Mampukah BLT Mengentaskan Kemiskinan?
Oleh Irawati Utami
Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD)
adalah kegiatan pemberian bantuan langsung berupa dana tunai yang bersumber
dari Dana Desa kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang telah diputuskan
melalui Musyawarah Desa sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan. Penyaluran BLT DD tahap 3 tahun 2024 kepada
100 Keluarga Penerima Manfaat dilaksanakan oleh pemerintah Desa Sukawening pada Rabu 11/12/24 di aula kantor
desa. Bantuan sebesar Rp300.000,00 diberikan langsung setiap bulannya dengan
jumlah total Rp900.000,00 selama periode Juli-September 2024. Selain
dilaksanakan langsung oleh Hamdani selaku kepala desa, Penyaluran BLT ini
dihadiri Camat Ciwidey, Nardi Sumardi, beserta jajarannya, serta Anggiat Panggabean
sebagai Babinsa, agar penyaluran berlangsung tertib dan lancar. Menurut
Hamdani, program ini bertujuan untuk mendukung masyarakat kurang mampu secara
finansial dan telah menjadi langkah konkret pemerintah dalam upaya meminimalisasi
kemiskinan ekstrem serta meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat Mediakasasi.com (Rabu, 11/12/2024).
Program BLT DD ini tampaknya belum
bisa dirasakan oleh masyarakat secara menyeluruh. Bertahun-tahun bantuan itu
diberikan, nyatanya tidak mampu mengurangi kemiskinan secara signifikan.
Sebaliknya, kemiskinan ekstrem bertambah. Pada saat yang sama, terjadi kenaikan
BBM, pajak, kebutuhan pokok, dsb. sehingga rakyat terus ada dalam kesulitan.
Konsep BLT, baik dari dana desa
atau bukan, justru menunjukkan ketidakmampuan pemerintah melayani rakyat,
karena segmentasi penerimanya terbatas dan jumlah yang diberikan tidak
mencukupi 3 kebutuhan pokok pribadi dan 3 kebutuhan kolektif. Jika dihitung,
tidak akan cukup di tengah inflasi dan harga sembako yang tinggi. Istilah
bantuan juga tidak pas, karena pemerintah seharusnya bukan membantu tetapi
meri'ayah (melayani) rakyat.
Kemiskinan ekstrem merupakan buah
dari sistem kapitalisme, ideologi yang menganut kebebasan kepemilikan. Individu
bebas memiliki kekayaan dengan cara apa pun. Alhasil, satu dengan yang lain
senantiasa bersaing untuk memperoleh kekayaan masing-masing.
Kapitalisme juga melahirkan
materialisme, paham yang menilai segalanya dengan uang dan kebahagiaan dirinya
sendiri, tidak peduli dengan orang lain. Pemikiran ini juga mendorong seseorang
untuk mengutamakan keuntungan. Prinsip ekonomi “dengan modal sekecil-kecilnya
untuk mendapat hasil sebanyak-banyaknya” pun menjadi acuan. Wajar jika para
kapitalis melakukan berbagai cara untuk meminimalkan pengeluaran, salah satunya
dengan gaji kecil atau melakukan PHK.
Pengangguran yang meningkat juga
menyebabkan mereka kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga karena tidak memiliki
uang yang cukup. Ini lalu memunculkan orang-orang miskin baru, bahkan menambah
deretan kemiskinan ekstrem.
Islam merupakan sistem kehidupan
yang sempurna. Selain mengatur masalah ibadah mahdhah, Islam juga memiliki
sistem pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial, dan sanksi. Apabila seluruh aturan
itu diterapkan, akan menolong umat manusia, termasuk mengatasi masalah
kemiskinan.
Di dalam Islam, tugas pemerintah
adalah melayani kebutuhan pokok individu rakyat: sandang, pangan, papan. Lalu
kebutuhan pokok kolektif rakyat: keamanan, kesehatan, pendidikan. Konteks
melayani artinya dapat diakses gratis/murah, kontinyu, dan terdistribusi secara
sempurna. Bagi-bagi BLT sebetulnya tidak boleh ada kesan "Membantu
Masyarakat yang tengah Kesulitan", namun seharusnya menjadi muhasabah bagi
penguasa. Kesulitan umat hari ini karena sistem kehidupan hari ini menjauhkan
agama sebagai problem solver, dan mengurusi kesulitan rakyat adalah kewajiban
negara, bukan sekadar bantuan. Lebih berbahaya lagi, bantuan-bantuan ini dapat
melemahkan mental masyarakat untuk bekerja. Bahkan imbas dari bagi-bagi bantuan
ini membentuk mental "peminta-minta".
Solusi yang seharusnya dilakukan penguasa bukan
dengan memberikan BLT, tetapi memudahkan masyarakat mengakses lapangan kerja,
terutama bagi pria, serta menyediakan pelayanan terhadap 3 kebutuhan pokok
pribadi dan 3 kebutuhan kolektif. Negara juga memberikan bantuan modal tanpa
riba bagi siapa saja yang tidak memiliki modal usaha. Bahkan, negara dapat
memberikan tanah mati (tidak dimanfaatkan pemiliknya selama tiga tahun) kepada
orang yang bisa menghidupkannya kembali. Jadi, pemkab jangan merasa bangga
dengan BLT karena hal itu bukan sebuah prestasi, namun kegagalan dalam
mengelola ekonomi.
Sungguh, kemiskinan ekstrem
merupakan akibat dari penerapan aturan yang salah. Penyelesaiannya tidak bisa
sekadar parsial, tetapi perlu penyelesaian yang mendasar, yaitu mengganti
sistem kapitalisme dengan sistem Islam. Selama kapitalisme masih digunakan,
kebijakan sebagus apa pun tidak akan bisa mengentaskan kemiskinan.

Komentar
Posting Komentar