Pengamat Politik: Butuh Minimal Rp 10 Miliar untuk Jadi Bupati Bandung
Oleh Betiya
SOREANG, (PR).- Pengamat politik dari
Universitas Nurtanio, Djamu Kertabudi memperkirakan, calon bupati dan wakil
bupati harus memiliki kekuatan finansial yang besar untuk memenangkan Pilkada
Kabupaten Bandung 2020. Menurut dia, estimasi anggaran yang diperlukan ialah
lebih dari Rp 10 miliar.
"Memang calon kandidat harus memiliki
dana besar untuk menunjang niat pencalonannya. Tanpa dana yang memadai, jangan
terlalu berharap bernasib baik. Peraturan perundangan juga telah mengisyaratkan
bahwa dana besar ini tidak mungkin disediakan seutuhnya oleh kandidat,"
kata Djamu, Minggu 13 Oktober 2019.
Dia memaparkan, estimasi dana lebih dari Rp
10 miliar itu diperlukan untuk menggelar beberapa kegiatan pokok. Di antaranya
ialah membangun dan menggerakan jaringan relawan secara berjenjang. Selain itu,
diperlukan biaya untuk konsolidasi dan operasional jaringan partai politik.
Pasalnya, kandidat perlu ditunjang oleh jaringan mesin politik tersebut.
"(Kebutihan dana yang lain) untuk
kegiatan sosialisasi sekaligus menyerap aspirasi masyarakat, publikasi yang
bekerja sama dengan insan pers, kerja sama dengan lembaga survey profesional
untuk dua kali kegiatan, lalu pengadaan dan penyebaran alat peraga yang
dilakukan mulai saat ini dan pada masa kampanye," katanya.
Di samping itu, lanjut Djamu, kandidat juga
perlu menyiapkan dana untuk pengerahan massa, baik saat kampanye terbatas
maupun kampanye terbuka. Kemudian untuk honor saksi di ribuan tempat pemungutan
suara di wilayah Kabupaten Bandung. Dengan kebutuhan biaya yang besar itu, maka
calon bupati harus memiliki karakter "petarung sejati".
Bagi figur yang memiliki karakter 'petarung
sejati', hanya satu kata, 'maju terus pantang mundur', apapun yang terjadi,
itulah yang terbaik baginya. Bagi yang lain, seyogyanya memperhatikan slogan
yang tertera di gerbang Markas Kopasus, 'Anda ragu, kembali'," tutur
Djamu, yang beberapa tahun lalu pernah maju di Pilkada Bandung Barat.
Begitulah gambaran betapa mahalnya demokrasi,
bukan hanya di tingkat pemilihan kepala negara bahkan di tingkat bupati hingga
sekelas kepala desa pun jika ingin mencalonkan diri ternyata tidak cukup hanya
sekedar keinginan yang kuat beserta visi dan misi yang mereka kantongi, namun
harus ada sejumlah dana yang harus mereka keluarkan untuk maju dalam
pertarungan tersebut. Dana yang dikeluarkan tentunya akan mereka gunakan untuk pembiayaan
konsolidasi dan operasional jaringan partai politik. Pasalnya, kandidat perlu ditunjang
oleh jaringan mesin politik tersebut.
Fakta yang terjadi ini sangatlah jelas menggambarkan
kepada kita bahwasannya Demokrasi yang diterapkan saat ini adalah sistem yang rusak.
Wajarlah jika ada calon sebaik apapun ketika
mereka masuk dalam kubangan lumpur demokrasi mereka pasti akan terjerumus juga
dan ikut bermandikan lumpur didalamnya sehingga menjadi orang-orang yang rusak
bukan menghasilkan para calon yang baik bahkan jauh dari kata sholeh dan
amanah. Selain itu ketika mereka sudah terpilih yang mereka fikirkan bukan bagaimana
untuk menjadi pelayan masyarakat yang baik, tetapi bagaimana cara mengembalikan
modal yang telah mereka keluarkan pada masa kampanye. Wajarlah bila kita katakan
bahwa demokrasi itu selain rusak juga mahal. Tak jarang juga banyak kita jumpai
atau dengar dalam setiap aktifitas kampanyenya terjadi banyak kecurangan, suap
menyuap, saling memusuhi antara calon A dan B, dan ada juga untuk merayakan
kemenangannya mereka rayakan dengan pesta pora yang mengandung kemaksiatan
didalamnya. Miris!
Seharusnya kita sebagai seorang yang
beragam Islam tidaklah melakukan dan mengambil hal-hal yang demikian yang tidak
diajarkan dalam islam. Islam memiliki aturan atau sistem yang
jelas berasal dari Allah SWT, dimana aturan ini hanya akan diterapkan dan
ditegakkan oleh orang-orang yang beriman saja yang mereka mau menyeru apa yang
diseru oleh Allah. Wajarlah jika Islam ini diterapkan akan menghasilkan aturan
sekaligus pemimpin yang tidak hanya baik tapi sholeh dan amanah, karena seorang
pemimpin ini tau bahwa ketika dia memimpin dia akan dimintai
pertanggungjwabannya tidak hanya di dunia tapi di akhirat. Dia memahami betul
bahwa kekuasaan yang diberikan oleh umat/ masyarakat kepadanya hanyalah untuk
menerapakan aturan Allah bukan aturan selainnya, umat juga cukup memberikan
kepercayaan akan Taat kepadanya selama dia/pemimpin umat ini taat kepada Allah
dan Rasulnya.
Seperti apa yang sudah dicontohkan oleh
Para sahabat sepeninggalan Rasulullah, bagaimana meraka mengangkat Abu Bakar
Ash Shiddiq sebagai pemimpin hanya dalam waktu 3hari. Terpilihnya ummar bukan karena
banyaknya dana yang digelontorkan untuk kampanye tapi ummat yang menyerahkan ketaatan
nya kepada Abu Bakar Ash Shiddiq untuk menerapkan aturan Allah secara kaffah,
sebagiamana memang yang telah dicontohkan Rasul sebelum wafat. Inilah bentuk
ketaatan calon pemimpin yang dia bersegara dalam merapkan aturan Allah karena
Keimanannya.
Ternyata Islam telah terlebih dahulu
mencontohkan kepada kita bagaimana mekanisme dalam mengangkat calon pemimpin
ummat dan sungguh itu tidak memerlukan biaya yang besar, dan waktu yang lama
yang sangat berbeda disistem demokrasi yamg diterapkan saat ini jauh dari kata
keberkahan.
Allah SWT berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah rasul, dan ulil amri diantara kalian.” (QS. an-Nisaa’: 59)
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka
berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu,
maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)
Wallahu a'lam bishowab..
Komentar
Posting Komentar