Konsep Syariah Islam Dalam Penyelesaian Masalah Pangan



Oleh : Eli (Katapang Bandung)

Impor bahan pangan membengkak sepanjang tahun 2018, komuditas seperti : beras, kedelai, gula dan garam menjadi penyumbang terbesar pembelian barang konsumsi dari luar negeri. Tingginya impor beras sepanjang tahun tersebut merupakan kewajaran karena, pada tahun tersebut kementerian perdagangan menerbitkan izin impor 1 juta ton beras yang dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga akhir tahun.

 Kemeneg akan menambah izin impor beras karena adanya potensi gangguan produksi pada pergantian musim seperti : terjadinya serangan hama dan kekeringan di berbagai daerah. Khawatiran terhadap pasokan beras yang berujung pada keputusan pemerintah untuk impor sering terjadi  pada pergantian musim. Alhasil, keputusan impor beras selalu mengundang pro dan kontra karena persoalan beras menyangkut persoalan perut.
Indonesia merupakan negara yang kaya, bahkan Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Namun mengapa pemerintah memilih mengimpor bahan pangan ketimbang memberbaiki dan membenahi di sektor pertanian. Dalam sistem ekonomi kapitalis standarnyanya adalah untung rugi atau manfaat, artinya dalam sistem kapitalis penyediaan pangan untuk kebutuhan masyarakat di ukur dengan apakah ada keuntungan atau tidak terhadap negara, tanpa melihat kerugian yang ada di tengah masyarakat. Dengan adanya keputusan impor beras, banyak yang di rugikan, baik masyarakat yang merupakan konsumen ataupun petani itu sendiri bahkan negara juga di rugikan. Sesungguhnya jika kita teliti masalah ketahannan dan ketersediaan pangan ini, masyarakat  sebagai konsumen menginginkan 2 hal, yaitu harga bahan pangan murah dan mudah terjangkau. Dari sisi petani juga, petani menginginkan hasil pertaninnya di kelola oleh negara dengan harga yang bisa menguntungkan para petani. Namun negara memilih jalan pintas dengan memutuskan untuk mengimpor beras dan bahan pangan yang lainnya.
Beda hal nya dengan Islam, sebagai sebuah agama Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib di penuhi perindividu. Seorang pemimpin akan di mintai pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak bila ada saja dari rakyatnya yang menderita kelaparan. Di dalam Islam tanah-tanah yang mati bisa di hidupkan oleh siapa saja dan tanah tersebut bisa menjadi milik orang yang menghidupkannya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW " Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah  tersebut menjadi milik nya" ( HR Tirmidzi,Abu Dawud),begitu sebalik nya, Siapapun yang memiliki tanah jika di telantarkan 3 tahun berturut-turut maka, hak kepemilikan atas tanah itu hilang. Tanah tersebut akan di ambil oleh negara dan di distribusikan kepada individu untuk rakyat yang mampu mengolahnya, dengan memperhatikan keseimbangan ekonomi dan pemerataan secara adil.
Syariah Islam juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib memberantas distorsi pasar seperti : penimbunan, kanzul mall (baca QS At taubah (9:34), riba, monopoli dan perampasan. Inilah konsep syariah Islam pada penyelesaian masalah pangan. Konsep tersebut baru dapat di rasakan kemaslahatannya bila ada negara yang melaksanakannya. Oleh karena itu, kita wajib mengingatkan pemerintah akan kewajiban mereka dalam melayani urusan umat termasuk persoalan pangan, dengan menerapkan syariah Islam secara Kaafah yang bersumber dari Allah SWT.Walllahu alam..bi shawab..



Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter