JURUS MABUK MELAWAN HOAX RADIKALISME DI KAMPUS


Oleh : Restu Febriani (Mahasiswi)

Kamis, 6 September 2018 Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius M.H mengunjungi perguruan-perguruan tinggi untuk membekali mahasiswa dan segenap civitas. Kali ini, Kepala BNPT mengunjungi Universitas Widyatama Bandung untuk memberikan pembekalan resonansi kebangsaan serta bahaya radikalisme dan terorisme di kampus.

Upaya ini justru cukup menggelitik mayoritas masyarakat yang memiliki pola fikir cemerlang. Pemerintah terlihat sangat kelojotan menyerang kebangkitan pemikiran Islam hingga ke lingkungan kampus. Bahkan “Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan penentuan pemimpin di perguruan tinggi negeri atau rektor kini diharuskan dipilih presiden”. Ketakutan ini justru membuat kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah semakin tidak relevan dan masuk akal.
Bahwasannya isu radikalisme kampus adalah propaganda jahat untuk menjauhkan insan kampus dari ajaran Islam tentang khilafah, bahkan ingin menjauhkan umat dan insan kampus dari Islam itu sendiri. Radikalisme adalah isu yang diproduksi untuk menekan gerakan dakwah Islam di lingkungan kampus. Kenyataan adanya radikalisme hanya isapan jempol semata, dongeng yang dibacakan di siang bolong (Hoax), yang tidak ada realitasnya.
Radikalisme kampus hanyalah upaya menjauhkan potensi kebangkitam Islam dikalangan pemuda/mahasiswa.  Membungkam dengan berbagai macam dalih. Karena mereka sangat tahu betul, bahwa mahasiswa adalah agen of change. Artinya di tangan mahasiswa lah perubahan itu bisa dicapai. Mereka adalah bibit-bibit yang mampu mengubah arah suatu bangsa. Mereka adalah kumpulan orang-orang terpelajar yang memiliki semangat juang yang tinggi. Kritis terhadap suatu permasalahan atau kebijakan, itulah salah satu ciri khas mereka.
Radikalisme (dari bahasa Latin radix yang berarti “akar”) adalah istilah yang digunakan pada akhir abad ke-18 untuk pendukung Gerakan Radikal. Dalam sejarah, gerakan yang dimulai di Britania Raya ini meminta reformasi sistem pemilihan secara radikal. Gerakan ini awalnya menyatakan dirinya sebagai partai kiri jauh yang menentang partai kanan jauh. Begitu “radikalisme” historis mulai terserap dalam perkembangan liberalisme politik, pada abad ke-19 makna istilah radikal di Britania Raya dan Eropa daratan berubah menjadi ideologi liberal yang progresif. Menurut Encyclopædia Britannica, kata “radikal” dalam konteks politik pertama kali digunakan oleh Charles James Fox. Pada tahun 1797, ia mendeklarasikan “reformasi radikal” sistem pemilihan, sehingga istilah ini digunakan untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung reformasi parlemen. (Dari Wikipedia bahasa Indonesia).
Namun saat ini paham radikalisme seringkali dihubung-hubungkan pada agama Islam. Sungguh, harus kita ketahui bahwa Islam adalah agama sekaligus Ideologi yang mengutamakan kedamaian dan perdamaian. Sepanjang sejarahnya Islam telah mampu menyatukan 2/3 dunia terbentang di 3 benua, jika dipetakan sekarang mencakup 35 negara selama kurang lebih 13 abad lamanya. Islam mampu menciptakan kegemilangan peradaban yang tak mampu ditandingi oleh siapapun. Syariat Islam yang agung, seharusnya dipahami sebagai solusi yang akan menyelamatkan negeri ini, bukan sebaiknya dijadikan ancaman dan musuh. Negeri ini terpuruk selama puluhan tahun bukan karena menerapkan syariat Islam, negeri ini terpuruk justru karena puluhan tahun menerapkan sekulerisme demokrasi dan hukum warisan penjajah.
Sesungguhnya di balik ketakutan beberapa kalangan terhadap munculnya mahasiswa yang membawa pemikiran politik Islam saat ini, ada kekhawatiran akan tegaknya peradaban Islam. Hal tersebut tentu bukan lah yang merek harapkan. Karena tegaknya Islam sebagai sebuah institusi merupakan ancaman tersendiri untuk keberlangsungan sistem Kapitalisme-Sekulerisme yang bercokol puluhan tahun di negeri ini. Mahasiswa yang memiliki pemikiran politik Islam sesungguhnya muncul karena akibat dari krisis dan kerusakan yang disebabkan oleh sistem Kapitalisme-Sekulerisme. Mereka menginginkan suatu perubahan yaitu Islam. Karena Islamlah satu-satunya sistem yang telah terbukti mampu mensejahterakan masyarakat dibawah peraturan Al-Qur’an dan As-sunnah.
Inilah pentingnya memahami potensi strategis pemuda dalam perubahan masyarakat dan apa kontribusi mereka kepada perjuangan Islam. Agar mereka tidak gentar terhadap apa yang mereka perjuangkan. Tidak boleh lemah terhadap propaganda yang akan menghalangi gerak juangnya.
Wallahua’lam bi shawab


Restu Febriani
Mahasiswi

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter