Stop Penderitaan Anak Gaza dengan Tentara dan Negara!
Oleh Iis Nurhasanah
Kondisi
Gaza terutama anak-anaknya kini semakin mengenaskan. Menurut Badan PBB untuk Pengungsi
Palestina (UNRWA), setiap jam, satu anak tewas di Jalur Gaza akibat serangan brutal
Israel (antaranews.com, 25/12/2024).
Setidaknya
14.500 anak Palestina telah meninggal dunia dalam serangan Israel yang terus
berlanjut di Jalur Gaza sejak 2023. “Membunuh anak-anak Palestina di Gaza tidak
dapat dibenarkan. Mereka yang selamat pun terluka secara fisik dan emosional,”
lanjut pernyataan itu.
Tanpa
akses ke pendidikan, menurut UNRWA, anak-anak Palestina di Gaza terpaksa
mengais-ngais puing-puing bangunan. “Waktu terus berjalan bagi anak-anak ini.
Mereka kehilangan nyawa, masa depan, dan terutama harapan,” tambah pernyataan
tersebut.
Israel
terus melancarkan serangan dan genosida di Jalur Gaza sejak Hamas pada 7
Oktober tahun lalu melakukan perlawanan. Padahal, Dewan Keamanan PBB telah
menyerukan gencatan senjata.
Mahkamah
Pidana Internasional (ICC) bulan lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan
terhadap PM Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav
Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang
menyebabkan anak-anak tewas di Gaza.
Sebagai
muslim, tentu hati kita teriris melihat kenyataan ini, apalagi kita tidak bisa berharap pada
dunia internasional, termasuk para pemimpin mereka yang kerap menjadikan isu
Palestina untuk pencitraan semata lalu mengambil solusi dua negara arahan Barat
pengusung kapitalisme yang jelas tidak bisa menyelesaikan masalah.
Kita
juga tidak bisa berharap keadilan pada sistem saat ini karena tidak ada
keadilan dalam sistem kapitalisme. Bahkan sistem inilah yang telah memberikan
jalan pada penjajah Zionis Israel untuk membantai anak-anak Gaza. Sistem
kapitalisme inilah yang telah menempatkan para penguasa dan negara sebagai
pihak yang lemah dari tanggung jawab melindungi rakyatnya. Hal ini berpotensi
besar merusak jiwa manusia, karena meliberalkan manusia sehingga menjadi liar
dan tidak terkendali demi meraih kekuasaan.
Kini
kaum muslim seharusnya mempunyai agenda tersendiri, yakni menyatukan pemikiran
dan perasaan, kemudian menggerakkan pemuda-pemuda di Timur Tengah untuk bangkit
melawan rezim mereka dan bergerak ke Palestina untuk membebaskannya. Juga
membangkitkan pemikiran dan kebutuhan mereka akan penerapan syariat Islam secara
total. Aktivitas menyatukan dan membangkitkan pemikiran ini hanya bisa
dilakukan oleh partai ideologis Islam melalui pembinaan dengan tsaqafah Islam.
Jadi,
persoalan pembantaian yang dilakukan oleh Zionis Israel terhadap Palestina,
khususnya pada anak-anak, hanya bisa diselesaikan dengan mengirim bala tentara
dengan satu komando sebagai pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam.
Dari Abu
Hurairah r.a., Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu
perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan
(kekuasaan)-nya” (HR Muttafaqun ‘Alayh dll.).
Konsep
kepemimpinan dalam Islam yang bertanggung jawab adalah bentuk konsekuensi dari
keimanan kepada Allah SWT. Kepemimpinan dan tanggung jawabnya tidak mungkin
dilakukan secara main-main ataupun parsial, karena segala sesuatunya akan
dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT Yang Maha Agung, Maha Kuasa,
dan Maha Mengawasi. Wallahu a’lam bi shawab.
Komentar
Posting Komentar