UPAYA ISLAM MEMENUHI HAK ANAK
OLEH : SUPARTINI GUSNIAWATI (PRAKTISI
PENDIDIKAN ANAK)
Sebuah program yang diinisiasi oleh Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga
Berencana (BP3AKB) telah dimulai sejak 2013 dengan target 2020 berbagai
kota/kabupaten dapat memperoleh gelar utama sebagai kota layak anak.
Program
ini merupakan turunan dari komitmen
internasional seperti WFC (World Fit for Children), Convention on the Right of the Child (CRC), yang telah
diratifikasi melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990, dan Millenium
Development Goals (MDGs). Ditambah dengan hukum tingkat nasional seperti UUD
Tahun 1945 Pasal 28B ayat 2, UU No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak,
dst. Serta komitmen pemerintah daerah, seperti di jawa barat melalui perda jawa
barat no. 5 tahun 2006 tentang perlindungan anak, SK Gubernut jawa barat pokja
pengarusutamaan gender Gender No. 260/Kep.III-BP3AKB/2013.
Kepentingan atas program ini adalah karena Jumlah anak sekitar sepertiga dari total
penduduk. Anak merupakan modal
dan investasi sumber daya manusia di masa yang akan datang, sekaligus sebagai
generasi penerus bangsa. Anak harus berkualitas agar tidak menjadi beban
pembangunan.dan tentunya diperlukan Koordinasi dan kemitraan antar pemangku
kepentingan terkait pemenuhan hak-hak anak harus diperkuat agar terintegrasi,
holistik dan berkelanjutan.
Namun dalam tataran pelaksanaannya, beberapa hal menjadi sangat
disayangkan karena masih jauh dari harapan untuk mewujudkan program kota layak
anak ini. Seperti yang disampaikan oleh
Paulus Mujiran, Alumnus Pascasarjana Undip, fasilitator
kabupaten/kota layak anak Provinsi Jawa Tengah, diantaranya :
1.
sumber masalahnya adalah semenjak Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan mengeluarkan Permeneg PPPA No 13 Tahun 2011 tentang panduan
pengembangan kabupaten/ kota layak anak, kabupaten/kota di Indonesia
berlomba-lomba terpacu menjadi kabupaten/kota layak anak. Substansi pemberian
penghargaan lebih untuk dikejar sebagai prestasi. Banyak kepala daerah lebih
senang berangkat ke Jakarta pada hari anak nasional untuk menerima penghargaan,
terlepas di daerahnya terdapat kekerasan, gizi buruk, kematian bayi, anak
jalanan.
2.
dengan mengejar predikat kabupaten/kota layak anak justru
upaya-upaya yang terkait dengan penanganan kekerasan kepada anak cenderung
dilupakan. Mereka giat menjalankan berbagai kegiatan bertema anak seperti
sekolah ramah anak, puskesmas ramah anak, desa ramah anak, festival anak,
melibatkan anak dalam musyawarah perencanaan pembangunan yang tujuannya
memenuhi dokumen administrasi untuk diajukan dalam lomba, bukan untuk memenuhi
hak anak. Akibatnya upaya pencegahan kekerasan kepada anak nyaris kurang. Upaya
pencegahan kekerasan pada anak dilakukan dengan memperkuat pengasuhan dalam
keluarga tidak dilakukan. Gerakan membangun ketahanan keluarga diabaikan.
Sayangnya, upaya memperkuat keluarga melalui program pengasuhan keluarga dan
lingkungan alternative agar berdaya tahan tidak dilakukan. Program parenting keluarga
jika dilakukan tidak konsisten tidak berdampak pada kualitas keluarga. Ironis
memang kabupaten/kota layak anak tetapi banyak anak tinggal di tengah keluarga
dan masyarakat yang tidak layak anak.
3.
anugerah kabupaten/kota layak anak masih mengandung kelemahan
karena hanya mendorong kabupaten/kota meraih penghargaan tetapi tidak mendorong
perlindungan anak. Kian maraknya kekerasan sudah saatnya menjadi bahan evaluasi
para pihak agar substansi evaluasi dan pemberian penghargaan menyentuh pada
upaya-upaya perlindungan anak.Pemerintah mestinya tidak hanya menggelar lomba
tetapi juga melihat aksi nyata kabupaten/kota terkait perlindungan anak.
Semisal dengan reward and punishment jika terjadi kekerasan
pada anak di kabupaten/ kota penerima penghargaan. Penghargaan tentu tidak
dimaksudkan agar hak anak tidak terlindungi. Penghargaan adalah alat mengukur
kabupaten/kota dalam menghormati, memenuhi dan melindungi hak anak.
Disaat hiruk pikuk upaya membangun KLA yang
sarat dengan materi semata, islam sudah jauh-jauh hari memberikan gambaran
pengaturan mengenai pemenuhan hak anak. Islam telah mengatur hak-hak anak dalam
sekumpulan hukum yang mengatur kewajiban kedua orang tuanya, masyarakat disekitarnya
dan negara. Dengan demikian hak anak merupakan kewajiban dari allah kepada
orang-orang yang harus memenuhinya. Karenanya pemenuhan hak anak adalah bagian
dari ibadah dan ketundukan mereka kepada Allah SWT.
Hak-hak anak yang harus dijamin pemenuhannya dalam Islam diantaranya :
1.
Hak Untuk Hidup
2.
Hak Mendapatkan Nama yang Baik
3.
Hak Penyusuan dan Pengasuhan (Hadhonah), Anak
berhak mendapatkan penyusuan selama 2 tahun, sebagaimana firman Allah SWT :
“Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuannya (Q.S Al Baqoroh 233)”
4.
Hak Mendapatkan Kasih Sayang
5.
Hak Mendapatkan perlindungan dan
nafkah dalam keluarga
6.
Hak Pendidikan dalam Keluarga.
7.
Hak Mendapatkan Kebutuhan Pokok Sebagai Warga
Negara
Sebagai
warga negara, anak juga mendapatkan haknya akan kebutuhan pokok yang disediakan
secara masal oleh negara kepada warga negara. Kebutuhan itu meliputi :
pendidikan di sekolah, pelayanan kesehatan dan keamanan. Pelayanan massal ini
merupakan pelaksanaan kewajiban negara kepada rakyatnya, seperti sabda
Rasullulah SAW: “Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia
akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya (HR. Ahmad, Syaikhan,
Tirmidzi, Abu Dawud, dari Ibnu Umar).
Apabila hak-hak anak tersebut terpenuhi maka anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas. Cara pandang yang benar terhadap anak merupakan langkah awal menuju optimalnya usaha pemenuhan hak-hak anak. Islam mengajarkan untuk memandang anak sebagai :
1. Perhiasan Dunia
2. Jaminan Bagi Orang Tua Di Hari Kiamat
3. Sebagai Aset Masa Depan Umat
Islam mensyariatkan pernikahan pada umatnya,
bahkan mencela orang-orang yang tidak mau menikah (tabattul). Islam juga
menganjurkan agar laki-laki memilih calon istri yang penyayang, subur dan
sholehah, sebagaimana riwayat Anas ra, ia berkata:”Rasullulah menganjurkan para
pemuda untuk kawin dan melarang keras untuk tabattul. Dan beliau
bersabda:”Kawinlah kalian dengan wanita-wanita yang penyayang dan subur, sesungguhnya
dengan kalian saya ingin memperbanyak ummat diantara para nabi pada hari kiamat
nanti”(HR. Imam Ahmad dan Abu Hakim)
Islam juga mensyariatkan untuk memperhatikan
kualitas generasi penerusnya, sebagaimana Q.S An-Nissa ayat 9 yang artinya:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
kesejahteraan mereka…” Dari hadis dan ayat diatas dapat dipahami bahwa ada
tuntutan bagi kaum muslimin untuk menjamin kelestarian generasi masa depan dan
mewujudkan generasi yang berkualitas baik.
Wallohualam Bishowab
Komentar
Posting Komentar