peluang lapangan kerja bagi masyarakat di
sekelilingnya, bahkan turut menggiatkan sektor nonformal seperti jasa angkutan,
ekspedisi pengiriman, atau penjualan di warung kelontong.
Sementara itu, memasuki normal baru,
pergeseran ke belanja daring tidak dapat dihindari. Pencegahan penyebaran
Covid-19 agar tak kian masif, mau tidak mau harus didukung dengan
penerapan social distancing ataupun physical distancing. Sehingga untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat harus lebih banyak berbelanja
daring. Imbasnya, UMKM pun turut digiring menuju pemasaran secara digital.
Permasalahannya, bagaimana dengan
pegiat UMKM yang minim pendidikan dan cenderung memasarkan produknya dengan
cara konvensional? Jangankan untuk menjelajahi marketplace dan menggeluti bisnis digital marketing, bahkan untuk mempromosikan produk saja masih melakukan
teknik dari mulut ke mulut. UMKM yang
bersikukuh dengan model layanan dan pemasaran konvensional, niscaya bakal digerus
perubahan. Para pelaku UMKM yang ingin bertahan, harus mampu menyuguhkan
layanan daring kepada pembelinya. Lebih dari sekadar menggunakan gawai untuk
memasarkan produk dan memperluas pangsa pasar, agar UMKM mampu bertahan atau
bahkan bangkit, tak pelak yang dibutuhkan adalah kemampuan literasi digital.
Belum lagi problem dalam perjualan online, seringkali terjadi berbagai
kecurangan dan penipuan, baik dalam pemasaran produk yang dilakukan seller atau proses pembayaran yang
dilakukan oleh calon buyer. Dari sisi
pembeli, hal ini menyebabkan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap produk yang dijual secara online semakin menurun, karena banyak ditemukan fakta terkait
kualitas barang yang tidak sesuai dengan deskripsi produk pada platform digital. Sementara itu, dari
sisi penjual, tentu ada kekhawatiran terhadap penipuan yang berkedok sebagai
calon pembeli, yang menyebabkan kerugian finansial .
Bagaimanapun juga, mendongkrak
pertumbuhan ekonomi melalui UMKM, tidak akan menuntaskan problem ekonomi. Ibaratnya, solusi
itu hanya bersifat tambal sulam, karena akar penopang ekonominya terlanjur
rusak, bahkan cacat sejak kelahirannya. Sumber penyakit utama krisis ekonomi
adalah penerapan sistem ekonomi yang lahir dari rahim kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalis menjadikan sektor nonrill (pasar
modal dan saham) dan utang sebagai tumpuan utama penggerak roda perekonomian. Akibatnya,
ketika terguncang isu sedikit saja, sektor ini langsung mengalami kemerosotan.
Jika memang pemerintah serius ingin
memulihkan perekonomian Indonesia, seharusnya pemerintah fokus pada
terselesaikannya pandemi terlebih dahulu. Karena setelah pandemi ini berakhir,
kondisi ekonomi akan berangsur pulih. Sebab
yang menjadi penyebab utama merosotnya perekonomian saat ini adalah terbatasnya
interaksi sosial karena penyebaran virus. Meskipun kenyataannya, tanpa pandemi
pun ekonomi negeri berbasis kapitalisme, memang rentan krisis. Apalagi, dengan adanya pandemi sudah
pasti akan membuat kapitalisme semakin berada di ujung bibir kehancuran.
Penyelamatan Ekonomi dalam
Islam
Islam dengan
penerapan sistem ekonominya akan mampu
menghentikan krisis ekonomi global serta memberikan jaminan kesejahteraan bagi
umat manusia. Di antara prinsip ekonomi Islam
untuk mewujudkan hal tersebut adalah:
Pertama, Menjalankan
Politik Ekonomi Islam. Politik Ekonomi Islam bertujuan untuk memberikan jaminan pemenuhan pokok
setiap warga negara (muslim dan non-muslim) sekaligus mendorong mereka agar
dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan kadar individu yang
bersangkutan yang hidup dalam masyarakat tertentu.
Kedua, Mengakhiri
dominasi dolar dengan sistem moneter berbasis dinar dan dirham yang tidak
bergantung pada mata uang lain sehingga bebas krisis moneter.
Ketiga, Tidak mentolerir
berkembang sektor non-riil yang menjadikan uang sebagai komoditas. Sektor ini,
selain diharamkan karena mengandung unsur riba dan judi, juga menyebabkan
sektor riil tidak bisa berjalan secara optimal. Inilah penyebab utama krisis
keuangan global. Uang hanya dijadikan sebagai alat tukar dalam perekonomian.
Karena itu, ketika sektor ini ditutup, maka semua uang akan bergerak disektor
riil sehingga roda ekonomi akan berputar secara optimal.
Keempat, Membenahi
sistem pemilikan sesuai dengan syariah Islam. Dalam Sistem ekonomi Islam
dikenal tiga jenis kepemilikan: kepemilkan pribadi; kepemilikan umum dan
kepemilikan negara. Seluruh barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak
dan masing-masing saling membutuhkan,
dalam Islam, terkategori sebagai barang milik umum. Benda-benda tersebut tampak
dalam tiga hal: (1) yang merupakan fasilitas umum; (2) barang tambang yang
tidak terbatas; (3) sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk
dimiliki oleh individu. Kepemilikan umum ini dalam sistem ekonomi Islam wajib
dikelola oleh negara dan haram untuk diprivatisasi.
Kelima, Mengelola
sumberdaya alam secara adil. Dalam sistem Islam, penguasaan dan pengelolaan SDA
berada di tangan negara dan negara berkewajiban mencegah upaya negara-negara
imperialis untuk menguasai SDA yang terdapat di dalamnya. Sehingga dengan
adanya pengelolaan dan penguasaan ini, tidak hanya akan berkontribusi pada
kemananan penyediaan komoditas primer untuk keperluan perekonomian tetapi juga
menjadi sumber pemasukan negara yang melimpah.
Inilah gambaran Islam
dalam menuntaskan problem ekonomi. Sistem ekonomi yang bersumber dari Allah
inilah yang akan mewujudkan ekonomi yang tumbuh stabil dan bebas krisis serta
berkeadilan. Ketika Islam diterapkan, maka Allah akan
memberikan berkah dari langit dan bumi, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96)
Wallahu a'lam bishowab.
Komentar
Posting Komentar