Radikalisme Digoreng Hak Rakyat Digarong
Oleh : Rengganis Santika
Narasi radikalisme yang digaungkan rezim, nampaknya akan makin terus diolah sedemikian rupa dan digoreng agar terkesan seram, menakutkan dan pasti berbahaya. Rezim seolah ingin membiasakan mata dan telinga publik dengan hidangan radikalisme. Semua yang berpotensi menggoyang eksistensi rezim otomatis dianggap lawan politik dan ujungnya selalu dikaitkan dengan isu radikalisme.
Kritik sebagai wujud kepedulian terhadap negri tercinta oleh para mahasiswa, akademisi, ulama, ASN, juga rakyat terhadap kondisi bangsa atau kinerja rezim langsung dituduh terpapar radikalisme.
Mudah sekali rezim menyematkan cap radikal. Akibatnya banyak diantara mereka yang mengalami persekusi, ada yang dikeluarkan dari institusinya, dan sederet sangsi lainnya yang siap dikenakan bagi mereka yang berani "bicara".
Para ustadz, intelektual yang bicara mengkritisi kondisi umat, dicap ustadz radikal, dosen radikal!. Dakwah itu memang harus bicara, bicara untuk membangun kesadaran umat agar bangkit dari keterpurukan, mencerdaskan akal dan hati mereka, agar merubah dari keadaan buruk ke keadaan yang lebih baik. Justru mereka yang kerap ditolak rezim, bahkan di kriminalisasi dan pasti dicap radikal.
Bukan hanya ustadznya, cap radikal juga menyasar pada mesjid, kampus, sekolah, majlis ta'lim...cap kampus radikal, mesjid radikal sangat lazim di rezim ini..disisi lain tak pernah ada yang men-cap rumah ibadah lain radikal, jelas semua ini sangat mengarah pada islam, sangat tendensius! Bisa jadi mungkin juga Al Qur'an akan dianggap sebagai kitab radikal...
Bahkan menurut Rizal Ramli mantan mentri perekonomian. Rezim saat ini dipastikan akan terus menggoreng isu radikalisme untuk menutupi kondisi ekonomi bangsa yang kian parah, dikutip dari harian Aceh. Penyelenggara negara mencoba membangun opini radikalisme untuk mengalihkan perhatian publik dari problematika besar bangsa yang sesungguhnya.
Akan lebih mudah bagi rezim untuk mengalihkan kritik publik atas gagalnya kinerja pemerintahan dengan menggoreng isu radikalisme daripada memperbaiki kegagalan yang terjadi disana sini.
Kasus Wamena dan berbagai kerusuhan di Papua, demikian juga tragedi karhutla, kemudian fakta pelemahan KPK lewat UU KPK yang justru terjadi disaat korupsi merajalela. Hingga kebuntuan kisruh BPJS yang disatu sisi layanan kesehatan semakin buruk tapi premi BPJS justru naik. Negara telah lalai dalam menjamin kebutuhan mendasar rakyatnya. Hak-hak rakyat bukan hanya tidak dijamin namun juga telah dirampas, digarong! Sementara para koruptor yang telah meng-garong uang rakyat, justru banyak yang hidup aman tak terusik, apalagi UU KPK makin membuka jalan bagi para koruptor!
Tak ada solusi tuntas untuk semua ini...Apakah semua kekacauan ini disebabkan radikalisme? Atau terorisme? Atau bahkan karena khilafah yang dianggap berbahaya dan ancaman bagi rezim?!
Belum genap satu bulan kabinet baru dibentuk, menkeu sri mulyani yang konon katanya dinobatkan sebagai mentri keuangan terbaik sedunia, sudah mengeluarkan surat hutang dan melakukan berbagai pinjaman termasuk kepada Asian Development Bank (ADB). Kondisi fiskal indonesia memang sudah berdiri diatas skema hutang yang kian membengkak. Sungguh miris kondisi ini dikesankan seolah tidak ada apa-apanya dibanding ancaman radikalisme!
Setidaknya ada empat kementrian yang mendapat kewenangan dan berkomitmen untuk melawan radikalisme. Mentri agama, menkopolhukam, menhan, mendagri dan mensos, semua kementrian ini dari kalangan Militer dan polri.
Apa itu radikalisme? Berupa apa ancamannya? sesungguhnya bagi publik sendiri belum jelas benar apa dan batasan radikalisme. Pasal-pasal karet UU ITE yang dijadikan alat untuk menggebuk pihak-pihak yang tidak disukai rezim juga menjadi bias bagi publik, karena ada yang aman-aman saja namun ada yang langsung kena gebuk! Kemudian dengan sedikit
drama yang penuh rekayasa disandingkanlah isu ISIS
radikalisme dengan terorisme, ISIS dan khilafah. Masih terduga, baru indikasi akan berbuat teror, disertai bukti dan penjelasan aparat yang bisaeadaan.
Sayang sekali wahai penyelenggara negara termasuk aparat, rakyat tak mudah lagi dibohongi, pengalaman di periode pertama membuat rakyat tak mudah percaya. Rakyat bahkan sudah bosan dan jengah dengan Rezim jualan gorengan radikal. tak mau kehabisan akal. Rezim ingin membuktikan tidak mau main-main dengan radikalisme.
Mari kita sedikit melihat ke belakang isu radikalisme mencuat pasca dicabutnya BHP HTI pada tahun 2017, konotasi radikal memang selalu mengarah pada syariah dan khilafah. Atau apapun yang terkait dengan HTI, seperti misalnya bendera tauhid.
HTI selama ini memang kritis terhadap kebijakan rezim manapun, apabila hak kemashlahatan umat tidak terpenuhi akibat diterapkannya hukum buatan manusia yaitu kapitalisme dan demokrasi. HTI hanya menawarkan gagasan/solusi demi bangsa tercinta dengan menerapkan aturan Alloh swt yang tahu maha bijaksana dan pengasih terhadap seluruh makhluknya, yaitu diterapkannya syariah islam dalam bingkai khilafah sebagaimana yang dicontohkan Rasululloh, khulafaur rasyidin selama 13 abad.
Perjuangan HTI yang hanya modal berbicara, pemikiran tanpa kekerasan ..selalu dibangun narasi dan opini ditunggangi, ancaman. Umat saat ini makin cerdas. Mereka bicara, berfikir berdasar fakta. Opini radikalisme pun kian meredup seiring tingkat kesadaran umat untuk bangkit kian meningkat... Wallohu'alam.. berubah-ubah sesuai k
Narasi radikalisme yang digaungkan rezim, nampaknya akan makin terus diolah sedemikian rupa dan digoreng agar terkesan seram, menakutkan dan pasti berbahaya. Rezim seolah ingin membiasakan mata dan telinga publik dengan hidangan radikalisme. Semua yang berpotensi menggoyang eksistensi rezim otomatis dianggap lawan politik dan ujungnya selalu dikaitkan dengan isu radikalisme.
Kritik sebagai wujud kepedulian terhadap negri tercinta oleh para mahasiswa, akademisi, ulama, ASN, juga rakyat terhadap kondisi bangsa atau kinerja rezim langsung dituduh terpapar radikalisme.
Mudah sekali rezim menyematkan cap radikal. Akibatnya banyak diantara mereka yang mengalami persekusi, ada yang dikeluarkan dari institusinya, dan sederet sangsi lainnya yang siap dikenakan bagi mereka yang berani "bicara".
Para ustadz, intelektual yang bicara mengkritisi kondisi umat, dicap ustadz radikal, dosen radikal!. Dakwah itu memang harus bicara, bicara untuk membangun kesadaran umat agar bangkit dari keterpurukan, mencerdaskan akal dan hati mereka, agar merubah dari keadaan buruk ke keadaan yang lebih baik. Justru mereka yang kerap ditolak rezim, bahkan di kriminalisasi dan pasti dicap radikal.
Bukan hanya ustadznya, cap radikal juga menyasar pada mesjid, kampus, sekolah, majlis ta'lim...cap kampus radikal, mesjid radikal sangat lazim di rezim ini..disisi lain tak pernah ada yang men-cap rumah ibadah lain radikal, jelas semua ini sangat mengarah pada islam, sangat tendensius! Bisa jadi mungkin juga Al Qur'an akan dianggap sebagai kitab radikal...
Bahkan menurut Rizal Ramli mantan mentri perekonomian. Rezim saat ini dipastikan akan terus menggoreng isu radikalisme untuk menutupi kondisi ekonomi bangsa yang kian parah, dikutip dari harian Aceh. Penyelenggara negara mencoba membangun opini radikalisme untuk mengalihkan perhatian publik dari problematika besar bangsa yang sesungguhnya.
Akan lebih mudah bagi rezim untuk mengalihkan kritik publik atas gagalnya kinerja pemerintahan dengan menggoreng isu radikalisme daripada memperbaiki kegagalan yang terjadi disana sini.
Kasus Wamena dan berbagai kerusuhan di Papua, demikian juga tragedi karhutla, kemudian fakta pelemahan KPK lewat UU KPK yang justru terjadi disaat korupsi merajalela. Hingga kebuntuan kisruh BPJS yang disatu sisi layanan kesehatan semakin buruk tapi premi BPJS justru naik. Negara telah lalai dalam menjamin kebutuhan mendasar rakyatnya. Hak-hak rakyat bukan hanya tidak dijamin namun juga telah dirampas, digarong! Sementara para koruptor yang telah meng-garong uang rakyat, justru banyak yang hidup aman tak terusik, apalagi UU KPK makin membuka jalan bagi para koruptor!
Tak ada solusi tuntas untuk semua ini...Apakah semua kekacauan ini disebabkan radikalisme? Atau terorisme? Atau bahkan karena khilafah yang dianggap berbahaya dan ancaman bagi rezim?!
Belum genap satu bulan kabinet baru dibentuk, menkeu sri mulyani yang konon katanya dinobatkan sebagai mentri keuangan terbaik sedunia, sudah mengeluarkan surat hutang dan melakukan berbagai pinjaman termasuk kepada Asian Development Bank (ADB). Kondisi fiskal indonesia memang sudah berdiri diatas skema hutang yang kian membengkak. Sungguh miris kondisi ini dikesankan seolah tidak ada apa-apanya dibanding ancaman radikalisme!
Setidaknya ada empat kementrian yang mendapat kewenangan dan berkomitmen untuk melawan radikalisme. Mentri agama, menkopolhukam, menhan, mendagri dan mensos, semua kementrian ini dari kalangan Militer dan polri.
Apa itu radikalisme? Berupa apa ancamannya? sesungguhnya bagi publik sendiri belum jelas benar apa dan batasan radikalisme. Pasal-pasal karet UU ITE yang dijadikan alat untuk menggebuk pihak-pihak yang tidak disukai rezim juga menjadi bias bagi publik, karena ada yang aman-aman saja namun ada yang langsung kena gebuk! Kemudian dengan sedikit
drama yang penuh rekayasa disandingkanlah isu ISIS
radikalisme dengan terorisme, ISIS dan khilafah. Masih terduga, baru indikasi akan berbuat teror, disertai bukti dan penjelasan aparat yang bisaeadaan.
Sayang sekali wahai penyelenggara negara termasuk aparat, rakyat tak mudah lagi dibohongi, pengalaman di periode pertama membuat rakyat tak mudah percaya. Rakyat bahkan sudah bosan dan jengah dengan Rezim jualan gorengan radikal. tak mau kehabisan akal. Rezim ingin membuktikan tidak mau main-main dengan radikalisme.
Mari kita sedikit melihat ke belakang isu radikalisme mencuat pasca dicabutnya BHP HTI pada tahun 2017, konotasi radikal memang selalu mengarah pada syariah dan khilafah. Atau apapun yang terkait dengan HTI, seperti misalnya bendera tauhid.
HTI selama ini memang kritis terhadap kebijakan rezim manapun, apabila hak kemashlahatan umat tidak terpenuhi akibat diterapkannya hukum buatan manusia yaitu kapitalisme dan demokrasi. HTI hanya menawarkan gagasan/solusi demi bangsa tercinta dengan menerapkan aturan Alloh swt yang tahu maha bijaksana dan pengasih terhadap seluruh makhluknya, yaitu diterapkannya syariah islam dalam bingkai khilafah sebagaimana yang dicontohkan Rasululloh, khulafaur rasyidin selama 13 abad.
Perjuangan HTI yang hanya modal berbicara, pemikiran tanpa kekerasan ..selalu dibangun narasi dan opini ditunggangi, ancaman. Umat saat ini makin cerdas. Mereka bicara, berfikir berdasar fakta. Opini radikalisme pun kian meredup seiring tingkat kesadaran umat untuk bangkit kian meningkat... Wallohu'alam.. berubah-ubah sesuai k
Komentar
Posting Komentar