Pengelolaan Tambang Emas dalam Sistem Islam

Oleh Iis Nurhasanah

Penambangan emas ilegal telah diungkap oleh polisi di Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, beberapa waktu lalu. Aksi penambangan tersebut ternyata telah berlangsung puluhan tahun yang silam. Kades Cibodas Kutawaringin, Pupu Alamsah, mengatakan bahwa dirinya telah hidup dan berkembang di wilayah tersebut. Bahkan menurutnya penambangan tersebut telah beraksi jauh sebelum dirinya menjabat sebagai kepala desa.

"Iya, sudah lama beroperasi. Dari sebelum ada saya menjabat juga sudah ada. Jadi riwayatnya yang saya tahu itu dari tahun 1974. Pertama kali yang datang itu salah satu perusahaan atau PT. Terus mulai dari tahun 2010 memang jadi dimiliki oleh perseorangan," ujar Pupu kepada detikJabar, Rabu (22/1/2025). Aneh, kenapa baru bisa terungkap sekarang, ya?

Berbicara tentang tambang, maka di sini melibatkan beberapa hal. Pertama, investasi. Kedua, fakta tentang tambang itu sendiri. Kemudian yang ketiga, kebijakan. Berkaitan dengan fakta tambang, barang tambang yang jumlahnya terbatas atau hanya sedikit, maka boleh individu langsung mengakses, tetapi jika jumlahnya tidak terbatas, maka negara yang harus mengelolanya. Persoalannya, hari ini tambang-tambang yang jumlahnya tidak terbatas itu tidak dikelola sepenuhnya oleh negara, tetapi juga oleh swasta. Hal ini dilindungi oleh undang-undang sehingga memberi peluang kepada swasta untuk mengelola tambang, sedangkan pemerintah hanya mengatur area, mengatur eksplorasi, dan mengatur investasi.

Pengelolaan dan peraturan seperti ini tentu saja akan menimbulkan persoalan karena fokusnya tidak benar-benar menempatkan negara sebagai pengelola tambang atau boleh diberikan kepada masyarakat secara langsung dilihat dari jumlah tambang itu sendiri.

Standar kebolehan mengelola tambang hanya berdasarkan izin. Perizinan ini memunculkan persoalan. Banyak pemain tambang yang tidak mengurus izin, tetapi bisa melakukan eksplorasi tambang dengan memberikan uang pelicin (sogokan). Itu semua adalah gambaran penerapan ekonomi kapitalisme yang tidak menempatkan tambang sebagai kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara yang seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Fokus negara hanya siapa yang bisa berinvestasi. Jika negara dapat berinvestasi, negara mengelola. Jika negara tidak bisa berinvestasi, maka akan menggaet para investor dan diberi keleluasaan mengelola tambang. Maka, pangkal persoalan sengkarut pengelolaan tambang adalah sistem ekonomi kapitalisme liberal.

Islam memiliki pandangan dalam hal kepemilikan. Boleh atau tidaknya kita memiliki atau mengelola sesuatu itu diatur di dalam Islam, sebagaimana di dalam hadits dikatakan bahwa:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Berserikatnya manusia dalam ketiga hal pada hadits di atas bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas), dan jika tidak ada maka mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya. Artinya, berserikatnya manusia itu karena posisi air, padang rumput, dan api sebagai kepemilikan umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas atau masyarakat. Contoh kepemilikan umum yang sifatnya sama seperti ketiga hal tersebut termasuk sarana-sarana umum, tambang, laut, dan sebagainya.

Barang yang termasuk kepemilikan umum dikelola oleh negara untuk kepentingan publik. Negara boleh memberikannya kepada rakyat secara gratis atau menetapkan harga tertentu yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat, karena negara hanya mewakili umat untuk mengelola barang tersebut. Hal ini berbeda dengan kepemilikan negara, di mana khalifah sebagai kepala negara memiliki kewenangan berdasarkan ijtihadnya dalam pengelolaan dan pendistribusian barang milik negara.

Dalam hal ini, posisi penguasa/negara adalah sebagai pengelola, bukan sebagai pemilik. Maka pos pemasukan dan pengeluaran dari sumber kepemilikan umum ini menempati pos tersendiri di Baitul Mal. Semuanya digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan umat/rakyat. Islam melarang tegas negara ataupun individu untuk menswastanisasi harta milik umum (rakyat) tersebut, apalagi hingga dikelola oleh swasta/individu.

Namun hari ini dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, sumber daya alam termasuk tambang emas telah diswastanisasi. Tambang milik umum seperti minyak, gas, emas, dan tambang lainnya telah banyak diprivatisasi oleh individu maupun perusahaan.

Sistem perekonomi Islam tidak hanya berfokus kepada investasi, tetapi tambang benar-benar ditempatkan sebagai kepemilikan umum. Eksistensi kepemilikan umum itu dipegang teguh, tidak boleh dimiliki oleh negara, tidak boleh dimiliki oleh individu, tetapi tetap diposisikan sebagai kepemilikan umum.

Kalaulah negara belum memiliki modal, negara akan menunggu sampai memiliki modal atau utang kepada warga negara. Selama negara masih mengadopsi sistem kapitalisme liberal, persoalan tambang tidak akan pernah selesai dan yang diuntungkan hanya pemilik modal saja. Wallahu a’lam bi as-shawab.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter