Hukum yang Sesuai bagi Pengelolaan Barang Tambang

Oleh Syifa Nurhayari

Penambangan emas ilegal telah diungkap oleh polisi di Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, beberapa waktu lalu. Aksi penambangan tersebut ternyata telah berlangsung puluhan tahun yang lalu.

Kades Cibodas Kutawaringin, Pupu Alamsah, mengatakan, “Iya, sudah lama beroperasi. Dari sebelum ada saya menjabat juga sudah ada. Jadi riwayatnya yang saya tahu itu dari tahun 1974. Pertama kali yang datang itu salah satu perusahaan atau PT. Terus mulai dari tahun 2010 memang jadi dimiliki oleh perseorangan,” ujar Pupu kepada DetikJabar, Rabu (22/1/2025).

Pengelolaan barang tambang dalam pandangan Islam diperbolehkan, bahkan ada hukumnya. Fiqih Bi’ah merupakan hukum lingkungan yang menawarkan panduan pengelolaan tambang berlandaskan wawasan pada Al-Qur’an. Hal ini tidak terlepas dari kegiatan pertambangan yang merupakan aktivitas manusia yang memanfaatkan kekayaan alam untuk kesejahteraan. Namun, di sisi lain, praktik yang tidak bijak dapat menimbulkan kerusakan lingkungan atau eksploitasi individu atau kelompok tertentu, dan bukan untuk kemaslahatan umat.

Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 29, meski tidak secara eksplisit menyebut pertambangan, ditegaskan bahwa Allah menciptakan bumi beserta isinya termasuk sumber daya tambang untuk kemanfaatan manusia.

Fiqih Bi’ah yang sudah disebutkan dalam Al-Qur’an tidak hanya memberikan prinsip-prinsip dasar terkait pengelolaan lingkungan, namun juga mengatur konsep kekhalifahan manusia dengan mewajibkan pengelolaan yang bertanggung jawab. Sebagai khalifah, manusia diberi mandat untuk memanfaatkan sumber daya alam, termasuk mineral hasil tambang. Namun, mandat tersebut disertai tanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam dan memberi manfaat bagi kemaslahatan umat. Fiqih Bi'ah memandang pemanfaatan sumber daya tambang sebagai tindakan yang mubah (dibolehkan) selama memenuhi kaidah-kaidah tertentu.

Eksploitasi sumber daya secara berlebihan yang akan merugikan generasi mendatang harus dicegah. Selain itu, dampak sosial akibat aktivitas pertambangan terhadap masyarakat harus diperhatikan, jangan sampai memberikan dampak yang buruk.

Tetapi, pada kenyataanya, saat ini barang tambang kebanyakan dikelola oleh para oligarki (asing-aseng) yang tidak mempedulikan dampaknya pada lingkungan dan masyarakat, dan keuntungannya diperuntukkan bagi individu. Maka terjadilah si kaya makin kaya dan si miskin makin susah. Itulah yang terjadi dalam sistem kapitalis yang mengambil keuntungan bagi para pengusaha dan penguasa.

Lalu bagaimana Fiqih Bi’ah ini dapat dilaksanakan? Harus ada sistem yang sesuai dengan hukum fiqih tersebut, dan sistem tersebut adalah sistem Islam.  Maka wajib bagi seluruh umat manusia untuk menegakkan hukum Islam secara sempurna agar hukum syariat yang sesuai bagi kemaslahatan umat dapat diterapkan secara sempurna pula. Wallahu a’lam.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter