Hari Pangan Sedunia, Healty Diet yang Tidak Menyelesaikan Masalah Kesehatan Secara Mengakar
Oleh Nurfadilah
Hari Pangan Sedunia atau World Food Day diperingati
setiap tanggal 16 Oktober 2019 nanti. Tema hari pangan sedunia tahun ini
mengangkat “Teknologi Industri Pertanian dan Pangan Menuju Indonesia Lumbung
Pangan Dunia 2045”. Topik swasembada pangan menarik untuk diperbincangkan
mengingat Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara butuh
ketahanan pangan. Di Indonesia, pelaksanaan Hari Pangan Sedunia akan digelar di
Kendari, Sulawesi Tenggara. Namun, menurut Plt Kepala Dinas Kominfo Sultra,
Syaifullah, seperti dilansir Antara, pelaksanaan yang sekiranya digelar bulan
ini diundur menjadi November 2019. Pasalnya, menunggu selesainya pelantikan Presiden
Jokowi pada 20 Oktober.
Bicara soal pangan merupakan topic lawas yang terus
menerut temanya hanya dijadikan sebagai selogan semata, jauh dari ekspektasi
pada kenyataannya keadaan pangan di Indonesia sangat buruk. Masih ada 19,4 juta warga Indonesia yang
tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari. Penduduk miskin Indonesia
pada Maret 2019 sebesar 25,14 juta orang atau sekitar 9,82% dari total penduduk.
Imbas kemiskinan akan merambat kepada kondisi kesehatan rakyat, dampaknya akan
banyak gizi buruk.
Indonesia memiliki sumber daya alam berlimpah,
teknologi maju, dan iklim yang lebih bersahabat, seharusnya bisa tetap
dilestarikan. Indonesia adalah negara kaya raya. Memiliki sumber daya alam (SDA) yang
berlimpah hingga biasa disebut dengan zamrud khatulistiwa. Kandungan minyak,
batu bara, gas alam, emas, nikel, tembaga dan berbagai bahan tambang lainnya
kita miliki tapi sayang kekayaan negeri belum sebanding dengan kesejahteraan
rakyat. Hampir setiap tahun, kita juga disibukkan dengan pro-kontra impor bahan
pangan, mulai dari beras, daging sapi, kedelai, hingga bawang merah. Mengingat kayanya Indonesia sudah semestinya
pemerintah mampu untuk mengelolanya dengan sebaik mungkin untuk kesejahteraan
rakyat agar tidak terjadi kelaparan di beberapa daerah tertentu bahkan daerah
kota sekalipun. Menurut data dari Global Hunger Index 2018, Indonesia dinilai
memiliki masalah kelaparan tingkat serius yang memerlukan perhatian lebih.
Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan luas
lahan sawah di Indonesia telah berkurang. Catatan BPS menyebutkan tahun 2018,
luas sawah tinggal 7,1 juta hektar turun dibanding tahun 2017 yang masih 7,74
juta hektar. Dalam kaitan dengan ketahanan pangan nasional, konversi lahan
pertanian sawah merupakan salah satu faktor yang berdampak langsung terhadap
hasil produksi padi. Kesuksesan program ketahanan pangan nasional sangat
ditentukan oleh tersedianya lahan pertanian yang mampu memproduksi pangan
secara kontinyu. Namun kenyataan memperlihatkan bahwa lahan yang tersedia dan
yang dapat dipergunakan untuk produksi pangan sangatlah terbatas. Lahan
pertanian disulap para kapitalis menjadi lahan hunian nyaman untuk orang orang
menengah ke atas. Sungguh sangat miris dan merugikan para penggerak pertahanan
pangan.
Sebagai sebuah agama yang sempurna, Islam memiliki
konsep dan visi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Islam memandang pangan
merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi per individu.
Seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak bila
ada satu saja dari rakyatnya yang menderita kelaparan. Syariah
Islam juga sangat menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan produktivitas
lahan. Dalam Islam, tanah-tanah mati yaitu tanah yang tidak tampak adanya
bekas-bekas tanah itu diproduktifkan, bisa dihidupkan oleh siapa saja baik
dengan cara memagarinya dengan maksud untuk memproduktifkannya atau menanaminya
dan tanah itu menjadi milik orang yang menghidupkannya itu. Rasul bersabda;
“Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya”. (HR.
Tirmidzi, Abu Dawud).
Selanjutnya, siapapun yang memiliki tanah baik dari
menghidupkan tanah mati atau dari warisan, membeli, hibah, dsb, jika ia
telantarkan tiga tahun berturut-turut maka hak kepemilikannya atas tanah itu
hilang. Selanjutnya tanah yang ditelantarkan pemiliknya tiga tahun
berturut-turut itu diambil oleh negara dan didistribusikan kepada individu
rakyat yang mampu mengolahnya, tentu dengan memperhatikan keseimbangan ekonomi
dan pemerataan secara adil.
Pemimpin pertanggung jawab penuh
terhadap kesejahteraan dan pertahanan pangan rakyatnya, dalam arti lain bukan
hanya kepentingan para penguasa semata. Umar Bin Khattab adalah contoh
bagaimana seorang pemimpin seharusnya berlaku. Ketika seorang pemimpin
menyalurkan langsung bahan pangan kepada seluruh rakyatnya tanpa terkecuali.
Islam adalah sebaik-baik solusi dan sistem ekonomi Islam adalah satu-satunya
pensejahtera ekonomi Negara. Dibawah naungan Khilafah kita akan bertemu kembali
dengan sosok pemimpin/khalifah yang sudah dikisahkan pada zaman kejayaan Islam.
Yang benar-benar memperhatikan keadaan Rakyatnya secara menyeluruh.
Komentar
Posting Komentar