PERSOALAN UTAMA DI BALIK TAMBANG EMAS ILEGAL
Oleh Ira Fuji Lestari
Penambangan emas ilegal telah diungkap oleh polisi di Kecamatan
Kutawaringin, Kabupaten Bandung, beberapa waktu yang lalu. Aksi penambangan
tersebut ternyata telah berlangsung puluhan tahun yang lalu, dan sebanyak tujuh
pelaku diamankan. Rata-rata pendapatan aktivitas tersebut per hari adalah Rp200
juta, dan jika dikali sebulan kurang lebih Rp6 miliar. Maka, dalam 10 tahun,
penambangan emas ilegal ini menyebabkan kerugian negara sebanyak Rp1 triliun.
Kades Cibodas Kutawaringin, Pupu Alamsah, mengatakan bahwa pihaknya tidak
pernah mengetahui izin dari penambangan tersebut. Dirinya menjabat sebagai
kepala desa dari tahun 2006 sampai 2012, dan 2019 sampai 2027. Pupu menjelaskan
dalam perjalanannya, pemerintah desa kerap melakukan ultimatum kepada para
penambang, namun kerap diabaiakan (detikjabar.com, 22/01/2025).
Berbicara tentang tambang, terdapat beberapa hal yang berkaitan dengannya.
Pertama, investasi. Kedua, fakta tentang tambang itu sendiri. Ketiga,
kebijakan. Berkaitan dengan fakta tambang, barang tambang yang jumlahnya
terbatas dan hanya sedikit boleh diakses individu, tetapi jika jumlahnya sangat
banyak atau tidak terbatas, negaralah yang mengelolanya.
Persoalannya, hari ini tambang-tambang yang jumlahnya tidak terbatas tidak
dikelola sepenuhnya oleh negara, tetapi juga oleh swasta. Hal ini dilindungi
oleh undang-undang, sehingga memberi peluang kepada swasta untuk mengelola
tambang, sedangkan pemerintah hanya mengatur area, mengatur eksplorasi, dan
mengatur investasi. Pengelolaan dan peraturan seperti itu tentu saja akan
menimbulkan persoalan, karena fokusnya tidak benar-benar menempatkan negara
sebagai pengelola.
Standar kebolehan mengelola tambang hanya berdasarkan izin. Perizinan ini
memunculkan persoalan. Banyak pemain tambang memberikan uang pelicin (sogokan).
Itu semua adalah gambaran penerapan ekonomi kapitalisme yang tidak menempatkan
tambang sebagai kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara yang seluruh
hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Fokus negara hanya siapa yang berinvestasi.
Jika dapat berinvestasi, negara langsung mengizinkan. Negara juga berupaya menggaet
para investor dan memberi keleluasaan mengelola tambang. Maka, pangkal
persoalan pengelolaan tambang ilegal adalah penerapan sistem ekonomi kapitalis
liberal.
Berbeda halnya dengan ekonomi Islam yang tidak berfokus kepada investasi. Tambang benar-benar ditempatkan sebagai kepemilikan umum. Eksistensi kepemilikan umum itu dipegang teguh, tidak boleh dimiliki oleh negara, tidak boleh dimiliki oleh individu, tetapi tetap diposisikan sebagai kepemilikan umum. Selama negara masih mengadopsi sistem kapitalisme liberal, persoalan tambang tidak akan pernah selesai dan yang diuntungkan hanya pemilik modal. Allahu a’lam bii shawwab.
Komentar
Posting Komentar