KETIKA ALLAH SWT...MENEGUR KITA MELALUI ALAM
Oleh : Rengganis Santika
Terkejut, sedih, dan tak menyangka,....sontak menggelayuti hati saat
mendengar kabar gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.
Pikiranku menerawang jauh ke belakang, mengingat kembali masa yang telah lalu.
Tepatnya pada tahun 2004, atau kira-kira empat belas tahun yang lalu, kami
sekeluarga tinggal di Palu, Sulteng. Mencoba membuka file memori yang lama
tersimpan, teringat kawan-kawan, sahabat, tetangga yang pernah bersama-sama
dahulu. Setelah beberapa hari akhirnya kami dapat terhubung dengan sahabat yang
masih disana.
Sahabat kami bercerita, kini kota teluk yang indah itu, pasca
bencana mendadak menjadi kota mati yang begitu mencekam. Dalam gelap penuh
jeritan dan rintih kesakitan, sayup masih terdengar takbir, tahlil dan
istighfar ...nampaknya tak ada yang menyebut jalan hidup mereka selama ini,
yaitu demokrasi. Begitu setianya pada demokrasi hingga tak mau ke lain hati.
Tapi saat bencana tak ada yang menyeru "demokrasi harga mati!" atau
menyebut "kapitalisme ...pilihanku!" Begitulah manusia ketika
mendapat kehidupan yang aman dia lupa, merasa paling berhak dan kuasa atas
alam, sembari menolak diatur sang pencipta alam, tapi saat bencana menimpa dia
sebut pemilik, penguasa alam semesta Allah SWT. Allah hanya dihadirkan kala
duka dan bencana.Ya begitulah...bencana adalah cara Allah menegur kepongahan
dan kesombongan manusia.
Kengerian semakin menjalar, penjarahan dimana-mana tak cuma bahan
makanan yang jadi target penjarahan. Di titik kritis, ketika tak ada makanan,
minuman, tenaga terkuras berjuang menyelamatkan diri dan keluarga, semua tak
tersisa maka hal terburuk yang mungkin dilakukan adalah mengemis atau
"mencuri" makanan saja. Tapi kenapa iman pun bisa hanyut hingga yang
terjadi tindak kriminal, tergiur hasrat kerdil dunia, barang elektronik,
perhiasan tak ayal di jarah habis . Mengakibatkan banyak kerugian toko-toko
kecil dan besar.
Manusia bisa secepat kilat kehilangan moralitas. Entah memang karena
merasa ada pembenaran, ada yang memerintahkan atau entah apa??...namun rasanya
baru kali ini situasi cheos pasca bencana seperti ini terjadi. Air minum
begitu berharga. Tak sedikit yang tega memanfaatkan situasi mencari untung
besar saat terjepit, air dijual dengan harga fantastis 100 ribu/galon! Ada
kampung yang tenggelam terkubur bersama warganya sedalam tiga meter dan ada
pula yang terangkat setinggi dua meter....ini bencana yang luar biasa!
Kota Palu adalah gambaran alam sempurna perpaduan kehijauan gunung
dan birunya laut. karakter gunung di wilayah timur yang eksotik. Belum lagi biota laut yang lengkap juga flora
dan fauna khas endemik yang langka. Kayu hitam eboni, burung maleo, anoa.
Kuliner laut yang kaya melengkapi daya tariknya. Namun tak jarang atas nama
kearifan lokal banyak perilaku yang melemahkan aqidah. Kultur tak jarang
mengalahkan hukum syari'at penguasa Alam.
Konsekwensi kapitalisme demokrasi juga tak terelakkan. Infrastruktur
dibangun di bibir pantai seperti hotel, destinasi wisata yang tak peduli ekologis,
sehingga mengakibatkan rusaknya mangrove, padahal konservasi mangrove bisa
menyerap energi tsunami di pantai sampai 80%. Ketika pantai tak lagi menjadi
area 'kauniyah' untuk menambah keimanan, sebaliknya justru malah menjadi ajang
kemaksiyatan dan kesyirikan. Alam berguncang karena takut pada pemiliknya,
Alloh SWT. Tak harus dengan bencana selama 8 hari 8 malam seperti kaum tsamud
yang pongah, cukup dengan bencana yang tak lebih dari 1 jam, di hari jumat
tanggal 28 september kemarin, telah berhasil menghancurkan Icon kota Palu
jembatan kuning yang saat itu konon sedang pesta adat nomoni suku kaili.
Padahal jembatan kuning memiliki konstruksi baja yang kokoh, dan merupakan
jenis jembatan pertama di Indonesia dan ketiga di dunia dengan teknologi terbaru.
Namun rupanya kecanggihan manusia tak kuasa melawan hempasan gempa dan tsunami.
Infrastruktur yang berdiri bertahun lamanya, luluh lantak dalam waktu singkat.
Alam tak menerima perilaku menduakan kuasa Allah SWT.
Bencana ini teguran bukan hanya untuk masyarakat Sulteng saja, namun
teguran keras bagi bangsa ini untuk muhasabah menguatkan sikap ruhiyyah. Lombok
belumlah pulih, sayang negri ini tak cepat bertobat dan tak lama langsung
dihantam gempa tsunami di Sulteng yang lebih dahsyat dengan jumlah korban meninggal
3x lipat. Bangsa ini belum juga sadar, betapa kedzaliman, kemaksiyatan di
segala lini kehidupan begitu kasat mata akibat penerapan sistem buatan manusia,
yaitu kapitalisme demokrasi yang berazas sekuler. Kemudian lihatlah komitmen
negara kapitalis ini dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana. Dalam
alokasi dana dan mitigasi seperti ketika di Lombok, sementara dana tersedot
habis-habisan untuk Asean games. Dan nampaknya negara lebih mengkhawatirkan
sektor pariwisata.
Magnitudo gempa di Sulteng lebih dahsyat daripada di Lombok
infrastruktur vital porak poranda, tapi korban cuma bisa gigit jari,
membandingkan dengan alokasi dana untuk pertemuan world bank-IMF bulan oktober
ini. Demi warga Sulteng sudahkah negara cepat mengerahkan kapal induk, helikopter??.seperti
untuk pertemuan IMF? Selama ini "early warning system" (BUOY) hanya
formalitas, tak ada keseriusan mengawasi disamping sikap vandalisme warga.
Struktur geologi Palu, menjadikanya akrab dengan gempa, seharusnya pemerintah
lebih 'aware' begitu pengalaman kami
tinggal disana. Kapitalisme memaksa negara berpihak pada para pemodal (swasta
dan asing). Di Jepang negri langganan tsunami, negara fokus mengantisipasi
bencana dengan membangun tembok penahan tsunami setinggi 12 m di sepanjang pantai
Di negri ini ulama yang lurus pada kebenaran di persekusi, seperti
yang belum lama terjadi di Palu. Para ulama di Palu pun mengingatkan atas
maksiat dan kesyirikan yang merajalela, namun tak digubris. Ormas yang
konsisten menjauhi kekerasan dan hanya fokus berdakwah dan amar ma'ruf nahi
munkar menyampaikan ajaran islam juga dipersekusi hingga akhirnya dibubarkan
paksa. Ketahuilah sesungguhnya Allah SWT menyampaikan melalui Al Qur'an dan
hadist-hadist shahih, bahwa aktivitas amar ma'ruf nahi munkar, mengajak pada
kebenaran islam, adalah washilah tertahannya azab Allah.
Alloh SWT menegur melalui alam dalam bentuk bencana. Bila aktivitas
dakwah dan amar ma'ruf dan penegakan kalimat tauhid sudah tidak ada, maka azab
Allah tak memilih pada orang-orang yang berbuat dzalim saja. Sadar bencana
artinya muhasabah diri, istiqomah dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Bencana bukan
sekedar fenomena alam, tidak seperti sikap orang komunis yang materialistik,
kita tak punya pilihan selain kembali pada syariat (aturan) Nya.
Komentar
Posting Komentar